Newsletter

Kala The Fed & Perang Dagang AS-China Buat Galau nan Bimbang

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
30 October 2019 06:07
Kala The Fed & Perang Dagang AS-China Buat Galau nan Bimbang
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak terbatas sepanjang perdagangan kemarin (29/10/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga obligasi pemerintah menguat tipis, sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak stagnan.

Kemarin, sejatinya IHSG lebih banyak bersemayam di zona merah. Akan tetapi menjelang penutupan perdagangan, bursa saham acuan Ibu Pertiwi sprint dan akhirnya berhasil ditutup menguat 0,25% ke level 6.281,14 indeks poin. Ini berarti, sudah 2 hari beruntun IHSG mencatatkan reli.


Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (+1,64%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+1,43%), PT Astra International Tbk/ASII (+1,09%), PT Maha Properti Indonesia Tbk/MPRO (+19,59%), dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk/INKP (+4,84%).

Kemudian, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun cenderung stagnan dengan hanya turun tipis 0,9 basis poin (bps). Meskipun yield hanya terkoreksi tipis setidaknya ini masih menandakan harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan.

Sementara itu, kala penutupan pasar spot, US$ 1 setara dengan Rp 14.020, sama persis degan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. Padahal mata uang utama Benua Kuning cenderung menguat di hadapan dolar AS.

Hanya dolar Hong Kong, rupee India, dan dolar Singapura masih masih tertinggal di zona merah. Sedangkan yang menguat adalah yuan China, yen Jepang, won Korea Selatan ringgit Malaysia, peso Filipina, baht Thailand, dan dolar Taiwan.



Pasar keuangan Indonesia bergerak terbatas karena digentayangi aksi ambil untung alias profit taking.

Dari pasar saham, IHSG sudah membukukan apresiasi yang signifikan. Sepanjang bulan Oktober (hingga penutupan perdagangan kemarin), IHSG sudah membukukan penguatan sebesar 1,56% (dihitung dari akhir September). Oleh karena itu, wajar jika pelaku pasar ingin merealisasikan keuntungannya.

Sedangkan rupiah galau karena menanti rilis data penting, yakni laju inflasi bulan Oktober di akhir pekan ini. Konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulan ini sebesar 3,27% year-on-year (YoY), melambat dibandingkan September yaitu 3,39%.

Di lain pihak, pasar keuangan Indonesia masih mampu membukukan penguatan karena hubungan dagang AS dan China yang kian mesra.

Presiden AS Donald Trump mengungkapkan kesepakatan damai dagang fase I bisa selesai lebih cepat dari perkiraan. Awalnya, kesepakatan tersebut direncanakan rampung pada pertengahan November, bersamaan dengan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Chile.

"Kami melihat ada kemungkinan (kesepakatan damai dagang fase I) lebih cepat dari jadwal. Akan ada sebuah kesepakatan yang sangat besar, tetapi kami menyebutnya fase I," ungkap Trump kepada wartawan sebelum kunjungan kerja ke Chicago, seperti diberitakan Reuters.

Menurut Trump, kesepakatan fase I tersebut akan sangat menguntungkan para petani AS. Tidak hanya itu, kebutuhan perbankan juga diperhatikan. "Saya bisa katakan kesepakatan ini akan sedikit lebih cepat dari jadwal, atau malah jauh lebih cepat," ujarnya.

Damai dagang memang sangat didamba oleh pelaku pasar global dengan harapan bahwa tercapainya kesepakatan akan membuat arus perdagangan dan investasi bersemi kembali. Roda pertumbuhan ekonomi pun bakal lebih baik.

(BERLANJUT KE HALAMAN DUA)
Beralih ke bursa saham utama AS, tiga indeks utama Wall Street kompak mengakhiri perdagangan di zona merah seiring dengan rilis kinerja keuangan emiten yang di bawah ekspektasi pasar.

Data pasar menunjukkan indeks Nasdaq anjlok 0,59% ke 8.276,99 poin, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terkoreksi 0,07% ke 27.071,46 poin. Kemudian indeks S&P 500 melemah 0,08% menjadi 3.036,89 poin.

Perusahaan energi raksasa asal Inggris, British Petroleum, melaporkan penurunan laba bersih hingga 41% secara tahunan pada kuartal ketiga tahun ini. Keuntungan perusahaan anjlok seiring dengan pendapatan hulu yang lebih rendah, harga minyak yang terkoreksi, dan dampak biaya pemeliharaan serta cuaca, dilansir CNBC International.

Kemudian, sepanjang kuartal kemarin, HSBC hanya dapat membukukan laba bersih sebesar US$ 2,97 mliar, turun dari capaian kuartal II-2019 yang mencapai US 4,37 miliar. Selain itu, perolehan laba bersih perusahaan juga lebih rendah dari konsensus yang dihimpun FactSet, yakni di level US$ 3,96 miliar.

Kelesuan bisnis terutama sangat terasa di kawasan Amerika dan Eropa. Karenanya, HSBC mengatakan akan mempercepat upaya untuk memangkas biaya dan merombak bisnis perusahaan, dilansir dari Reuters.

"Bagian dari bisnis kami, terutama Asia, bertahan dengan baik di lingkungan yang menantang di kuartal ketiga. Namun, di beberapa bidang, kinerjanya tidak dapat diterima, terutama kegiatan bisnis di dalam benua Eropa, bank non-ring-fenced bank di Inggris, dan AS," kata Kepala Eksekutif Sementara HSBC Noel Quinn.

"Rencana kami sebelumnya tidak lagi cukup untuk meningkatkan kinerja bisnis ini, mengingat prospek pertumbuhan pendapatan yang lebih lemah. Karena itu, kami mempercepat rencana untuk merombaknya, dan memindahkan modal ke pertumbuhan yang lebih tinggi dan mengembalikan peluang," tambah Quinn.

Lalu. Alphabet yang merupakan induk Google melaporkan laba bersih US$ 10,12 per saham, atau di bawah ekspektasi analis dalam polling Refinitiv yang memproyeksikan laba bersih per saham senilai US$ 12,42 per unit, seperti diwartakan CNBC International.

Analis Guggenheim Michael Morris menunjukkan bahwa kenaikan biaya memicu pelemahan kinerja raksasa mesin pencari internet tersebut. Belanja pegawai yang meningkat, terutama di pos pemasaran dan riset pengembangan menjadi pendorong utama biaya.

Namun, rilis kinerja Merk & Co Inc serta Pfizer Inc yang membukukan kinerja kuartal III-2019 yang memuaskan membantu indeks DJIA dan indeks S&P 500 untuk ditutup hampir stagnan dengan koreksi yang terbatas.

(BERLANJUT KE HALAMAN TIGA) Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu dinamika di Wall Street yang kurang apik. Semoga sentimen negatif akibat rilis performa keuangan yang buruk pada perusahaan AS tidak menekan risk appetite investor untuk berburu instrumen keuangan di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Sentimen kedua adalah terkait kelanjutan hubungan dagang antara AS dan China di mana investor menaruh harapan besar bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dapat menekan kesepakatan dagang saat gelaran KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) bulan depan di Chile.

Namun sepertinya harapan pelaku pasar pupus. Pasalnya, salah satu pejabat Gedung Putih menyampaikan bahwa kesepakatan fase pertama antara Washington dan Beijing mungkin tidak dapat selesai tepat waktu untuk dapat ditanda tangani saat pemimpin kedua negara bertemu di Chile, dilansir dari Reuters.

Meskipun begitu, pejabat tersebut menegaskan bahwa hal ini bukan berarti hubungan dagang kedua negara berantakan, tapi hanya butuh waktu yang lebih banyak untuk finalisasi teks perjanjian.

"Jika penandatanganan tidak dapat dilakukan di Chile, bukan berarti kesepakatan berantakan. Itu hanya berarti belum siap," ujar pejabat tersebut.

"Tujuan kami adalah untuk menandatanganinya di Chile. Namun terkadang teks perjanjian belum siap. Akan tetapi terdapat kemajuan yang baik dan kami berharap untuk menandatangani perjanjian di Chile."

Hal ini sangat disayangkan karena sebelumnya Trump menyampaikan bahwa kesepakatan dapat dicapai lebih cepat dari jadwal.

"Saya bisa katakan kesepakatan ini akan sedikit lebih cepat dari jadwal, atau malah jauh lebih cepat," ujarnya.

Kemudian perhatian pelaku pasar global juga akan tertuju pada sentimen ketiga yakni pertemuan anggota dewan pengambil kebijakan Bank Sentral AS (Federal Open Market Committee/FOMC) yang akan dimulai hari ini, di mana pada Kamis (31/10/2019) Gubernur The Fed Jerome Powell akan mengumumkan tingkat suku bunga acuan,

Merujuk pada situs CME Fedwatch, sehari menjelang rapat dimulai, probabilitas bahwa The Fed akan memangkas federal funds rate sebesar 25 basis poin kini menjadi 97,3%, dari posisi hari sebelumnya yang ada di level 95,1%.

Dari angka tersebut terlihat bahwa pelaku pasar bertaruh cukup besar bahwa Jerome Powell dan kolega akan kembali memangkas suku bunga acuan pada bulan ini. Namun, sejatinya fokus investor lebih ke pada paparan hasil rapat untuk mencari sinyal arah kebijakan moneter AS ke depannya.

Lalu yang terakhir, sentimen keempat yakni peluang aksi ambil untung (profit taking) yang sangat berpotensi menghampiri pasar keuangan Ibu Pertiwi. Hal ini sudah dapat terlihat pada pergerakan IHSG kemarin yang mayoritas melemah.

Terlebih lagi, hari ini akan ada gelombang demo buruh yang meminta kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) lebih besar.

Ribuan buruh akan melakukan demo menolak kenaikan upah minimum 2020 sebesar 8,51% berdasarkan surat edaran menteri ketenagakerjaan, mereka menuntut UMP/UMK 2020 dinaikkan antara 10-15%.

Biasanya, pada saat gelombang demo menyerbu, investor memilih undur diri sambil menunggu situasi domestik kembali terkendali. Meskipun ini merupakan agenda tahunan, tapi aksi demo buruh merugikan beberapa perusahaan karena mengganggu aktifitas produksi, terutama bagi perusahaan padat karya.

(BERLANJUT KE HALAMAN EMPAT Simak Agenda dan Data Berikut Ini

Berikut adalah rilis data ekonomi yang akan terjadi hari ini:

• Penjualan ritel bulan September, Jepang (06:50 WIB)
• Laju inflasi kuartal III-2019, Australia (07:30 WIB)
• Indeks kepercayaan bisnis bulan Oktober, Belanda (12:30 WIB)
• Tingkat pengangguran bulan Oktober, Denmark (15:55 WIB)
• Indeks kepercayaan bisnis bulan Oktober, Uni Eropa (17:00 WIB)
• Penciptaan lapangan kerja non pertanian bulan Oktober versi Automatic Data Processing (ADP), AS (19:15 WIB)
• Pembacaan awal pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019, AS (19:30 WIB)
• Jumlah persediaan minyak mentah minggu keempat bulan Oktober, AS (21:30 WIB)
• Pembacaan awal indeks harga konsumen (IHK) bulan Oktober, Jerman

Berikut adalah agenda aksi korporasi perusahaan publik yang akan terjadi hari ini:

• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) pukul 14:00 WIB
• Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Sigmagold Inti Perkasa Tbk (TMPI)
• Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Hero Supermarket Tbk (HERO)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (September 2019 YoY)

3,39%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019)

5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (September2019)

US$ 124,3 miliar


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular