Newsletter

Tarif Impor AS-China Setuju Diberangus, Pasar Saham Bisa Cuss

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
08 November 2019 07:22
Tarif Impor AS-China Setuju Diberangus, Pasar Saham Bisa Cuss

Jakarta, CNBC Indonesia - Roda terus berputar, seperti halnya yang terjadi di pasar keuangan global kemarin. Pada perdagangan kemarin, (7/11/19), pasar keuangan dunia sempat bolak-balik dari sebelumnya dibuai prospek damai dari damai dagang Amerika Serikat (AS)-China, terkoreksi, dan kemudian menguat lagi.

Tak ada hujan tak ada badai, di tengah kemesraan yang terjalin sejak akhir September, Beijing tidak menyetujui lokasi pertemuan yang sejatinya digelar di tanah Negeri Paman Sam. Tidak hanya itu, tetiba China juga meminta agar tarif impor tambahan yang sudah dikenakan pada barang-barangnya September lalu, dibatalkan.


Inisiatif dan permintaan tersebut ternyata berdampak besar. Pelaku pasar keuangan ragu terhadap realisasi pertemuan kedua negara yang diprediksi terjadi sebelum akhir tahun, sehingga penundaan mimpi damai dagang pun sudah terbayang di depan mata dan sukses memantik kekhawatiran.

Di dalam negeri, sentimen negatif itu ada tambahannya. Sentimen negatif dari data penjualan ritel yang 2 hari lalu diumumkan ternyata masih berbekas, ditambah kekhawatiran terhadap permintaan Presiden Joko Widodo terhadap penyesuaian turun suku bunga perbankan terhadap suku bunga acuan Bank Indonesia yakni 7 days reverse repo rate (7DRRR) yang sudah lebih dulu turun.

Wajar memang permintaan tersebut. Bank sentral sudah tidak tanggung-tanggung menggunakan senjata moneternya tersebut empat kali dalam 4 bulan berturut-turut, tepatnya pada rapat dewan gubernur (RDG) Juli, Agustus, September, dan Oktober.

Suku bunga acuan Tanah Air sudah turun dari 6% di awal tahun menjadi 5,75% pada Juli, 5,5% pada Agustus, 5,25% pada September, dan 5% pada Oktober.

Sementara suku bunga bank sentral diturunkan, pelaku industri perbankan masih serius berkompetisi menghimpun simpanan dari publik di tengah likuiditas yang mulai seret dengan penyebab utamanya adalah kekhawatiran terjadap perang dagang AS-China di luaran sana.


Guna memenangkan persaingan memungut likuiditas dari publik secara instan, tentu dapat dilakukan dengan menjaga suku bunga kreditnya di level yang sama, atau bahkan ada yang masih offside dengan menaikkan bunga kreditnya dan bunga simpanannya, meskipun tipis-tipis.

Kondisi itulah yang membuat pemerintah gerah terhadap potensi yang bisa datang dari geliat ekonomi tertunda karena perbankan belum juga. Dalam pidatonya Rabu (6/11/19), Presiden Joko Widodo menginginkan penurunan suku bunga mulai dilakukan.

"BI rate [7DRRR] sudah turun, bank-nya belum. Ini saya tunggu. Tepuk tangan berarti setuju. Ok saya catat lagi," ujar presiden pada sambutan pembukaan Indonesia Banking Expo 2019.

Hasilnya, ditambah 'basian' atau sisa-sisa sentimen negatif dari angka penjualan ritel yang kurang memuaskan serta dari global, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dikeroyok tanpa ampun oleh sentimen negatif hingga menjadi indeks utama negara Asia yang paling nyusrug.

IHSG, yang masih saja kondang dengan nama lama Indeks Komposite Jakarta (JCI) di kuping investor global, sempat amblas 1,58% kemarin. Penderitaan portofolio itu pun kemudian berakhir dengan koreksi yang tersisa 51 poin atau setara 0,84% pada penutupan pasar.



Investor asing pun membukukan aksi jual bersih di pasar reguler Rp 1,21 triliun, tertinggi sejak 6 Agustus, hingga menggenapi aksi jual bersih sejak awal tahun di pasar reguler saham mencapai Rp 20,38 triliun. Dari 28 hari perdagangan sejak Oktober, investor dengan label foreigner sudah mencatatkan 21 hari jualan dibanding 7 hari yang membukukan aksi beli bersih reguler.

Hasilnya, tujuh indeks sektoral memerah kemarin, terutama sektor barang konsumsi sebagai indeks sektoral yang masih paling 'dihajar pasar' serta menjadi bulan-bulanan investor. Koreksi yang terjadi mencapai 1,71%, diikuti koreksi di sektor tambang, aneka industri, dan agribisnis.

Dua sektor lain yang masih selamat dari amuk masa kemarin adalah industri dasar dan properti-konstruksi.

Dengan tambahan sentimen negatif dari domestik tersebut, pasar saham di Indonesia yang sempat berusaha melawan di sesi dua ternyata masih tenggelam di zona merah ketika lonceng penutupan bursa berbunyi, terutama karena koreksi yang sudah terlalu dalam membuat IHSG tak mampu mengangkat indeks ke zona hijau.

Koreksi IHSG terjadi ketika mayoritas pasar saham Benua Kuning lain mulai terangkat di akhir sesi perdagangan masing-masing karena hadirnya kejutan dari kesepakatan dagang AS-China.

China mengabarkan bahwa pihaknya telah mencapai kesepakatan dengan AS untuk menghapuskan bea masuk tambahan yang sudah dikenakan oleh masing-masing negara selama perang dagang berlangsung, kutip CNBC.com.

Kedua belah pihak dinyatakan telah setuju untuk secara bersama-sama menghapuskan bea masuk yang menyasar produk impor dari masing-masing negara senilai ratusan miliar tersebut, berdasarkan keterangan Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China.

Gao juga menambahkan bahwa kedua belah pihak kini diyakini semakin dekat untuk menandatangani kesepakatan dagang tahap satu, yang sudah digodok sampai lelah dalam 2 pekan terakhir. Alhasil, kekhawatiran yang sempat terjadi dan membuat indeks saham Asia utama memerah di awal perdagangan, terusir sudah.

Titik cerah tersebut, yang juga menandai bahwa gertakan China yang sempat membuat pasar keuangan gemetar, berhasil membuat AS berpikir ulang dan akhirnya menyepakati poin tentang penghapusan tarif impor yang terlanjur berlaku tersebut.

[Gambas:Video CNBC]

Tekanan pada IHSG ternyata juga terjadi di pasar keuangan domestik lain, yaitu pasar obligasi. Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu ditunjukkan oleh seri acuan (benchmark) FR0078 yang bertenor 10 tahun. Turunnya harga membuat yield seri tersebut naik 3,9 basis poin (bps) menjadi 7%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga turun maka akan mendorong yield-nya naik, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Selain FR0078, tiga seri lain yang juga menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

 

Yield Obligasi Negara Acuan 7 Nov'19

Seri

Jatuh tempo

Yield 6 Nov'19 (%)

Yield 7 Nov'19 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar IBPA 7 Nov'19 (%)

FR0077

5 tahun

6.423

6.447

2.40

6.3986

FR0078

10 tahun

6.964

7.003

3.90

6.973

FR0068

15 tahun

7.443

7.444

0.10

7.3801

FR0079

20 tahun

7.664

7.666

0.20

7.6269

Sumber: Refinitiv

Kondisi rupiah pada perdagangan kemarin lebih baik daripada pasar saham dan pasar SUN. Karena koreksinya tidak terlalu dalam sepanjang hari, nilai mata uang garuda sempat beralih ke zona hijau menjelang penutupan akibat adanya kejutan positif dari China tadi.

Besaran US$ 1 disetarakan pasar dengan Rp 13.990/dolar AS kala penutupan pasar spot, yang artinya rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Padahal, koreksi 0,14% sempat melanda rupiah yang terjebak di zona merah dan dolar AS cukup nyaman di kisaran Rp 14.000/dolar AS hingga jelang tutup pasar.

Sentimen positif yang menyelamatkan Benua Kuning dari koreksi pun berhembus hingga ke Eropa. Angin segar yang sama telah membuat pelaku pasar di Benua Biru sumringah dan tidak takut memburu instrumen saham yang dijajakan di bursa masing-masing negara guna mengejar keuntungan lebih daripada instrumen lain.



Indeks pan-Eropa Stoxx 600 ditutup naik 0,29%, sekaligus melanjutkan penguatan dan mencetak rekor tertinggi baru sepanjang masa yang disumbang saham sektor otomotif. Indeks lain yang menguat termasuk FTSE 100 di Inggris (0,13%), DAX di Jerman (0,83%), dan CAC di Prancis (0,41%).

Pergerakan pasar yang positif masih terjadi di Eropa setelah Bank sentral Inggris yakni Bank of England mengejutkan pasar di mana dua dari sembilan anggota komite kebijakan moneter (Monetary Policy Committee/MPC) memilih untuk memangkas suku bunga. Hal tersebut merupakan kejutan karena sejak dalam lebih dari 1 tahun terakhir, sembilan anggota MPC selalu bersuara bulat untuk mempertahankan suku bunga 0,75%.

Sampai saat ini, BoE menjadi bank sentral utama dunia yang tidak mengikuti kebijakan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS. Namun suara-suara agar suku bunga dipangkas akhirnya muncul, yang membuat poundsterling KO. Kejutan tersebut sempat membawa poundsterling Inggris terkoreksi.

Tidak berhenti di Eropa, di AS, pernyataan Gao ternyata juga diamini pejabat di bawah pemerintahan presiden Donald Trump dan sukses membawa Wall Street bergoyang riang.

Indeks utama Dow Jones Industrial Average naik 182 poin atau 0,7%, yang didukung kenaikan saham emiten alat berat Caterpillar dan produsen pesawat Boeing di atas 1%. Pergerakan indeks tersebut turut membubungkan posisinya kembali menembus rekor tertinggi baru sepanjang masa.

Indeks utama AS lain yang juga mengukir rekor tertinggi adalah S&P 500 yang naik 0,3% dengan penggerak utama dari sektor finansial yang menguat 0,7% serta saham-saham sektor energi yang terapresiasi 1,6%. Sementara itu, indeksnya saham teknologi yakni Nasdaq Composite naik 0,3%, sebelum sempat 8.483,16.

Pertama, sentimen terbesar akan disumbangkan ke pasar keuangan domestik tentu akan datang dari damai dagang AS-China. Tali silaturahmi yang semakin erat di antara keduanya tentu tidak hanya jadi pajangan belaka dan dapat menjadi pengobat asa bagi pasar Asia dan pasar domestik pagi ini, setelah sebelumnya hancur layaknya dihajar massa.

Kedua, positifnya Wall Street yang disebabkan sentimen damai dagang tentu diharapkan dapat menularkan dampak beruntun (collateral damage) ke pasar keuangan Benua Kuning dan pasar keuangan domestik. Penguatan pasar saham AS yang hanya sekedar basa-basi tadi pagi diharapkan dapat memompa optimisme pelaku pasar global untuk lebih gencar memburu instrumen investasi dan membuat harganya menguat di pasar.

Ketiga, pengumuman data neraca pembayaran, termasuk defisit dari transaksi berjalan (current account deficit/CAD) akan diumumkan pemerintah hari ini. Transaksi berjalan merupakan neraca yang menggambarkan pasokan devisa valas dari ekspor-impor barang dan jasa.

Hingga saat ini, transaksi berjalan Indonesia terus mencatat defisit sejak 2011, yang artinya potensi fluktuasi rupiah lebih besar lagi ketika terjadi guncangan di pasar keuangan global. Hal itu disebabkan mata uang Tanah Air bergantung kepada pasokan devisa dari investasi portofolio di sektor keuangan yang bisa datang dan pergi kapan saja tanpa permisi.

Untuk data CAD, beberapa ekonom memprediksi angka kuartal III-2019 bisa di bawah 3% karena ada potensi perbaikan ketimbang kuartal sebelummya. Jika prediksi itu benar dan artinya membaik, maka tentu siap-siap menikmati weekend yang lebih ceria dibandingkan dengan biasanya.

Keempat,
kemarin pasar keuangan belum menikmati data cadangan devisa valas (cadev). Tidak ada salahnya tentu jika kita memanfaatkan sisa sentimen positif kemarin dapat bercampur sentimen positif dari global sehingga dapat menambah daya dorong IHSG dan pasar keuangan untuk melonjak lebih tinggi lagi di penghujung pekan, hari ini.

Kelima,
sejak kemarin, pengumuman penghuni baru MSCI Indonesia ditunggu-tunggu pasar. Pagi ini, secara resmi perusahaan yang 'memproduksi' indeks MSCI Inc sudah mengumumkan beberapa hasil kajian beberapa indeks baru mereka, termasuk MSCI Indonesia.

Tercatat saham peritel perkakas PT Ace Hardware Tbk (ACES) dan operator ponsel PT XL Axiata Tbk (EXCL) masuk ke dalam MSCI Global Indonesia Index, bersama dengan enam saham lain untuk menjadi penghuni baru MSCI Small Cap Indonesia Index.

Keenam saham tersebut adalah peritel ponsel PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), produsen batu bara PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), operator ponsel PT Indosat Tbk (ISAT), perusahaan properti PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO), produsen spare part otomotif PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM), dan holding media Grup Emtek PT Surya Citra Media Tbk (SCMA). Masuknya delapan saham itu akan efektif pada 26 November.

Sehingga, sentimen positif individu saham yang baru masuk ke indeks bergengsi tersebut tentu dapat menyumbangkan tambahan katalis bagi pasar secara keseluruhan. Berikut agenda bursa dan ekonomi pekan ini:

Jumat (8/11/19)
Neraca pembayaran/neraca berjalan 3Q-2019, Indonesia. 10:00 WIB.

Neraca perdagangan Oktober, China. 10:00 WIB.
Pencatatan saham perdana PT Ginting Jaya Energi Tbk. 09:00 WIB.
Pencatatan saham perdana PT Singaraja Putra Tbk (SINI). 09:00 WIB.
Rapat Umum Pemegang Saham PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS). 09:30 WIB.


Sabtu (9/11/19)
Inflasi, China. 08:30 WIB.



Berikut ini sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (3Q-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Oktober 2019 YoY)

3,13%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019)

5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (2Q-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (2Q-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (Oktober 2019)

US$ 126,7 miliar



TIM RISET CNBC Indonesia
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular