Newsletter

Mampukah Kabinet Baru Jokowi Kerek Kinerja Pasar Keuangan RI?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 October 2019 06:54
Mampukah Kabinet Baru Jokowi Kerek Kinerja Pasar Keuangan RI?
Foto: Presiden RI Jokowi (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditransaksikan menguat pada perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (22/10/2019). Pada perdagangan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,43%, rupiah terapresiasi 0,28% di pasar spot melawan dolar AS, dan imbal hasil (yield) obligasi terbitan pemerintah Indonesia tenor 10 tahun turun 3 bps.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.


Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga menutup hari di zona hijau: indeks Shanghai menguat 0,5%, indeks Hang Seng naik 0,23%, indeks Straits Times terapresiasi 0,69%, dan indeks Kospi bertambah 1,16%. Untuk diketahui, perdagangan di bursa saham Jepang kemarin diliburkan seiring dengan penobatan kaisar Jepang.

Optimsime bahwa AS-China akan mampu meneken kesepakatan dagang menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa dirinya optimistis kesepakatan dagang AS-China tahap satu akan bisa ditandatangani dalam gelaran KTT APEC di Chili pada 16-17 November mendatang.

"Saya rasa itu (draf kesepakatan dagang) akan ditandatangani dengan cukup mudah, semoga saja pada saat KTT di Chili, di mana Presiden Xi dan saya akan berada," kata Trump di Gedung Putih.

"Kami bekerja dengan China dengan sangat baik," sambungnya menambahkan.



Sementara itu, Wakil Perdana Menteri China Liu He mengatakan bahwa Beijing akan bekerjasama dengan Washington guna memecahkan permasalahan-permasalahan di bidang perdagangan. Menurutnya, kedua belah pihak telah membuat kemajuan yang signifikan dalam hal perdagangan. Liu kemudian menambahkan bahwa menghentikan perang dagang akan menjadi hal yang positif untuk kedua negara, begitu juga untuk perekonomian global.

Wajar jika pelaku pasar begitu mengapresiasi ademnya hubungan AS-China di bidang perdagangan.

Pasalnya, hingga saat ini kedua negara telah mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor dari masing-masing negara senilai ratusan miliar. Bahkan, AS telah bersikap lebih keras dengan memblokir perusahaan-perusahaan asal China dari melakukan bisnis dengan AS.

Pada Mei 2019, Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.

Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 68 entitas yang terafiliasi dengan Huawei Technologies dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.

Dalam keterangan resmi yang diperoleh CNBC Indonesia dari halaman Federal Register, pemerintah AS beralasan bahwa terdapat dasar yang cukup untuk mengambil kesimpulan bahwa Huawei telah terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang bertentangan dengan keamanan nasional atau arah kebijakan luar negeri dari AS.

Bukan hanya keamanan nasional, Hak Asasi Manusia (HAM) juga dijadikan alasan oleh pihak AS untuk memblokir perusahaan asal China dalam upayanya untuk memenangkan perang dagang. Per tanggal 9 Oktober 2019, AS resmi memasukkan 28 entitas asal China ke dalam daftar hitam, di mana sebanyak delapan di antaranya merupakan perusahaan teknologi raksasa asal China.

Dimasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China tersebut membuat mereka tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.

Jika AS dan China benar bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu, ada peluang bea masuk tambahan yang kini sudah diterapkan dan pemblokiran terhadap perusahaan-perusahaan asal China bisa dicabut. Jika ini yang terjadi, roda perekonomian dunia bisa dipacu untuk berputar lebih kencang.

BERLANJUT KE HALAMAN 2 -> Sudah Menguat Cukup Signifikan di Awal Pekan, Wall Street Rehat Dulu
Beralih ke AS, Wall Street mencetak koreksi pada perdagangan hari Selasa: indeks Dow Jones turun 0,15%, indeks S&P 500 melemah 0,36%, dan indeks Nasdaq Composite terkoreksi 0,72%.

Wall Street harus rehat dulu pasca sudah menguat dengan lumayan signifikan pada perdagangan hari Senin (21/10/2019). Kala itu, indeks Dow Jones naik 0,21%, indeks S&P 500 menguat 0,69%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 0,91%.

Apalagi, rilis kinerja keuangan pada perdagangan kemarin juga tak mendukung bagi pelaku pasar saham AS untuk melakukan aksi beli. Saham McDonald’s misalnya, tercatat ambruk 5% pasca melaporkan penjualan dan laba bersih yang berada di bawah ekspektasi para analis untuk periode kuartal III-2019.

Walau begitu, secara keseluruhan musim rilis kinerja keuangan kali ini terbilang oke. Melansir CNBC International, hingga Selasa pagi sebanyak lebih dari 19% perusahaan anggota indeks S&P 500 telah merilis kinerja keuangan. Dari perusahaan-perusahaan tersebut, sebanyak hampir 80% mampu mengalahkan eksepktasi analis.

Di sisi lain, sejatinya ada positif bagi bursa saham AS yang datang dari komentar positif yang kembali diterbar oleh China terkait hubungan dengan AS di bidang perdagangan. Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yucheng mengatakan bahwa AS dan China telah mencapai perkembangan dalam negosiasi dagang kedua negara, seperti dilansir dari Reuters. Menurut Le, segala perbedaan yang ada antara AS dan China bisa diselesaikan selama keduanya menghormati satu sama lain.

“Selama kita saling menghormati satu sama lain dan bekerjasama dengan azaz keadilan, tidak ada perbedaan yang tak dapat diselesaikan antara China dan AS,” kata Le.

“Yang China inginkan adalah memberikan kehidupan yang lebih baik bagi rakyatnya. Kami tak ingin merenggut apapun dari pihak lain. Tidaklah ada ceritanya bahwa China ingin menggantikan ataupun mengancam pihak lain,” katanya guna semakin mendinginkan suasana dengan AS.

Dirinya kemudian menjelaskan bahwa AS dan China telah mencapai banyak hal melalui kerjasama selama bertahun-tahun.

“Untuk apa kita melepaskan capaian-capaian dari kerjasama tersebut?”

Jika benar AS-China bisa meneken kesepakatan dagang pada bulan depan, tentu ini akan menjadi kabar yang sangat positif bagi kedua negara lantaran roda perekonomian masing-masing negara bisa dipacu untuk berputar lebih kencang. Asal tahu saja, kesepakatan dagang AS-China bisa menjadi kunci untuk membebaskan kedua negara dari yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.

Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.

Beralih ke China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.

Pada pekan lalu, China mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.

Untuk diketahui, laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2% saja sudah merupakan laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.

BERLANJUT KE HALAMAN 3 -> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Pada perdagangan hari ini, Rabu (23/10/2019), pelaku pasar patut mencermati beberapa sentimen. Pertama, kinerja Wall Street yang melempem. Sebagai kiblat dari pasar keuangan dunia, merahnya Wall Street pada perdagangan kemarin tentu berpotensi memantik aksi jual di pasar keuangan Asia pada hari ini.

Sentimen kedua yang perlu dicermati pelaku pasar adalah perkembangan terkait hubungan AS-China di bidang perdagangan. Jika pada hari ini kembali terdapat komentar bernada positif dari pihak AS maupun China, optimisme pelaku pasar untuk melakukan aksi beli di pasar keuangan Asia bisa membuncah.

Ketiga, pelaku pasar patut mencermati pengumuman komposisi kabinet yang akan mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memerintah selama lima tahun ke depan.

Pada pagi hari ini, Jokowi dijadwalkan mengumumkan sekaligus melantik para menteri yang akan menghiasi kabinet barunya bersama dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Sejatinya, Jokowi sempat menyampaikan bahwa pengumuman terkait kabinet yang akan mendampinginya di periode dua akan dilakukan pada hari Senin pagi (21/10/2019). Namun nyatanya, pada hari Senin dan Selasa Jokowi justru masih sibuk melakukan seleksi.

Sejauh ini, penerimaan pasar terhadap nama-nama yang diundang Jokowi ke Istana Negara guna mengikuti seleksi menteri terbilang positif. Beberapa nama dari kalangan profesional terlihat bedatangan ke Istana Negara guna berbincang dengan sang presiden, seperti Pendiri Gojek Nadiem Makarin, CEO NET Wishnutama, serta Pendiri Mahaka Group Erick Thohir.

Nama-nama dari kalangan profesional tersebut diharapakan akan bisa memberikan nuansa baru bagi kabinet Jokowi.

Di sisi lain, nama-nama lama yang memiliki rekam jejak oke di periode satu pemerintahan Jokowi nyatanya masih akan dipertahankan, Sri Mulyani misalnya. Kemarin, Sri Mulyani selaku menteri keuangan di periode satu Jokowi menghampiri Istana Negara. Pasca berada di dalam Istana Negara selama sekitar satu setengah jam, Sri Mulyani keluar dan menyampaikan jika dirinya diminta untuk tetap menjadi menteri keuangan.

"Pak Presiden minta saya sampaikan ke media untuk tetap menjadi menteri keuangan," kata Sri Mulyani di Istana Negara, Selasa (22/10/2019).

Sri Mulyani menambahkan jika dirinya diminta untuk menggunakan seluruh kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi.

"Bekerja sama dengan menko perekonomian dalam rangka membangun ekonomi lebih baik," tambah Sri Mulyani.

Sri Mulyani memang merupakan salah satu nama yang begitu diinginkan pelaku pasar untuk kembali dibawa oleh Jokowi ke periode dua. Pelaku pasar yang merupakan CEO sebuah lembaga pemeringkat internasional mengatakan bahwa Sri Mulyani sudah pas ditempatnya dan ada baiknya dipertahankan sebagai menteri keuangan.

"Dua jempol untuk Sri Mulyani bisa menjaga stabilitas fiskal dan makro secara baik di tengah gempuran ketidakstabilan kondisi ekonomi global," tuturnya.

Sementara itu, kalangan bankir berpendapat sama.

"Sri Mulyani mengetahui dengan pasti kondisi keuangan negara dan tak ada lagi yang bisa menggantikannya untuk saat ini," terang salah seorang bankir senior.

Tim Riset CNBC Indonesia juga berpendapat bahwa Sri Mulyani merupakan salah satu menteri yang wajib dipertahankan oleh Jokowi.

Sepanjang periode satu pemerintahan Jokowi, Sri Mulyani mengambil keputusan yang berani dengan meningkatkan utang dalam jumlah yang besar guna membiayai pembangunan. Hal ini dilakukannya guna mengompensasi penerimaan negara yang relatif lemah lantaran perekonomian global sedang melambat.

Tambahan utang di era Jokowi yang begitu pesat banyak dialokasikan untuk membangun infrastruktur, sebuah faktor yang sangat krusial dalam memajukan sebuah perekonomian.

Walaupun secara gencar menambah utang, Sri Mulyani tetap tidak melupakan yang namanya prinsip kehati-hatian. Semenjak kembali ke Indonesia untuk menjadi menteri keuangan di pemerintahan Jokowi, defisit fiskal selalu dijaga di level yang rendah. 

Setelah Sri Mulyani, giliran Basuki Hadimuljono selaku menteri PUPR di periode satu Jokowi yang menyambangi Istana Negara. Basuki menyampaikan bahwa dirinya mendapat tugas dari Jokowi untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur. Memang, Basuki tak secara tersurat mengucapkan jabatan menteri PUPR, tapi secara tersirat bisa ditebak bahwa jabatan menteri PUPR bakal kembali diembannya.

Basuki kemudian menjelaskan dengan lebih rinci bahwa perintah dari Jokowi untuk periode kedua adalah melanjutkan pembangunan infrastruktur dan juga menghubungkan infrastruktur yang dibangun dengan kawasan khusus seperti pariwisata, industri, dan lainnya. Selain itu, juga dibahas soal progres persiapan pembangunan ibu kota baru.

Di periode satu pemerintahan Jokowi, kinerja Basuki bisa dibilang cemerlang. Deretan proyek infrastruktur nan-krusial dengan baik dieksekusi pembangunannya. Beberapa proyek bahkan sudah rampung dan bisa dinikmati masyarakat.

Tak hanya proyek jumbo macam Jalan Tol Trans Jawa dan Jalan Trans Papua, proyek-proyek lainnya macam bendungan yang secara nilai investasi bisa dibilang mini namun sesungguhnya krusial guna mestimulasi sendi-sendiri perekonomian di berbagai daerah di Indonesia, juga diamankan oleh Basuki.

Kembali hadirnya Sri Mulyani dan Basuki di kabinet Jokowi diharapkan akan membawa perekonomian Indonesia semakin baik di masa depan.

Jika nama-nama yang diumumkan Jokowi pada hari ini sesuai dengan nama-nama yang sudah mengunjungi Istana Negara dalam dua hari terakhir, tentu akan menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan tanah air.

Sentimen keempat yang perlu dicermati pelaku pasar adalah terkait dengan gelaran Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI). Pada hari ini, RDG BI untuk periode Oktober 2019 akan dimulai dan dijadwalkan berakhir besok (24/10/2019), diikuti oleh pengumuman tingkat suku bunga acuan. 

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7-Day Reverse Repo Rate akan dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5%. Jika benar terealisasi, maka akan menandai pemangkasan tingkat suku bunga acuan selama empat bulan beruntun.

Kala tingkat suku bunga acuan dipangkas lagi, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Lantaran konsensus menunjukkan bahwa para ekonom meyakini tingkat suku bunga acuan akan kembali dipangkas, sangat mungkin bahwa aksi beli di pasar keuangan tanah air akan mulai dilakukan sedari hari ini juga.

BERLANJUT KE HALAMAN 4 -> Simak Data dan Agenda Berikut

Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:

  • Rilis data tingkat inflasi Singapura periode September 2019 (12:00 WIB)
  • Rilis data perubahan cadangan minyak AS untuk minggu yang berakhir pada tanggal 18 Oktober (21:30 WIB)


Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Kuartal II-2019)

5,05% YoY

Inflasi (September 2019)

3,39% YoY

BI 7 Day Reverse Repo Rate (September 2019)

5,25%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Kuartal II-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Kuartal II-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (September 2019)

US$ 124,3 miliar

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular