Newsletter

Friksi Dagang AS-China Mengendur, Tapi Ketegangan Masih Ada

Tirta Widi Citradi, CNBC Indonesia
14 October 2019 06:53
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ketegangan perang dagang AS-China perlahan memang mencair. Namun imbas dari drama tersebut telah membuat ekonomi kedua negara tumbuh melambat. Ekonomi AS tumbuh melambat dicirikan dengan indeks PMI manufaktur yang berada di angka 47,8 terparah sejak 10 tahun terakhir serta indeks PMI jasa AS yang juga melambat dan mencatatkan rekor terendahnya sejak 2016.

Perlambatan ini berpotensi membuat otoritas moneter AS, Federal Reserves (The Fed), kembali melonggarkan kebijakan moneternya pada akhir Oktober nanti. Pertemuan Federal Open Market Comittee (FOMC) dijadwalkan akan berlangsung 30 Oktober ini. semua mata sedang tertuju pada keputusan The Fed nantinya apakah akan kembali memangkas suku bunga acuan atau tidak.

Setelah urat saraf ketegangan perang dagang AS-China mengendur, kita kembali dihadapkan pada drama perang dagang lain antara AS dan Eropa yang konon katanya bisa lebih mengerikan dibandingkan dengan China.

Mengutip data Kantor Perwakilan Dagang AS, impor AS dari Uni Eropa bernilai US$ 683,9 miliar pada 2018. Pada tahun yang sama, impor dari China 'hanya' US$ 557,9. Sementara ekspor AS ke Uni Eropa tercatat US$ 574,5 miliar dan ke China adalah US$ 179,2 miliar. Kalau melihat angka-angka ini, maka dampak friksi dagang AS-Eropa memang lebih besar.

Perang dagang AS-Eropa timbul setelah organisasi perdagangan dunia (WTO) memenangkan gugatan AS atas tuduhan subsidi ilegal Eropa kepada Airbus yang membuat persaingan tidak sehat. Akibatnya kerugian yang dicapai Amerika per tahunnya mencapai US$ 7,5 miliar.

WTO telah merestui AS untuk mengenakan tarif terhadap barang dari Eropa. Beberapa produk dari Eropa seperti wine Perancis, keju dari Italia hingga whiskey dari Irlandia akan dikenakan tarif per 18 Oktober ini. Tidak menutup kemungkinan bahwa Eropa akan melakukan retaliasi atas aksi ini. Di tengah carut marut perekonomian Eropa dan juga tensi geopolitik yang tinggi, perang dagang AS-Eropa tentu akan meningkatkan ketidakpastian global dan mengancam perekonomian global untuk kembali melambat.

Tidak hanya AS-Eropa saja yang panas. Ketegangan juga terjadi di Timur Tengah menyusul serangan dua peluru kendali ke tanker pengangkut minyak Iran yang melintas di dekat Pelabuhan Jeddah. Peristiwa ini memicu kenaikan harga minyak mentah jenis Brent dan light sweet yang masing-masing 2,39% dan 2,15%.

Ketegangan yang terjadi ini mengakibatkan kekhawatiran bahwa pasokan minyak akan berkurang drastis seperti terjadi setelah penyerangan drone ke fasilitas kilang minyak Arab Saudi yang menyebabkan produksi minyak Arab Saudi berkurang 5,7 juta barel per hari. Ketika pasokan minyak berkurang drastis sedangkan permintaan masih relatif sama, harga minyak berpotensi melambung tinggi. Hal ini tentu akan memberatkan ekonomi negara-negara importir minyak salah satunya adalah Indonesia.

Dari dalam negeri hari ini akan diumumkan pertumbuhan kredit bulan Agustus. Angka pertumbuhan kredit menjadi tolok ukur apakah pelaku usaha melakukan ekspansi atau tidak. Angka pertumbuhan kredit diprediksi tumbuh 9,3% atau lebih rendah dari periode sebelumnya yang berada di angka 9,58%.


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


(twg/sef)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular