
Newsletter
Kata-kata Powell Sejukkan Wall Street, Siap-siap Ngegas!
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
11 July 2019 07:00

Bursa Amerika Serikat (AS) dibuka meriah dan hampir beriringan dengan pidato Gubernur Federal Reserve Jerome Hayden 'Jay' Powell atau istilahnya "Powell Testimony" yang memang dijadwalkan tersebut.
Pada pembukaan perdagangan Rabu waktu setempat (10/7/2019) indeks Dow Jones Industrial Average (Dow Jones, DJIA) melompat 111 poin pada pembukaan pagi pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB).
Sepuluh menit kemudian, indeks ini memperbesar kenaikannya, menjadi sebesar 183 poin (0,7%) ke 26.967,12 setelah Powell menyatakan bahwa bank sentral akan "bertindak secara sesuai" untuk menjaga ekspansi setelah outlook ekonomi AS diperberat "arus yang melawan arah" dalam beberapa poin.
Di akhir perdagangan, DJIA, Nasdaq Composite, dan S&P 500 sumringah dengan penguatan masing-masing 0,29%, 0,75%, dan 0,45%. Bahkan sentimen Powell sempat membuat S&P 500 menguat hingga 3.000, mencetak rekor level tertinggi sepanjang masa indeks tersebut sejak dibuat pada 1957 silam.
Beberapa poin utama dalam "Powell Testimony" di depan Komisi Jasa Keuangan Kongres AS tersebut adalah, pertama, Powell mengatakan bahwa investasi swasta di seluruh penjuru AS melemah "terutama" akhir-akhir ini menyusul ketidakpastian yang membayangi outlook perekonomian.
Pelemahan investasi swasta ini merupakan hal serius, karena menyumbang 15% dari produk domestik bruto (PDB) Negeri Adidaya tersebut, menjadi kontributor terbesar kedua setelah konsumsi yang sumbangannya mencapai 60% dari perekonomian AS.
Dengan menekankan soal ini, Powell mengindikasikan bahwa perekonomian AS memerlukan stimulus, yang bisa dilakukan oleh bank sentral melalui pelonggaran moneter, yaitu penurunan suku bunga acuan (Fed Funds Rate).
Kedua, Powell menegaskan bahwa realisasi inflasi kini di bawah target yang dipatok Komite Pasar Terbuka The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) di atas plus-minus 2%. Menurut dia, ada risiko bahwa inflasi yang lemah bisa menjadi lebih akut dari yang sebelumnya diantisipasi.
Ini menjadi sinyal yang menegaskan bahwa suku bunga acuan harus diturunkan karena tidak ada kendala untuk tu dari sisi inflasi, dan bahkan sebaliknya penurunan suku bunga acuan bisa membantu mendorong konsumsi masyarakat--mengingat mayoritas dilakukan dengan kredit yang sensitif dengan suku bunga. Pada akhirnya, inflasi sehat bisa dicapai.
Ketiga, arus yang melawan arah (crosscurrent) yang dipicu oleh kenaikan eskalasi perang dagang dan keprihatinan seputar kekuatan ekonomi global. Dua faktor tersebut, menurut Powell, telah memperberat aktivitas ekonomi AS dan juga outlook-nya ke depan.
AS dan China telah berjibaku dalam perang dagang selama setahun lebih. Bulan lalu, kedua belah pihak sepakat untuk memulai negosiasi untuk mengakhiri pertikaian tersebut. Sementara itu, data ekonomi dari ekonomi negara maju di Kawasan Eropa tercatat melemah.
Ini lagi-lagi mengindikasikan perlunya bank sentral turun tangan membantu menangani persoalan ekonomi AS, dan global secara umum, melalui instrumen moneter, salah satunya berupa pemangkasan suku bunga acuan.
Keempat, Powell menegaskan bahwa bank sentral akan "bertindak secara sesuai" untuk menjaga momen ekspansi ekonomi yang saat ini berjalan. Ini mengindikasikan bahwa The Fed mengonfirmasi ekspektasi pelaku pasar akan adanya pemangkasan suku bunga acuan.
Hanya saja, pemangkasan itu kemungkinan tidak bakal agresif karena secara bersamaan Powell menegaskan bahwa perekonomian "berjalan dengan sangat baik" pada semester pertama 2019 dengan belanja konsumen yang sempat melemah pada kuartal pertama berhasil menguat di kuartal kedua.
Dengan kata lain, Gubernur The Fed ke-16 tersebut menyampaikan testimoninya setelah The Fed membuka peluang memangkas suku bunga acuannya dalam rapat sebelumnya pada Juni.
Mengutip piranti FedWatch yang mensurvei pelaku pasar, investor memfaktorkan peluang sebesar 100% atas pemangkasan suku bunga Fed Funds Rate pada 31 Juli. Ini karena tidak ada pelaku pasar yang memprediksi suku bunga akan bertahan di level yang sama.
Bahkan, potensi penurunan suku bunga sebesar 50 bps pada akhir Juli melebar menjadi 28,7% dari sebelumnya hanya 3,3% sehari sebelumnya. Pelaku pasar yang memprediksi penurunan suku bunga akhir bulan 25 bps berada pada angka 71,4%, turun dari 96,7% karena pindah memilih 50 bps seiring dengan semakin yakinnya dengan penurunan suku bunga acuan.
"Dengan melihat pada perkembangan terbaru, Gubernur The Fed baru saja mengonfirmasi bahwa kondisi ekonomi telah memburuk," ujar Head of U.S. rates BMO Capital Markets Ian Lyngen, sebagaimana dikutip CNBC International.
Sayangnya, meskipun Powell Testimony diapresiasi positif oleh sebagian besar pelaku pasar, bursa saham di mayoritas negara Eropa justru terkoreksi karena kekhawatiran terhadap bahaya perang dagang dan lemahnya perekonomian global yang disampaikan Powell dalam pidatonya justru lebih besar daripada optimisme yang timbul karena potensi penurunan suku bunga di akhir bulan ini.
Alhasil, FTSE 100 di Inggris dan CAC di Perancis sama-sama tergelincir 0,08%, sedangkan DAX di Jerman melemah 0,51%.
Dari sisi komoditas, harga minyak mentah naik 4,5% per barel ke level tertinggi sejak sebulan terakhir setelah tingkat persediaan minyak mentah AS turun drastis.
Penyebab utamanya adalah penurunan produksi pelaku industri dalam jumlah besar terutama di Teluk Meksiko guna mengantisipasi ancaman badai yang diprediksi akan melanda daerah tersebut.
Harga minyak mentah Brent naik menjadi US$67,01 per barel atau 4,44%R , sedangkan harga minyak US West Texas Intermediate (WTI) naik 4,5% menjadi US$60,43 per barel.
Kedua harga minyak tersebut sudah mencapai posisi tertinggi sejak akhir Mei.
Berlanjut ke halaman 3 >>>> (irv/irv)
Pada pembukaan perdagangan Rabu waktu setempat (10/7/2019) indeks Dow Jones Industrial Average (Dow Jones, DJIA) melompat 111 poin pada pembukaan pagi pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB).
Sepuluh menit kemudian, indeks ini memperbesar kenaikannya, menjadi sebesar 183 poin (0,7%) ke 26.967,12 setelah Powell menyatakan bahwa bank sentral akan "bertindak secara sesuai" untuk menjaga ekspansi setelah outlook ekonomi AS diperberat "arus yang melawan arah" dalam beberapa poin.
Di akhir perdagangan, DJIA, Nasdaq Composite, dan S&P 500 sumringah dengan penguatan masing-masing 0,29%, 0,75%, dan 0,45%. Bahkan sentimen Powell sempat membuat S&P 500 menguat hingga 3.000, mencetak rekor level tertinggi sepanjang masa indeks tersebut sejak dibuat pada 1957 silam.
Beberapa poin utama dalam "Powell Testimony" di depan Komisi Jasa Keuangan Kongres AS tersebut adalah, pertama, Powell mengatakan bahwa investasi swasta di seluruh penjuru AS melemah "terutama" akhir-akhir ini menyusul ketidakpastian yang membayangi outlook perekonomian.
Pelemahan investasi swasta ini merupakan hal serius, karena menyumbang 15% dari produk domestik bruto (PDB) Negeri Adidaya tersebut, menjadi kontributor terbesar kedua setelah konsumsi yang sumbangannya mencapai 60% dari perekonomian AS.
Dengan menekankan soal ini, Powell mengindikasikan bahwa perekonomian AS memerlukan stimulus, yang bisa dilakukan oleh bank sentral melalui pelonggaran moneter, yaitu penurunan suku bunga acuan (Fed Funds Rate).
Kedua, Powell menegaskan bahwa realisasi inflasi kini di bawah target yang dipatok Komite Pasar Terbuka The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) di atas plus-minus 2%. Menurut dia, ada risiko bahwa inflasi yang lemah bisa menjadi lebih akut dari yang sebelumnya diantisipasi.
Ini menjadi sinyal yang menegaskan bahwa suku bunga acuan harus diturunkan karena tidak ada kendala untuk tu dari sisi inflasi, dan bahkan sebaliknya penurunan suku bunga acuan bisa membantu mendorong konsumsi masyarakat--mengingat mayoritas dilakukan dengan kredit yang sensitif dengan suku bunga. Pada akhirnya, inflasi sehat bisa dicapai.
Ketiga, arus yang melawan arah (crosscurrent) yang dipicu oleh kenaikan eskalasi perang dagang dan keprihatinan seputar kekuatan ekonomi global. Dua faktor tersebut, menurut Powell, telah memperberat aktivitas ekonomi AS dan juga outlook-nya ke depan.
AS dan China telah berjibaku dalam perang dagang selama setahun lebih. Bulan lalu, kedua belah pihak sepakat untuk memulai negosiasi untuk mengakhiri pertikaian tersebut. Sementara itu, data ekonomi dari ekonomi negara maju di Kawasan Eropa tercatat melemah.
Ini lagi-lagi mengindikasikan perlunya bank sentral turun tangan membantu menangani persoalan ekonomi AS, dan global secara umum, melalui instrumen moneter, salah satunya berupa pemangkasan suku bunga acuan.
![]() |
Keempat, Powell menegaskan bahwa bank sentral akan "bertindak secara sesuai" untuk menjaga momen ekspansi ekonomi yang saat ini berjalan. Ini mengindikasikan bahwa The Fed mengonfirmasi ekspektasi pelaku pasar akan adanya pemangkasan suku bunga acuan.
Hanya saja, pemangkasan itu kemungkinan tidak bakal agresif karena secara bersamaan Powell menegaskan bahwa perekonomian "berjalan dengan sangat baik" pada semester pertama 2019 dengan belanja konsumen yang sempat melemah pada kuartal pertama berhasil menguat di kuartal kedua.
Dengan kata lain, Gubernur The Fed ke-16 tersebut menyampaikan testimoninya setelah The Fed membuka peluang memangkas suku bunga acuannya dalam rapat sebelumnya pada Juni.
Mengutip piranti FedWatch yang mensurvei pelaku pasar, investor memfaktorkan peluang sebesar 100% atas pemangkasan suku bunga Fed Funds Rate pada 31 Juli. Ini karena tidak ada pelaku pasar yang memprediksi suku bunga akan bertahan di level yang sama.
Bahkan, potensi penurunan suku bunga sebesar 50 bps pada akhir Juli melebar menjadi 28,7% dari sebelumnya hanya 3,3% sehari sebelumnya. Pelaku pasar yang memprediksi penurunan suku bunga akhir bulan 25 bps berada pada angka 71,4%, turun dari 96,7% karena pindah memilih 50 bps seiring dengan semakin yakinnya dengan penurunan suku bunga acuan.
"Dengan melihat pada perkembangan terbaru, Gubernur The Fed baru saja mengonfirmasi bahwa kondisi ekonomi telah memburuk," ujar Head of U.S. rates BMO Capital Markets Ian Lyngen, sebagaimana dikutip CNBC International.
Sayangnya, meskipun Powell Testimony diapresiasi positif oleh sebagian besar pelaku pasar, bursa saham di mayoritas negara Eropa justru terkoreksi karena kekhawatiran terhadap bahaya perang dagang dan lemahnya perekonomian global yang disampaikan Powell dalam pidatonya justru lebih besar daripada optimisme yang timbul karena potensi penurunan suku bunga di akhir bulan ini.
Alhasil, FTSE 100 di Inggris dan CAC di Perancis sama-sama tergelincir 0,08%, sedangkan DAX di Jerman melemah 0,51%.
Dari sisi komoditas, harga minyak mentah naik 4,5% per barel ke level tertinggi sejak sebulan terakhir setelah tingkat persediaan minyak mentah AS turun drastis.
Penyebab utamanya adalah penurunan produksi pelaku industri dalam jumlah besar terutama di Teluk Meksiko guna mengantisipasi ancaman badai yang diprediksi akan melanda daerah tersebut.
Harga minyak mentah Brent naik menjadi US$67,01 per barel atau 4,44%R , sedangkan harga minyak US West Texas Intermediate (WTI) naik 4,5% menjadi US$60,43 per barel.
Kedua harga minyak tersebut sudah mencapai posisi tertinggi sejak akhir Mei.
Berlanjut ke halaman 3 >>>> (irv/irv)
Next Page
Sentimen Hari Ini
Pages
Most Popular