
Newsletter
Trade War: Bursa Asia Euforia, Wall Street Justru Was-Was
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 October 2019 06:42

Investor masih perlu mencermati beberapa sentimen utama yang menggerakkan pasar pada hari ini. Setidaknya ada tiga sentimen utama yang investor perlu cermati.
Pertama dan yang paling utama adalah perkembangan perang dagang AS-China. Masih ada waktu kurang lebih empat pekan untuk melihat apakah dalam kurun waktu tersebut hubungan kedua belah pihak masih akan memanas atau tidak sebelum menuju ke perundingan “fase dua”. Investor masih belum bisa tenang sebelum kesepakatan antara AS-China tidak abu-abu dan benar-benar jelas.
Bagaimanapun juga perang dagang yang terjadi selama kurang lebih 15 bulan ini telah membuat perekonomian AS dan China terguncang.
Ekonomi AS tumbuh melambat dicirikan dengan indeks PMI manufaktur yang berada di angka 47,8 terparah sejak 10 tahun terakhir serta indeks PMI jasa AS yang juga melambat dan mencatatkan rekor terendahnya sejak 2016.
Ekonomi China pun tumbuh melambat. Angka pertumbuhan ekonomi China pada kuartal kedua tercatat sebesar 6,2% atau paling rendah dalam 27 tahun terakhir. Selain itu, aktivitas ekspor dan impor China di bulan September juga mengalami kontraksi.
Ekspor China turun 3,2% year on year pada September 2019 menjadi US$ 218,12 miliar setelah turun 1% pada bulan sebelumnya. Penurunan ekspor China di angka 3,2% melebihi perkiraan pasar yang hanya memprediksi besaran kontraksi di angka 3% saja. Selain itu penurunan ekspor di bulan September merupakan yang terendah di tahun ini sejak Februari lalu.
Impor China merosot 8,5% dari tahun sebelumnya menjadi US$ 178,47 miliar pada September 2019. Turun lebih rendah dibandingkan dengan konsensus pasar yang hanya memperkirakan turun sebesar 5,2% saja setelah penurunan 5,6% pada Agustus. Ini adalah penurunan impor tahunan kelima secara berturut-turut.
Kedua, investor juga perlu mencermati pergerakan harga komoditas. Lagi-lagi masih soal perang dagang yang jadi biang kerok harga komoditas seperti minyak dan batu bara tertekan. Kemarin, harga minyak dan batu bara kembali amblas.
Harga minyak kontrak berjangka jenis Brent ditutup melemah 1,92% sementara itu harga minyak acuan jenis West Texas Intermediet/ Light Sweet juga ditutup terkoreksi sebesar 2,03%. Dalam enam bulan terakhir harga minyak Brent dan Light Sweet telah terkoreksi masing-masing sebesar 16,6% dan 15,5%.
Penurunan harga minyak terus terjadi seiring dengan adanya perang dagang AS-China yang membuat kekhawatiran akan menurunnya permintaan minyak mentah dunia. Pasalnya China merupakan salah satu negara importir minyak terbesar di dunia. Selain itu isu oversuplai juga masih membayangi jika negara-negara eksportir minyak OPEC tidak memiliki komitmen kuat untuk memangkas kapasitas produksinya.
BERLANJUT KE HALAMAN 4 >> (twg/twg)
Pertama dan yang paling utama adalah perkembangan perang dagang AS-China. Masih ada waktu kurang lebih empat pekan untuk melihat apakah dalam kurun waktu tersebut hubungan kedua belah pihak masih akan memanas atau tidak sebelum menuju ke perundingan “fase dua”. Investor masih belum bisa tenang sebelum kesepakatan antara AS-China tidak abu-abu dan benar-benar jelas.
Bagaimanapun juga perang dagang yang terjadi selama kurang lebih 15 bulan ini telah membuat perekonomian AS dan China terguncang.
Ekonomi AS tumbuh melambat dicirikan dengan indeks PMI manufaktur yang berada di angka 47,8 terparah sejak 10 tahun terakhir serta indeks PMI jasa AS yang juga melambat dan mencatatkan rekor terendahnya sejak 2016.
Ekonomi China pun tumbuh melambat. Angka pertumbuhan ekonomi China pada kuartal kedua tercatat sebesar 6,2% atau paling rendah dalam 27 tahun terakhir. Selain itu, aktivitas ekspor dan impor China di bulan September juga mengalami kontraksi.
Ekspor China turun 3,2% year on year pada September 2019 menjadi US$ 218,12 miliar setelah turun 1% pada bulan sebelumnya. Penurunan ekspor China di angka 3,2% melebihi perkiraan pasar yang hanya memprediksi besaran kontraksi di angka 3% saja. Selain itu penurunan ekspor di bulan September merupakan yang terendah di tahun ini sejak Februari lalu.
Impor China merosot 8,5% dari tahun sebelumnya menjadi US$ 178,47 miliar pada September 2019. Turun lebih rendah dibandingkan dengan konsensus pasar yang hanya memperkirakan turun sebesar 5,2% saja setelah penurunan 5,6% pada Agustus. Ini adalah penurunan impor tahunan kelima secara berturut-turut.
Kedua, investor juga perlu mencermati pergerakan harga komoditas. Lagi-lagi masih soal perang dagang yang jadi biang kerok harga komoditas seperti minyak dan batu bara tertekan. Kemarin, harga minyak dan batu bara kembali amblas.
Harga minyak kontrak berjangka jenis Brent ditutup melemah 1,92% sementara itu harga minyak acuan jenis West Texas Intermediet/ Light Sweet juga ditutup terkoreksi sebesar 2,03%. Dalam enam bulan terakhir harga minyak Brent dan Light Sweet telah terkoreksi masing-masing sebesar 16,6% dan 15,5%.
Penurunan harga minyak terus terjadi seiring dengan adanya perang dagang AS-China yang membuat kekhawatiran akan menurunnya permintaan minyak mentah dunia. Pasalnya China merupakan salah satu negara importir minyak terbesar di dunia. Selain itu isu oversuplai juga masih membayangi jika negara-negara eksportir minyak OPEC tidak memiliki komitmen kuat untuk memangkas kapasitas produksinya.
BERLANJUT KE HALAMAN 4 >> (twg/twg)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular