
Newsletter
Dag-Dig-Dug Tunggu Sinyal MH Thamrin, ke Mana Angin Berembus?
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
17 July 2019 06:15

Dari Wall Street, indeks utama tidak lagi berada di rekor tertinggi pada penutupan perdagangan Selasa (16/7/2019). Ini setelah rilis laporan keuangan bank besar menambah kekhawatiran bahwa tingkat suku bunga rendah akan mengikis laba perusahaan.
Terlebih lagi komentar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait dialog dagang antara AS dan China turut menyeret kinerja indeks utama Wall Street.
Data pasar menunjukkan Dow Jones Industrial Average (DJIA) tergelincir 0,1% dan mengakhiri reli 4 hari beruntun. S&P 500 ditutup 0,3% lebih rendah setelah menguat 5 hari berturut-turut. Kemudian Nasdaq Composite mengakhiri perdagangan dengan terkoreksi 0,4%.
Dua bank besar asal AS, JO Morgan Chase & CO dan Wells Fargo & Co berhasil mengungguli ekspektasi laba kuartal II tahun ini, tetapi di saat bersamaan melaporkan pendapatan bunga bersih yang lebih rendah karena tingginya kenaikan biaya deposito. Hal serupa juga sebelumnya dilaporkan oleh Citi Group yang juga mencatatkan penurunan pada marjin bunga bersih, dilansir dari CNBC International.
"Harapannya adalah kurva imbal hasil akan tetap datar, jadi Anda masih akan terus melihat marjin bunga bersih tertekan, dan itu akan mengganggu profitabilitas," kata Michael O'Rourke, kepala strategi pasar Jones Trading di Connecticut, dikutip dari Reuters.
Sejauh ini, baru sekitar 5% perusahaan yang terdaftar di indeks S&P 500 melaporkan kinerja kuartal II-2019, di mana lebih dari 85% (dari 5% tersebut) menunjukkan hasil yang lebih baik dari proyeksi pasar, dilansir CNBC International.
Di lain pihak, Trump mengatakan bahwa Washington dan Beijing memiliki "jalan panjang" dalam negosiasi dagang dan bahkan menambahkan Negeri Paman Sam dapat mengenakan bea masuk tambahan pada barang-barang impor asal China senilai US$ 325 miliar "jika kita mau", dikutip CNBC International.
Padahal, sebelumnya diketahui bahwa kedua negara sepakat untuk tidak mengenakan tarif tambahan dan bersedia memulai babak baru, usai pemimpin kedua negara mengadakan bertemu di sela-sela pertemuan KTT G20 di Osaka, Jepang, akhir bulan lalu.
"Melihat musim pendapatan ini, pertanyaan utamanya adalah: Apakah ketidakpastian perdagangan akan kembali menyebabkan bisnis menarik pengeluaran dan investasi sehingga mulai membebani pendapatan?" ujar Tom Essaye, pendiri Sevens Report, dikutip dari CNBC International.
"Jika ada bukti bahwa bisnis di luar industri yang berfokus pada China juga mulai menjadi lebih konservatif (menahan pengeluaran), maka itu akan negatif besar bagi pendapatan di masa depan," tambah Essaye.
(BERLANJUT KE HALAMAN TIGA) (dwa/dwa)
Terlebih lagi komentar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait dialog dagang antara AS dan China turut menyeret kinerja indeks utama Wall Street.
Data pasar menunjukkan Dow Jones Industrial Average (DJIA) tergelincir 0,1% dan mengakhiri reli 4 hari beruntun. S&P 500 ditutup 0,3% lebih rendah setelah menguat 5 hari berturut-turut. Kemudian Nasdaq Composite mengakhiri perdagangan dengan terkoreksi 0,4%.
Dua bank besar asal AS, JO Morgan Chase & CO dan Wells Fargo & Co berhasil mengungguli ekspektasi laba kuartal II tahun ini, tetapi di saat bersamaan melaporkan pendapatan bunga bersih yang lebih rendah karena tingginya kenaikan biaya deposito. Hal serupa juga sebelumnya dilaporkan oleh Citi Group yang juga mencatatkan penurunan pada marjin bunga bersih, dilansir dari CNBC International.
"Harapannya adalah kurva imbal hasil akan tetap datar, jadi Anda masih akan terus melihat marjin bunga bersih tertekan, dan itu akan mengganggu profitabilitas," kata Michael O'Rourke, kepala strategi pasar Jones Trading di Connecticut, dikutip dari Reuters.
Sejauh ini, baru sekitar 5% perusahaan yang terdaftar di indeks S&P 500 melaporkan kinerja kuartal II-2019, di mana lebih dari 85% (dari 5% tersebut) menunjukkan hasil yang lebih baik dari proyeksi pasar, dilansir CNBC International.
Di lain pihak, Trump mengatakan bahwa Washington dan Beijing memiliki "jalan panjang" dalam negosiasi dagang dan bahkan menambahkan Negeri Paman Sam dapat mengenakan bea masuk tambahan pada barang-barang impor asal China senilai US$ 325 miliar "jika kita mau", dikutip CNBC International.
Padahal, sebelumnya diketahui bahwa kedua negara sepakat untuk tidak mengenakan tarif tambahan dan bersedia memulai babak baru, usai pemimpin kedua negara mengadakan bertemu di sela-sela pertemuan KTT G20 di Osaka, Jepang, akhir bulan lalu.
"Melihat musim pendapatan ini, pertanyaan utamanya adalah: Apakah ketidakpastian perdagangan akan kembali menyebabkan bisnis menarik pengeluaran dan investasi sehingga mulai membebani pendapatan?" ujar Tom Essaye, pendiri Sevens Report, dikutip dari CNBC International.
"Jika ada bukti bahwa bisnis di luar industri yang berfokus pada China juga mulai menjadi lebih konservatif (menahan pengeluaran), maka itu akan negatif besar bagi pendapatan di masa depan," tambah Essaye.
(BERLANJUT KE HALAMAN TIGA) (dwa/dwa)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular