Newsletter

Dag-Dig-Dug Tunggu Sinyal MH Thamrin, ke Mana Angin Berembus?

Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
17 July 2019 06:15
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Foto: HUT Amerika Serikat di Washington D.C. (REUTERS/Joshua Roberts)
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu dinamika di Wall Street yang lesu. Semoga pesimisme yang melanda di Wall Street tidak menular ke Asia, termasuk Indonesia.

Sentimen kedua adalah jelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang hasilnya akan diumumkan pada Kamis (18/7/2019).

Sentimen ini sudah mulai memberikan efek pada pasar keuangan Indonesia karena pelaku pasar menantikan bagaimana respon dari Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega terkait kode keras dari Bank Sentral AS/The Fed yang sudah menunjukkan sinyal kuat pemangkasan federal funds rate (suku bunga acuan AS).

Konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia menyimpulkan bahwa RDG edisi Juli memperkirakan BI akan menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%. Pasalnya, dari 14 institusi yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, hanya dua yang memperkirakan suku bunga acuan masih bertahan di 6%.

Pelaku pasar meyakini bahwa dengan adanya hawa pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara maju, arus hot money akan menyerbu Indonesia yang notabene-nya menawarkan tingkat imbal hasil yang cukup menarik dibandingkan negara-negara tetangga.

Ambil contoh dari obligasi negara. Imbal hasil (yield) surat utang pemerintah Indonesia tenor 10 tahun ada di 7,103%. Lebih tinggi ketimbang instrumen serupa di Malaysia (3,62%), Thailand (2%), Filipina (4,94%), sampai India (6,331%).

Jika suku bunga acuan benar-benar turun, maka akan menjadi penurunan pertama sejak Agustus 2017. Untuk diketahui, sepanjang 2018, suku bunga acuan naik enam kali tanpa pernah turun. Sedangkan pada semester pertama tahun ini selalu berada di level 6%.



Sentimen ketiga adalah perang dagang AS dan China yang tampaknya akan kembali berlarut-larut. Pasalnya, Presiden AS Donald Trump mengatakan jalan masih panjang untuk kesepakatan dengan China dan bahkan mengancam akan akan mengenakan tarif tambahan atas barang impor Negeri Tiongkok senilai US$ 325 miliar, dilansir CNBC International.

Jika perang dagang terus berlangsung, hal ini bisa membuat investor khawatir dan enggan masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang.

Sentimen keempat adalah situasi di Timur Tengah yang mulai mendingin. Trump mengatakan pada Selasa waktu setempat banyak kemajuan telah dibuat dengan Iran dan tidak memberikan detil lebih. Namun Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan bahwa Iran telah siap untuk melakukan negosiasi tentang program misilnya, dikutip CNBC International. 

Harga minyak mentah global langsung anjlok. Pada pukul 05:30 WIB harga minyak jenis Brent merosot 3,32% ke US$ 112,38/barel, sedangkan harga minyak jenis WTI anjlok 3,29% ke US$ 59,94/barel.

Koreksi harga minyak adalah berkah bagi rupiah. Sebab penurunan harga minyak bisa membuat biaya impor komoditas ini lebih murah. Sesuatu yang tentu menguntungkan bagi negara net importir minyak seperti Indonesia.

(BERLANJUT KE HALAMAN EMPAT) (dwa/dwa)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular