Newsletter

Sinterklas Resmi Kunjungi Wall Street, IHSG Siap Party?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 December 2019 07:09
China Terus Dinginkan Suasana, Wall Street Kembali Cetak Rekor
Foto: REUTERS/Brendan McDermid

Beralih ke AS, Wall Street sukses mencetak rekor pasca perdagangan kembali dibuka menyusul libur hari raya Natal.

Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks Dow Jones naik 0,37%, indeks S&P 500 menguat 0,51%, sementara indeks Nasdaq Composite terapresiasi 0,78%. Ketiga indeks saham acuan di AS tersebut ditutup di level tertinggi sepanjang masa.

Lantas, lagi-lagi Wall Street mencetak rekor. Sebelumnya pada perdagangan hari Jumat (20/12/2019) dan Senin (23/12/2019), tiga indeks saham acuan di AS tersebut sudah mengukir rekor level penutupan tertinggi sepanjang masa.

Langkah China yang sudah semakin membuka perekonomiannya kepada dunia menjadi salah satu faktor yang memantik aksi beli di bursa saham AS. Melansir Bloomberg, China mengumumkan bahwa pihaknya akan menurunkan bea masuk bagi sebanyak 859 jenis produk impor mulai awal tahun depan.

Kementerian Keuangan China menyebut bahwa pihaknya akan menerapkan bea masuk sementara yang lebih rendah dari bea masuk yang dikenakan terhadap barang-barang dari most-favored-nation (MFN).

Daging babi beku, alpukat beku, hingga beberapa jenis semikonduktor termasuk ke dalam daftar produk yang bea masuknya akan dikurangi oleh Beijing.

Sebagaimana dilansir dari Reuters, bea masuk terhadap daging babi beku akan dipangkas menjadi 8%, dari tarif MFN yang sebesar 12%, sedangkan bea masuk terhadap alpukat beku akan dikurangi menjadi 7%, dari tarif MFN sebesar 30%.

Pada tahun 2018, nilai dari 859 jenis produk impor tersebut adalah sekitar US$ 389 miliar atau sekitar 18% dari total impor China kala itu yang senilai US$ 2,14 triliun.

Penguarangan bea masuk ini bisa dinikmati oleh negara-negara yang menjadi anggota World Trade Organization (WTO). Sementara itu, bagi negara-negara yang memiliki kesepakatan dagang dengan China, bea masuknya bisa menjadi lebih rendah lagi.

Dilansir dari Bloomberg, negara-negara yang memiliki kesepakatan dagang dengan China meliputi Selandia Baru, Peru, Kosta Rika, Swiss, Islandia, Singapura, Australia, Korea Selatan, Georgia, Chili, dan Pakistan.

Sekedar mengingatkan, perang dagang AS dengan China pada awalnya dipicu oleh kekesalan Trump terhadap besarnya defisit neraca perdagangan AS dengan China. Kemudian, komplain AS terkait pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa yang sering dialami oleh perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam semakin mengeskalasi perang dagang antar keduanya.

Berbicara mengenai besarnya defisit neraca perdagangan AS dengan China, hal ini salah satunya disebabkan oleh hambatan, baik tarif maupun non-tarif, yang diterapkan China guna melindungi perusahaan-perusahaan domestik.

Kini, langkah China untuk semakin membuka pasar domestiknya dengan menurunkan besaran bea masuk terhadap produk-produk impor tentu diharapkan akan semakin melunakkan AS dalam negosiasi dagang kedua negara.

Langkah China yang sudah semakin membuka perekonomiannya kepada dunia (yang diharapkan akan semakin melunakkan AS dalam negosiasi dagang) sukses mendorong aksi beli di bursa saham AS kala sejatinya rilis data ekonomi sedang tidak mendukung.

Kemarin, klaim tunjangan pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 21 Desember 2019 diumumkan sebanyak 222.000, lebih banyak dari estimasi yang sebanyak 220.000, seperti dilansir dari CNBC International.

(ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular