Newsletter

Dunia Waspada Corona, Walau WHO Bilang Belum Darurat

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 January 2020 05:53
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang agak mixed. Kebimbangan di bursa saham New York bisa menciptakan kondisi serupa di pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.

Sentimen kedua, investor perlu memonitor perkembangan penyebaran virus Corona. Walau WHO belum memasukkannya sebagai darurat internasional, tetapi risiko penyebaran masih cukup tinggi seiring musim libur Imlek di Negeri Tirai Bambu.

Bahkan Peter Piot, Profesor di London School od Hygiene and Tropical Medicine, menilai penyebaran virus Corona sudah memasuki fase kritis. "Walau belum ada ketentuan dari WHO, tetapi dunia harus menekan bahkan menghentikan penyebaran virus ini. pemerintah dan WHO perlu terus memantau perkembangannya dengan seksama," tegasnya, seperti diwartakan Reuters.

Apalagi sampai saat ini belum ada vaksin untuk membunuh virus Corona. Lebih berbahaya lagi, virus bisa menular melalui saluran pernapasan. Oleh karena itu, kewaspadaan belum bisa dikendurkan.


Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS. Pada pukul 05:02 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,13%.

Penguatan dolar AS terjadi setelah Bank Sentral Uni Eropa (ECB) mempertahankan suku bunga acuan overnight deposit di -0,5%. Namun bank sentral pimpinan Christine Lagarde ini membuka peluang untuk stimulus moneter lebih lanjut.

Lagarde masih khawatir dengan inflasi Uni Eropa yang tidak kunjung mencapai target sedikit di bawah 2%. Pada 2019, inflasi Uni Eropa tercatat 1,3% year-on-year (YoY). Melambat dibandingkan 2018 yang sebesar 1,6% YoY. "Inflasi adalah sesuatu yang perlu diperhatikan," kata Lagarde dalam konferensi pers, seperti dikutip dari Reuters.

Artinya, pemulihan ekonomi di Benua Biru masih berjalan lambat. Minimnya tekanan inflasi di negara maju menunjukkan permintaan yang lemah."Arah kebijakan ECB sepertinya menunjukkan bahwa risiko masih mengarah ke dowside," kata Natascha Gewaltig, ekonom Action Economics, dalam risetnya.

Perkembangan di Eropa yang masih gloomy membuat investor berpaling ke dolar AS. Investor perlu waspada, karena bisa saja dolar AS berbalik perkasa di hadapan rupiah.


Apalagi penguatan rupiah sudah sangat tajam. Secara year-to-date, rupiah menguat 1,84% terhadap dolar AS. Buka cuma di Asia, rupiah adalah mata uang terbaik dunia.

Foto: Refinitiv

Sentimen keempat, yang juga bisa mempengaruhi rupiah, adalah harga minyak dunia. Pada pukul 05:16 WIB, harga minyak jenis brent amblas 1,85% dan light sweet ambrol 2,03%.




Harga si emas hitam anjlok akibat kecemasan investor terhadap penyebaran virus Corona. Ada kehawatiran penyebaran virus ini akan membuat permintaan energi turun, karena masyarakat takut bepergian.

"Masalah kesehatan membuat perjalanan menjadi terbatas, tidak normal. Jadi kemungkinan akan ada penurunan permintaan bahan bakar sebelum masalah penyebaran virus Corona benar-benar teratasi," kata Jim Ritterbusch, Presiden Riiterbusch and Associates, seperti dikutip dari Reuters.

"Kami memperkirakan harga minyak bisa turun US$ 5/barel jika krisis ini semakin pasar seperti kasus SARS," tambah riset JPMorgan.

Bagi rupiah, penurunan harga minyak adalah berkah. Indonesia adalah negara net importir minyak sehingga kala harga komoditas ini turun maka biaya impornya akan lebih murah. Devisa yang 'terbakar' untuk impor minyak menjadi lebih sedikit sehingga rupiah punya pijakan untuk melanjutkan penguatan.

 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular