
Newsletter
Khasiat Powell Segera Kedaluwarsa, Saatnya Pantau Arah BI
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
15 July 2019 06:24

Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu dinamika di Wall Street yang positif. Diharapkan optimisme di sana bisa menular sampai ke Asia, tidak terkecuali Indonesia.
Namun, penguatan tersebut tampaknya akan dibatasi oleh sikap waspada investor yang menantikan rilis laporan keuangan sejumlah bank besar. Hari ini, Citigrup akan melaporkan capaian pendapatan kuartal kedua mereka di tahun 2019.
Sentimen kedua adalah arah kebijakan moneter global yang semakin jelas terkonfirmasi menuju pelonggaran. Paparan Jerome Powell dan risalah rapat The Fed telah memberikan kode keras kepada pelaku pasar bahwa besar kemungkinan Negeri Paman Sam juga akan mengikuti jejak Australia, India, Malaysia, dan Filipina yang telah duluan menurunkan suku bunga acuan mereka.
Usai Powell memberikan sinyal yang sangat dovish, dolar AS mengalami tekanan jual. Sejak Rabu (10/11/2019), Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,7%.
Jika pelemahan dolar AS berlanjut, maka rupiah bisa mendapat pelumas untuk melanjutkan penguatan dan membukukan reli 3 hari beruntun.
Selain itu, sinyal dari Powell diharapkan sudah cukup kuat untuk melunakkan hati Bank Indonesia (BI) untuk turut memangkas suku bunga acuan.
Sebagai informasi, pada Kamis ini (18/7/2019) BI akan kembali mengumumkan suku bunga acuan Tanah Air.
Sejauh ini, konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate turun 25 bps menjadi 5,75%. Jika terwujud, maka akan menjadi perubahan pertama sejak November tahun lalu.
Sentimen ketiga adalah rilis data neraca perdagangan Indonesia bulan Juni. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias minus 8,3% year-on-year (YoY). Sementara impor diperkirakan negatif 5,26% YoY dan neraca perdagangan diramal surplus US$ 516 juta.
Di lain pihak, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memproyeksi ekspor dan impor masing-masing turun 8,7% YoY dan 5% YoY. Neraca perdagangan diestimasi surplus US$ 690 juta.
Potensi surplus neraca perdagangan selama dua hari beruntun menjadi sentimen positif bagi aset-aset berbasis rupiah. Hal ini dikarenakan ketersediaan valas dari sektor perdagangan semakin membaik yang berarti fondasi rupiah semakin kokoh. Kokohnya rupiah membantu menghilangkan kekhawatiran investor akan resiko nilai tukar.
Akan tetapi pelaku pasar harap tetap waspada pada sentimen keempat yaitu potensi lonjakan harga minyak mentah global akibat badai yang terjadi di Teluk Meksiko.
Sejak awal pekan lalu, perusahaan minyak di kawasan tersebut menghentikan aktivitas produksi di beberapa fasilitas pengeboran karena badai tropis yang diramal akan menerpa kawasan tersebut. Alhasil total produksi minyak di kawasan Teluk Meksiko terpangkas hingga 1 juta barel/hari, nilai yang cukup signifikan untuk mengerek naik harga minyak dunia.
Kenaikan harga minyak akan membuat biaya impor komoditas emas hitam membengkak, dan semakin membebani transaksi berjalan (current account). Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar mata uang, karena mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Bila transaksi berjalan tertekan, rupiah akan dibayangi resiko pelemahan.
(BERLANJUT KE HALAMAN EMPAT) (dwa/dwa)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu dinamika di Wall Street yang positif. Diharapkan optimisme di sana bisa menular sampai ke Asia, tidak terkecuali Indonesia.
Namun, penguatan tersebut tampaknya akan dibatasi oleh sikap waspada investor yang menantikan rilis laporan keuangan sejumlah bank besar. Hari ini, Citigrup akan melaporkan capaian pendapatan kuartal kedua mereka di tahun 2019.
Sentimen kedua adalah arah kebijakan moneter global yang semakin jelas terkonfirmasi menuju pelonggaran. Paparan Jerome Powell dan risalah rapat The Fed telah memberikan kode keras kepada pelaku pasar bahwa besar kemungkinan Negeri Paman Sam juga akan mengikuti jejak Australia, India, Malaysia, dan Filipina yang telah duluan menurunkan suku bunga acuan mereka.
Usai Powell memberikan sinyal yang sangat dovish, dolar AS mengalami tekanan jual. Sejak Rabu (10/11/2019), Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,7%.
Jika pelemahan dolar AS berlanjut, maka rupiah bisa mendapat pelumas untuk melanjutkan penguatan dan membukukan reli 3 hari beruntun.
Selain itu, sinyal dari Powell diharapkan sudah cukup kuat untuk melunakkan hati Bank Indonesia (BI) untuk turut memangkas suku bunga acuan.
Sebagai informasi, pada Kamis ini (18/7/2019) BI akan kembali mengumumkan suku bunga acuan Tanah Air.
Sejauh ini, konsensus sementara yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate turun 25 bps menjadi 5,75%. Jika terwujud, maka akan menjadi perubahan pertama sejak November tahun lalu.
![]() |
Sentimen ketiga adalah rilis data neraca perdagangan Indonesia bulan Juni. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi alias minus 8,3% year-on-year (YoY). Sementara impor diperkirakan negatif 5,26% YoY dan neraca perdagangan diramal surplus US$ 516 juta.
Di lain pihak, konsensus pasar yang dihimpun Reuters memproyeksi ekspor dan impor masing-masing turun 8,7% YoY dan 5% YoY. Neraca perdagangan diestimasi surplus US$ 690 juta.
Potensi surplus neraca perdagangan selama dua hari beruntun menjadi sentimen positif bagi aset-aset berbasis rupiah. Hal ini dikarenakan ketersediaan valas dari sektor perdagangan semakin membaik yang berarti fondasi rupiah semakin kokoh. Kokohnya rupiah membantu menghilangkan kekhawatiran investor akan resiko nilai tukar.
Akan tetapi pelaku pasar harap tetap waspada pada sentimen keempat yaitu potensi lonjakan harga minyak mentah global akibat badai yang terjadi di Teluk Meksiko.
Sejak awal pekan lalu, perusahaan minyak di kawasan tersebut menghentikan aktivitas produksi di beberapa fasilitas pengeboran karena badai tropis yang diramal akan menerpa kawasan tersebut. Alhasil total produksi minyak di kawasan Teluk Meksiko terpangkas hingga 1 juta barel/hari, nilai yang cukup signifikan untuk mengerek naik harga minyak dunia.
Kenaikan harga minyak akan membuat biaya impor komoditas emas hitam membengkak, dan semakin membebani transaksi berjalan (current account). Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar mata uang, karena mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Bila transaksi berjalan tertekan, rupiah akan dibayangi resiko pelemahan.
(BERLANJUT KE HALAMAN EMPAT) (dwa/dwa)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular