Newsletter

Tinggal 7 Hari, Akankah Semesta Mendukung Penguatan IHSG?

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
18 December 2019 06:48
Pergerakan Pasar Keuangan Eropa dan Dunia
Foto: Infografis/Saling balas serangan AS VS CHINA/Aristya Rahadian krisabella
Hijaunya pasar saham ternyata tidak terefleksi di pasar surat utang negara (SUN). Di pasar obligasi, faktor masih belum pastinya teks perundingan serta masih ada potensi gagalnya penandatanganan damai dagang AS-China fase pertama bulan depan menjadi perhatian pasar domestik.

Belum lagi, prospek pasar efek utang tahun depan yang diprediksi tidak akan semenarik tahun ini setelah bank sentral Amerika Serikat memprediksi tidak perlu menurunkan suku bunga lagi tahun depan, yang akan berpengaruh kepada kebijakan pemangkasan suku bunga yang ruangnya semakin terbatas bagi Bank Indonesia.
Faktor lain adalah kengerian yang dirasakan pelaku pasar keuangan dunia terhadap rencana Brexit kilat yang dijanjikan Perdana Menteri Inggris Raya Boris Johnson pada akhir Januari 2020, yang diperparah dengan aksi boikot Johnson yang diberitakan tidak akan hadir di World Economic Forum di Davos, Swiss, pada 21-24 Januari tahun depan.

Tidak hanya itu, si perdana menteri juga memboikot menteri atau perwakilan pemerintahan baru Inggris Raya untuk hadir, yang semakin mirip dengan aksi Trump ketika baru terpilih pada 2017 silam.

"Fokus kami adalah menghantarkan niat kami [sebagai perwakilan] untuk rakyat, bukan untuk menikmati champagne dengan miliuner-miliuner [di Davos]," kutip sumber Reuters tentang aksi boikot Davos oleh pemerintahan Johnson.

Alhasil, harga obligasi rupiah pemerintah kembali tertekan lagi, dan sukses koreksi harga sejak awal bulan menjadi terlihat signifikan. Turunnya harga SUN itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain yang justru menunjukkan kekhawatiran pelaku pasar dunia.

Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling melemah adalah FR0079 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 6,9 basis poin (bps) menjadi 7,32%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Koreksi harga yang terjadi beruntun juga telah membuat kenaikan yield seri 10 tahun sejak awal bulan pada seri acuan tersebut sebesar 25 bps dari 7,07% pada akhir November.


Yield Obligasi Negara Acuan 17 Dec'19

Seri

Jatuh tempo

Yield 16 Dec'19 (%)

Yield 17 Dec'19 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar IBPA 17 Dec'19 (%)

FR0077

5 tahun

6.621

6.649

2.80

6.6389

FR0078

10 tahun

7.253

7.322

6.90

7.334

FR0068

15 tahun

7.721

7.753

3.20

7.7879

FR0079

20 tahun

7.812

7.861

4.90

7.8746

Sumber: Refinitiv



Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.067,26 triliun SBN, atau 38,6% dari total beredar Rp 2.765 triliun berdasarkan data per 16 Desember.

Angka kepemilikannya masih positif Rp 174,01 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 560 miliar, sedangkan sejak awal bulan masih defisit Rp 540 miliar.

Ancaman Brexit kilat a la Boris Johnson begitu berpengaruh ke pasar keuangan karena dengan tekanan sempitnya tenggat waktu itu, maka potensi terjadinya hard Brexit yang lebih tidak mau tahu terhadap dampak besarnya kepada dunia, akan lebih besar dibandingkan dengan soft Brexit.

Kekhawatiran itu juga tercermin dari pergerakan komoditas emas kemarin yang menguat tipis. Semalam, harga emas di pasar spot global naik tipis yaitu menjadi US$ 1.476,2 per troy ounce dari US$ 1.476/troy ounce. Hari ini, harga emas tersebut masih melemah ke US$ 1.475,94.

Dampak dari langkah Inggris itu di pasar saham juga tercermin dari terkoreksinya indeks saham Dax di Jerman dan CAC di Prancis. Di pasar saham Inggris, FTSE 100 justru menguat, yang kemungkinan karena ditopang oleh data tenaga kerja yang naik.

Indeks Saham EropaPerubahan (%)
FTSE 100 | Inggris Raya0.08
DAX | Jerman-0.89
CAC 40 | Prancis-0.39
Sumber: Diolah

Lain lagi di belahan lain Laut Atlantik yaitu di Negeri Paman Sam. Tadi pagi, Wall Street masih menguat dan bahkan memberi torehan rekor tertinggi baru pada indeks S&P 500. Sentimen damai dagang yang masih tertinggal ternyata membantu pelaku pasar saham ngegas dengan dukungan dari data pembelian rumah yang membaik.

Kekhawatiran terhadap belum pastinya damai dagang bulan depan tampaknya terkait dengan musim liburan di AS yang justru terselamatkan oleh pernyataan sepakat fase pertama. Jika saja tanggal 15 Desember lalu kedua negara saling berlakukan tarif impor tambahan, maka tentu isi kado Natal anak-anak serta tunjangan hari raya (THR) pegawai-pegawai di AS tidak akan semewah biasanya.

Hal itu dimungkinkan karena harga-harga barang elektronik di AS secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi barang-barang produksi China yang akan naik begitu perang tarif bertambah liar.

Data penjualan dan izin pembangunan rumah November di AS berada di atas prediksi pelaku pasar, bahkan menjadi rekor tertinggi sejak 2007. Data lain dari industri manufaktur juga membuat pasar saham sumringah semalam, terutama dari berakhirnya demonstrasi dari pabrikan mobil General Motors.

"Sebagian besar data menunjukkan ekonomi global semakin stabil dan ekonomi AS berada pada langkah yang solid," ujar Keith Lerner, chief market strategist di Truist/SunTrust Advisory Services di Atlanta. "Pasar sudah menyesuaikan potensi resesi yang saat ini sudah lebih rendah [daripada sebelumnya]."

Hasilnya, pasar saham AS menguat yang ditunjukkan oleh naiknya indeks Dow Jones Industrial Avg sebesar 0,11%, diikuti Nasdaq Composite 0,1%, dan S&P 500 0,03%.


 

Indeks Saham AS

Perubahan (%)

S&P 500

0.03

Dow Jones Industrial Avg

0.11

Nasdaq Composite

0.1

(irv/irv)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular