
Akankah Pasar Kembali Terguncang Kala Irak Terseret AS-Iran?

Bursa saham Amerika Serikat (AS) membalikkan keadaan dari penurunan lumayan dalam pada Senin (6/1) menyusul kekhawatiran geopolitik dari terbunuhnya Jenderal Iran.
Tiga indeks utama di Wall Street akhirnya ditutup rata-rata dengan penguatan. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,24% atau 68 poin, indeks S&P 500 positif 0,35% atau 11 poin, dan Nasdaq terangkat 0,56% atau 50 poin.
Kenaikan atas tiga indeks tersebut dipimpin saham-saham teknologi berkapitalisasi besar. Saham Facebook dan Amazon keduanya naik lebih dari 1%, dan Netflix dan Alphabet yang merupakan induk dari Google masing-masing naik 3,1% dan 2,7%.
Kenaikan atas beberapa saham tersebut merupakan pembalikan arah dari penurunan tajam Jumat (3/1). Kala itu Dow dan S&P 500 mengalami penurunan terendah dalam sebulan terakhir setelah Presiden Trump menyetujui serangan udara di Baghdad yang menewaskan Jenderal Iran Qasem Soleimani.
Kejadian tersebut memicu naiknya harga minyak karena kekhawatiran konflik berkepanjangan yang dapat mengganggu pasokan minyak dunia. Minyak mentah sempat menguat lebih dari 3% pada hari Jumat (3/1) atau tertinggi sejak April tahun 2019.
Atas resolusi yang dibuat Parlemen Irak, Trump mengatakan bahwa ia dapat menjatuhkan sanksi kepada Irak yang menyerukan pengusiran pasukan asing dari negara tersebut.
“Kami memiliki pangkalan udara yang sangat mahal di sana. Biayanya miliaran dolar untuk membangun. Jauh sebelum waktu. Kami tidak akan pergi kecuali mereka membayar kami untuk itu, "kata Trump.
Akibat dari ketegangan tersebut, Investor beralih ke instrumen investasi pengaman harta (safe havens) yang seperti emas dan surat utang Pemerintah AS ketika ketegangan AS-Iran semakin meningkat.
Pada hari Senin (6/1), emas di bursa berjangka menyentuh level tertingginya lebih dari enam tahun terakhir. Sementara Imbal hasil (yield) Treasury 10-tahun menjadi 1,8% setelah memulai perdagangan awal 2020 di atas 1,9%.