
Newsletter
Sentimen Turunnya Suku Bunga AS dan Eropa Kompak Angkat Pasar
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
10 September 2019 07:28

Asa damai dagang AS-China yang kini kembali membuncah sukses memantik aksi beli di pasar saham. Bara yang sedang dikesampingkan pasar atau bahkan diinkubasi sehingga tidak liar hingga hari ini tersebut ditambah ekspektasi adanya penurunan suku bunga acuan di AS serta suku bunga simpanan di Eropa.
Lebih lanjut, aksi beli dilakukan di bursa saham Asia seiring dengan ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan dalam pertemuannya pada pekan depan. Ekspektasi tersebut datang seiring dengan lemahnya pasar tenaga kerja AS.
Pada hari Jumat (6/9/2019), penciptaan lapangan kerja AS (di luar sektor pertanian) periode Agustus 2019 diumumkan sebanyak 130.000 saja, jauh di bawah konsensus yang sebanyak 158.000 dan dari prediksi Trading Economics 151.000 angkatan kerja. Untuk diketahui, pasar tenaga kerja merupakan satu dari dua indikator utama yang dicermati The Fed dalam menentukan keputusan terkait suku bunga acuan, selain juga inflasi.
Berbicara mengenai inflasi, saat ini tingkat inflasi AS berada di level yang rendah. Untuk diketahui, acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur tingkat inflasi adalah Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index.
Data teranyar, Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index tercatat tumbuh sebesar 1,6% secara tahunan pada Juli 2019, masih cukup jauh di bawah target The Fed yang sebesar 2%.
Lebih lanjut, Gubernur The Fed Jerome Powell juga mengeluarkan pernyataan bernada dovish yang membuat pelaku pasar kian yakin bahwa bank sentral akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan yang akan digelar pekan depan.
Melansir CNBC International, pada hari Jumat kemarin Powell menegaskan bahwa pihaknya akan terus bertindak sebagaimana mestinya (as appropriate) untuk mempertahankan ekspansi ekonomi yang saat ini tengah berlangsung.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures pagi ini probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan minggu depan berada di level 93,5%, naik dari posisi kemarin di 90%.
Sekedar mengingatkan, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam pertemuannya pada bulan Juli, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam.
Pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut diharapkan akan bisa menghindarkan perekonomian AS dari yang namanya hard landing, istilah untuk menyebut perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.
Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.
Dengan adanya pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian AS akan berputar lebih kencang.
Bukan hanya hard landing, pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut diharapkan bisa menghindarkan perekonomian AS dari resesi. Sinyal datangnya resesi di AS sebelumnya disuarakan sendiri oleh pasar obligasinya.
Terhitung dalam periode 23-29 Agustus 2019, yield obligasi AS tenor 2 tahun ditutup melampaui yield obligasi AS tenor 10 tahun. Fenomena ini disebut sebagai inversi.
Untuk diketahui, inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield obligasi tenor pendek berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko ketimbang tenor pendek.
Beralih ke Negeri Trump, Penantian pasar akan pengumuman suku bunga bank-bank sentral dunia, membuat Wall Street bergerak datar setelah dibuka menguat pada awal sesi perdagangan pagi.
Indeks Dow Jones naik 38,05 poin atau 0,14% ke 26.835,51 dan S&P 500 turun 0,28 poin atau 0,01% ke 2.978,43. Kejatuhan terjadi pada indeks Nasdaq yang kaya akan perusahaan teknologi, dengan koreksi 15,64 poin atau 0,19% ke 8.807,44.
"Pasar menyerap keuntungan dari minggu lalu, dan ... sedang menunggu dan melihat mengenai pertemuan Bank Sentral Eropa," kata Quincy Krosby, kepala strategi pasar di Prudential Financial di Newark, New Jersey sebagaimana dikutip dari Reuters.
Hal senada juga diutarakan Art Hogan, Kepala Strategi Pasar di National Securities. "Investor sedang wait and see. Ini tentang dua minggu penuh keuntungan dan mereka tidak sedang memikirkan (keuntungan) itu lagi," katanya sebagaimana dilansir AFP.
Minggu ini, Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan akan memperkenalkan langkah-langkah stimulus baru pada pertemuan pada hari Kamis (12/9/2019).
Pekan lalu kenaikan saham sebagian besar dikarenakan kekhawatiran tentang negosiasi perdagangan AS-China.
Sementara itu, Senin kemarin, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan ia tidak melihat ancaman resesi karena pemerintahan Trump berusaha untuk menghidupkan kembali negosiasi perdagangan dengan China. Ia yakin akan ada pertumbuhan positif untuk ekonomi AS ke depan.
BERSAMBUNG KE HAL 3
(irv)
Lebih lanjut, aksi beli dilakukan di bursa saham Asia seiring dengan ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan dalam pertemuannya pada pekan depan. Ekspektasi tersebut datang seiring dengan lemahnya pasar tenaga kerja AS.
Pada hari Jumat (6/9/2019), penciptaan lapangan kerja AS (di luar sektor pertanian) periode Agustus 2019 diumumkan sebanyak 130.000 saja, jauh di bawah konsensus yang sebanyak 158.000 dan dari prediksi Trading Economics 151.000 angkatan kerja. Untuk diketahui, pasar tenaga kerja merupakan satu dari dua indikator utama yang dicermati The Fed dalam menentukan keputusan terkait suku bunga acuan, selain juga inflasi.
Berbicara mengenai inflasi, saat ini tingkat inflasi AS berada di level yang rendah. Untuk diketahui, acuan yang digunakan oleh The Fed untuk mengukur tingkat inflasi adalah Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index.
Data teranyar, Core Personal Consumption Expenditures (PCE) price index tercatat tumbuh sebesar 1,6% secara tahunan pada Juli 2019, masih cukup jauh di bawah target The Fed yang sebesar 2%.
Lebih lanjut, Gubernur The Fed Jerome Powell juga mengeluarkan pernyataan bernada dovish yang membuat pelaku pasar kian yakin bahwa bank sentral akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada pertemuan yang akan digelar pekan depan.
Melansir CNBC International, pada hari Jumat kemarin Powell menegaskan bahwa pihaknya akan terus bertindak sebagaimana mestinya (as appropriate) untuk mempertahankan ekspansi ekonomi yang saat ini tengah berlangsung.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures pagi ini probabilitas bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertemuan minggu depan berada di level 93,5%, naik dari posisi kemarin di 90%.
Sekedar mengingatkan, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 25 bps dalam pertemuannya pada bulan Juli, menandai pemangkasan pertama sejak tahun 2008 silam.
Pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut diharapkan akan bisa menghindarkan perekonomian AS dari yang namanya hard landing, istilah untuk menyebut perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.
Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.
Dengan adanya pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian AS akan berputar lebih kencang.
Bukan hanya hard landing, pemangkasan tingkat suku bunga acuan lebih lanjut diharapkan bisa menghindarkan perekonomian AS dari resesi. Sinyal datangnya resesi di AS sebelumnya disuarakan sendiri oleh pasar obligasinya.
Terhitung dalam periode 23-29 Agustus 2019, yield obligasi AS tenor 2 tahun ditutup melampaui yield obligasi AS tenor 10 tahun. Fenomena ini disebut sebagai inversi.
Untuk diketahui, inversi merupakan sebuah fenomena di mana yield obligasi tenor pendek berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan tenor panjang. Padahal dalam kondisi normal, yield tenor panjang akan lebih tinggi karena memegang obligasi tenor panjang pastilah lebih berisiko ketimbang tenor pendek.
Beralih ke Negeri Trump, Penantian pasar akan pengumuman suku bunga bank-bank sentral dunia, membuat Wall Street bergerak datar setelah dibuka menguat pada awal sesi perdagangan pagi.
Indeks Dow Jones naik 38,05 poin atau 0,14% ke 26.835,51 dan S&P 500 turun 0,28 poin atau 0,01% ke 2.978,43. Kejatuhan terjadi pada indeks Nasdaq yang kaya akan perusahaan teknologi, dengan koreksi 15,64 poin atau 0,19% ke 8.807,44.
"Pasar menyerap keuntungan dari minggu lalu, dan ... sedang menunggu dan melihat mengenai pertemuan Bank Sentral Eropa," kata Quincy Krosby, kepala strategi pasar di Prudential Financial di Newark, New Jersey sebagaimana dikutip dari Reuters.
Hal senada juga diutarakan Art Hogan, Kepala Strategi Pasar di National Securities. "Investor sedang wait and see. Ini tentang dua minggu penuh keuntungan dan mereka tidak sedang memikirkan (keuntungan) itu lagi," katanya sebagaimana dilansir AFP.
Minggu ini, Bank Sentral Eropa (ECB) diperkirakan akan memperkenalkan langkah-langkah stimulus baru pada pertemuan pada hari Kamis (12/9/2019).
Pekan lalu kenaikan saham sebagian besar dikarenakan kekhawatiran tentang negosiasi perdagangan AS-China.
Sementara itu, Senin kemarin, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan ia tidak melihat ancaman resesi karena pemerintahan Trump berusaha untuk menghidupkan kembali negosiasi perdagangan dengan China. Ia yakin akan ada pertumbuhan positif untuk ekonomi AS ke depan.
BERSAMBUNG KE HAL 3
(irv)
Next Page
Faktor yang Dapat DIcermati Hari Ini
Pages
Most Popular