
Jokowi Siap Umumkan Kabinet, IHSG Akan Tancap Gas?

Pada perdagangan hari ini, Senin (21/10/2019) pelaku pasar patut mencermati beberapa sentimen. Sentimen pertama adalah seputar pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kemarin, Minggu (20/10/2019), Jokowi resmi mengemban periode keduanya sebagai presiden pasca dilantik di Gedung MPR/DPR RI. Ditemani wakilnya yang baru yakni Ma'ruf Amin, Jokowi akan kembali menjadi nahkoda Indonesia selama lima tahun ke depan.
Jokowi mengatakan bahwa pengumuman terkait kabinet yang akan mendampinginya di periode dua akan dilakukan pagi hari ini. Jokowi memberikan bocoran bahwa kabinet barunya akan diramaikan oleh wajah-wajah baru. Hal tersebut dikemukakan Jokowi saat memberikan keterangan pers sebelum bertolak ke Gedung MPR/DPR RI untuk dilantik.
"Besok dilihat. [...] Masih banyak [muka lama], tapi yang baru lebih banyak," kata Jokowi di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Minggu (20/10/2019).
Pengumuman susunan kabinet oleh Jokowi berpotensi besar mengerek pasar keuangan tanah air, setidaknya dalam jangka pendek. Sejauh ini, ada satu nama yang begitu diinginkan pelaku pasar untuk kembali dibawa oleh Jokowi ke periode dua, yakni Sri Mulyani Indrawati yang dalam periode satu Jokowi menjabat sebagai menteri keuangan.
Pelaku pasar yang merupakan CEO sebuah lembaga pemeringkat internasional mengatakan bahwa Sri Mulyani sudah pas ditempatnya dan ada baiknya dipertahankan sebagai Menteri Keuangan.
"Dua jempol untuk Sri Mulyani bisa menjaga stabilitas fiskal dan makro secara baik di tengah gempuran ketidakstabilan kondisi ekonomi global," tuturnya.
Sementara itu, kalangan bankir berpendapat sama.
"Sri Mulyani mengetahui dengan pasti kondisi keuangan negara dan tak ada lagi yang bisa menggantikannya untuk saat ini," terang salah seorang bankir senior.
Tim Riset CNBC Indonesia juga berpendapat bahwa Sri Mulyani merupakan salah satu menteri yang wajib dipertahankan oleh Jokowi.
Sepanjang periode satu pemerintahan Jokowi, Sri Mulyani mengambil keputusan yang berani dengan meningkatkan utang dalam jumlah yang besar guna membiayai pembangunan. Hal ini dilakukannya guna mengompensasi penerimaan negara yang relatif lemah lantaran perekonomian global sedang melambat.
Tambahan utang di era Jokowi yang begitu pesat banyak dialokasikan untuk membangun infrastruktur, sebuah faktor yang sangat krusial dalam memajukan sebuah perekonomian.
Walaupun secara gencar menambah utang, Sri Mulyani tetap tidak melupakan yang namanya prinsip kehati-hatian. Semenjak kembali ke Indonesia untuk menjadi menteri keuangan di pemerintahan Jokowi, defisit fiskal selalu dijaga di level yang rendah.
Jika susunan kabinet terbaru dari Jokowi sesuai dengan ekspektasi, maka tentu ada peluang bahwa pasar keuangan tanah air akan bergerak naik. Sebaliknya, jika posisi-posisi penting justru malah dialokasikan kepada politisi dan bukan profesional, aksi jual bisa menerpa pasar keuangan Indonesia.
Sentimen kedua yang patut dicermati pelaku pasar adalah terkait dengan hubungan AS-China di bidang perdagangan. Sejauh ini, perekonomian masing-masing negara terbukti sudah begitu tersakiti oleh perang dagang yang sudah berlangsung lebih dari satu setengah tahun tersebut.
Pada pekan lalu, China mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.
Untuk diketahui, laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2% saja merupakan laju pertumbuhan ekonomi terlemah dalam setidaknya 27 tahun, seperti dilansir dari CNBC International.
Beralih ke AS, pada pekan lalu penjualan barang-barang ritel periode September 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 0,3% secara bulanan. Padahal, konsensus yang dihimpun oleh Forex Factory memperkirakan ada pertumbuhan sebesar 0,3%.
Jika sampai ada perkembangan yang tak mengenakan terkait perang dagang AS-China, besar kemungkinan bahwa pasar keuangan tanah air akan menutup hari di zona merah.
Sentimen ketiga yang patut dicermati oleh pelaku pasar keuangan tanah air adalah perkembangan terkait proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa alias Brexit. Sejatinya, pada pekan lalu Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah berhasil mengamankan kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa.
Namun, semua berubah menjadi bencana pada hari Sabtu (19/10/2019) kala parlemen Inggris menolak untuk melakukan pemungutan suara terhadap kesepakatan Brexit tersebut dan justru menggolkan amandemen yang mengharuskan pemerintah Inggris untuk meminta tenggat waktu Brexit dimundurkan dari yang saat ini 31 Oktober 2019.
Pemerintah Inggris pun pada akhirnya tunduk dan meminta kepada Uni Eropa untuk memperanjang tenggat waktu Brexit. Presiden Dewan Uni Eropa Donald Tusk mengatakan bahwa pihaknya telah menerima surat dari pemerintah Inggris terkait permintaan untuk memperanjang tenggat waktu Brexit dan dirinya akan mulai berbincang dengan pimpinan negara-negara Uni Eropa terkait dengan hal tersebut.
Untuk diketahui, sebelumnya Uni Eropa sudah memberikan perpanjangan tenggat waktu Brexit kepada Inggris sebanyak dua kali. Dikhawatirkan, tak akan ada lagi perpanjangan yang diberikan kepada Inggris.
Kalau ini yang terjadi, Inggris terancam keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun (no-deal Brexit). Sebelumnya, Bank of England yang merupakan bank sentral Inggris telah memperingatkan bahwa no-deal Brexit bisa mendorong Inggris jatuh ke jurang resesi.
BERLANJUT KE HALAMAN 4 -> Simak Data dan Agenda Berikut
(ank/ank)