Newsletter

Korban Corona Tembus 'Level' 1.000, Saatnya Panik?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
11 February 2020 06:30
Korban Corona Tembus 'Level' 1.000, Saatnya Panik?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ini awal pekan yang buruk untuk pasar modal Indonesia. Bursa saham, rupiah, hingga pasar obligasi pemerintah kompak tertekan menyusul konfirmasi bahwa aktivitas bisnis di China belum sepenuhnya pulih akibat wabah virus corona yang pekan lalu telah merenggut 908 jiwa.

Terbaru, jumlah korban jiwa bahkan telah mencapai 1.000 orang. 

Provinsi Hubei yang terdampak paling parah oleh virus corona telah mengabarkan kepada perusahaan-perusahaan untuk tak beroperasi hingga setidaknya tanggal 14 Februari. Ini lebih lama dari tenggat pemerintah China bagi 24 provinsi dan kota lainnya yang semula ditargetkan beroperasi pada Senin (10/2/2020) usai libur Imlek yang diperpanjang.

Sebagaimana dipahami, China merupakan pasar utama produk ekspor Indonesia, terutama yang terkait dengan komoditas seperti batu bara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Jika ekonomi China terbatuk karena aktivitas produksi barang dan jasa terhambat oleh virus asal Wuhan ini, maka ekonomi Indonesia akan bersin-bersin hebat.

Kekhawatiran tersebut membuat investor di pasar saham nasional cenderung jaga jarak dari aset berisiko (tapi juga berimbal hasil tinggi) seperti saham. Dibuka melemah 0,1%, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,7% pada penutupan sesi pertama, dan kemudian membesar menjadi -0,79% pada penutupan sesi kedua ke level 5.993,38.

Saham raksasa sektor otomotif PT Astra International Tbk, raksasa perbankan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk dan raksasa rokok PT HM Sampoerna Tbk dilanda aksi jual, sehingga ketiganya melemah masing-masing -3%, -1,1% dan -1,7%.


Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (10/2/2020). Tidak hanya melemah, rupiah juga menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia dalam 2 hari perdagangan beruntun.

Rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 13.670/US$, tetapi tidak lama Mata Uang Garuda masuk ke zona merah, dan belum sempat mencicipi zona hijau. Rupiah melemah hingga 0,33% ke Rp 13.715/US$, sebelum berhasil memangkas pelemahan menjelang penutupan pasar dalam negeri.

Senada dengan itu, harga obligasi rupiah pemerintah pun ditutup terkoreksi. Imbal hasil (yield) surat utang pemerintah bertenor 10 tahun tercatat di level 6,592%, atau naik dari posisi Jumat akhir pekan lalu pada 6,575%. Kenaikan yield menandai koreksi harga karena keduanya memang bergerak bertolak belakang.

Investor asing tercatat masih keluar dari pasar SUN dengan membawa serta dana Rp 11,64 triliun sejak akhir pekan lalu. Namun jika dihitung sejak awal tahun, asing masih mencatatkan aliran dana masuk (inflow) senilai Rp 3,56 triliun, dibanding posisi akhir Desember 2019 sebesar Rp 1.061,9 triliun.

[Gambas:Video CNBC]



Bursa saham Amerika Serikat (AS) berayun kencang ke jalur hijau pada perdagangan Senin (10/2/2020) setelah investor sempat labil antara menyambut data positif ekonomi AS ataukah mengantisipasi risiko wabah virus corona di China.

Indeks Dow Jones menguat 174,31 poin (0,6%) ke 29.276,82 setelah anjlok lebih dari 100 poin pada pembukaan. Indeks S&P 500 menguat 0,6% ke 3.352,09 sedangkan Nasdaq bertambah 1% ke 9.628,39.

Per Minggu malam, pemerintah China mengumumkan bahwa jumlah pengidap virus asal Wuhan tersebut telah mencapai 40.171 orang, dengan 908 di antaranya meninggal dunia. Sementara itu, 14 orang berkewarganegaraan AS terbukti positif mengidap virus tersebut ketika menumpang kapal pesiar yang dikarantina di Jepang.

Namun meski jumlah korban meninggal terlihat besar, dan bahkan disebut-sebut telah melampaui jumlah korban virus severe acute respiratory syndrome (SARS), sebenarnya secara bersamaan 3.000 orang dinyatakan sembuh dari virus ini.

Presiden China Xi Jinping mengatakan bahwa Negeri Panda tersebut akan mempercepat pengembangan obat untuk mengendalikan virus sejenis pneumonia tersebut. Dia juga berjanji bahwa China akan menang melawan virus corona, meski mengakui bahwa situasi saat ini buruk.

"Durasi virus ini akan menentukan sepanjang apa bisnis bakal terpengaruh dan apa efek yang akan terjadi pada perekonomian China dan dunia," tutur Bruce Bittles, Chief Investment Strategist Baird, sebagaimana dikutip CNBC International.

Saham Apple anjlok lebih dari 1% di tengah kekhawatiran wabah tersebut akan mengganggu produksi iPhone. Reuters melaporkan bahwa Foxconn, salah satu penyuplai terbesar Apple sudah memulai produksi di pabriknya, tetapi hanya dengan 10% dari karyawan.

"Investor bursa terpecah antara ketakutan bahwa virus corona bisa terus menyebar, memperberat pertumbuhan ekonomi global, dan optimisme dari indikator ekonomi global yang menunjukkan pembalikan pertumbuhan," tutur Chief Investment Strategist Yardeni Research, Ed Yardeni, dalam laporan risetnya.

Bursa saham pada Jumat pekan lalu memang terkoreksi hingga 200 poin, menghentikan penguatan empat hari berturut-turut menyusul kekhawatiran bahwa virus berkode 2019-nCov tersebut bakal memukul ekonomi dunia. Namun sepanjang pekan, indeks S&P 500 masih terhitung loncat 3,2%.

Pemodal pekan lalu bahkan menafikan positifnya rilis data tenaga kerja AS, yang mencatatkan 225.000 pekerjaan baru pada Januari, melampaui ekspektasi pasar yang hanya mengestimasikan angka 158.000. Institute for Supply Management (ISM) pekan lalu menyebutkan bahwa aktivitas manufaktur di AS bulan lalu berbalik ekspansif diikuti sektor jasa.

Namun pada Senin, pemodal kembali memfaktorkan data positif tersebut ke dalam perhitungan risiko investasi mereka, sehingga mereka mengoleksi kembali saham-saham unggulan meski tidak ada data ekonomi besar di AS dan rilis kinerja keuangan emiten kakap per kuartal IV-2019.

Secara umum, situasi hingga pagi ini belum pulih. CNBC International mengutip media China menyebutkan bahwa angka kematian akibat virus Corona di China telah mencapai 1.011 orang, dan 42.300 orang lainnya terinfeksi. Total sedunia, jumlah kematian adalah 1.014 orang dan infeksi sebanyak 42.700 orang.

Inflasi di China juga terkerek ke level tertinggi dalam lebih dari delapan tahun. Indeks harga konsumen (IHK) Januari tercatat naik 5,4%, dibandingkan posisi Desember sebesar 4,5% dipicu kombinasi antara lonjakan permintaan barang konsumsi dan berkurangnya pasokan akibat terhentinya aktivitas bisnis di berbagai bagian negeri tersebut.

Fakta bahwa perusahaan di China belum beroperasi 100 persen memang memicu kekhawatiran bahwa virus ini bakal membuat ekonomi China bergerak melambat. Provinsi Hubei yang terdampak paling parah oleh virus Corona telah mengabarkan kepada sektor swasta untuk tak beroperasi hingga setidaknya tanggal 14 Februari.

Kabar baiknya, perusahaan di tempat lain telah beroperasi meski tidak menggunakan 100% kapasitasnya. Foxconn yang merupakan pemasok Apple, misalnya, kembali beroperasi di kawasan tersebut meski dengan 10% sumber daya manusia yang ada atau sebanyak 16.000 orang.

Pada perkembangannya, wabah ini juga memicu aktivitas penggalian dana yang juga memutar perekonomian. Reuters melaporkan bahwa lebih dari 300 perusahaan di Negeri Tirai Bambu tersebut mengajukan pendanaan untuk mengatasi dampak wabah Corona dengan total nilai US$ 8,2 miliar,

Beberapa perusahaan raksasa China tersebut termasuk di antaranya adalah produsen ponsel pintar Xiaomi dan raksasa perusahaan aplikasi sewa mobil Didi Chuxing. Mereka memberi berbagai peralatan medis agar operasi perusahaan berjalan lancar tanpa membuat wabah memburuk.

Meski jumlah korban telah mencapai angka 1.000, jangan lupakan fakta bahwa jumlah mereka yang berhasil sembuh juga meningkat pesat, yakni 4.043 orang. Angka ini naik 1.000 hanya dalam sehari jika dibandingkan dengan posisi kemarin.

Oleh karena itu ada sisi atau aspek lain yang membuat perekonomian China tetap berjalan, dan tidak serta-merta ambruk akibat virus. Terlebih, data ekonomi di AS yang menjadi motor lain dari ekonomi dunia juga menunjukkan pergerakan positif seperti data tenaga kerja Januari dan ekspansi manufaktur versi survei Institute for Supply Management (ISM).

Goldman Sachs, misalnya, merekomendasikan beli saham-saham dengan valuasi yang bagus, karena efek wabah corona bakal memudar karena pemerintah China dan berbagai negara juga memperkuat upaya pengendalian penyebaran virus tersebut.


Berikut ini adalah rilis data ekonomi pada hari ini: 
  • Rilis penjualan motor di Indonesia per Januari (tentatif)
  • Rilis penjualan ritel Indonesia per Desember (10:00 WIB)
  • Rilis neraca perdagangan (Desember) dan pertumbuhan ekonomi Inggris (16:30 WIB)
  • Testimoni The Fed (22:00 WIB)
Adapun agenda perusahaan terbuka meliputi:
  • RUPSLB PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk (10:00 WIB)
  • Rilis laporan keuangan PT XL Axiata Tbk tahun 2019 (14:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional :

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q IV-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Januari 2020 YoY)

0,39%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2020)

5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (Q III-2019)

-2,66% PDB

Neraca pembayaran (Q III-2019)

-US$ 46 juta

Cadangan devisa (Januari 2020)

US$ 131,7 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags) Next Article Neraca Dagang Diramal Surplus, Akankah Happy Monday Hari Ini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular