
Polling CNBC Indonesia
Konsensus: Neraca Dagang Mei Diramal Tekor US$ 1 M Lebih
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 June 2019 12:18

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia pada Mei diperkirakan kembali mengalami defisit. Ini membuat prospek transaksi berjalan (current account) kuartal II-2019 diselimuti awan mendung.
Badan Pusat Statistik dijadwalkan merilis data perdagangan internasional edisi Mei pada awal pekan depan. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi atau minus 14,62% year-on-year (YoY) dan impor juga negatif 14,325% YoY. Sementara neraca perdagangan diproyeksi defisit US$ 1,294 miliar.
Walau masih defisit, tetapi perdagangan internasional Indonesia membaik dibandingkan April. Kala itu, ekspor terkontraksi 13,1%, impor turun 6,58%, dan neraca perdagangan negatif US$ 2,5 miliar. Defisit neraca perdagangan April menjadi yang terdalam sepanjang sejarah Indonesia.
Baca:
Defisit April 2019, Terparah Sepanjang Sejarah RI Merdeka!
Akan tetapi, defisit neraca perdagangan yang kemungkinan terjadi dalam dua bulan pertama kuartal II-2019 membuat transaksi berjalan tinggal mengandalkan bulan terakhir yaitu Juni. Agak sulit mengharapkan neraca perdagangan Juni, meski bisa saja surplus tetapi nyaris mustahil menutup defisit pada April dan Mei.
Oleh karena itu, transaksi berjalan kuartal II-2019 kemungkinan akan mengalami defisit yang lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya. Fondasi penting penyokong nilai tukar mata uang menjadi rapuh, karena tinggal mengandalkan arus modal di pasar keuangan (hot money).
Apabila neraca perdagangan Mei betul-betul defisit, dan defisitnya lumayan dalam, maka bisa jadi Bank Indonesia (BI) kembali pikir-pikir untuk menurunkan suku bunga acuan. Gubernur Perry Warjiyo mengungkapkan sebenarnya bank sentral siap menurunkan suku bunga acuan, tetapi menunggu saat yang tepat dan perkembangan stabilitas eksternal yang dicerminkan dari transaksi berjalan.
Meski hampir seluruh pelaku pasar memperkirakan terjadi defisit perdagangan pada Mei, tetapi BI percaya diri dengan proyeksi surplus. Hanya Bahana Sekuritas yang berpandangan serupa dengan BI.
"Asumsi trade surplus kami berdasarkan pada potensi penurunan drastis impor pada Mei. Impor akan turun across-the-board, terutama dari sisi barang modal, karena pengetatan kebijakan fiskal dan moneter mulai menunjukkan dampaknya. Kami melihat penurunan impor ini bersifat permanen dan, walaupun mungkin ada implikasi ke penurunan pertumbuhan PDB jangka pendek, sebenarnya baik untuk stabilitas eksternal (defisit transaksi berjalan) Indonesia," jelas Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana.
Selain itu, lanjut Satria, ekspor juga biasanya naik sebulan sebelum Ramadan. Sebab, pelaku usaha mempercepat ekspor sebelum jam kerja berkurang. Pelaku usaha juga mengantisipasi libur panjang lebaran.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Badan Pusat Statistik dijadwalkan merilis data perdagangan internasional edisi Mei pada awal pekan depan. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi atau minus 14,62% year-on-year (YoY) dan impor juga negatif 14,325% YoY. Sementara neraca perdagangan diproyeksi defisit US$ 1,294 miliar.
Institusi | Pertumbuhan Ekspor (%) | Pertumbuhan Impor (%) | Neraca Perdagangan (US$ Juta) |
CIMB Niaga | -11 | -10 | -1470.00 |
Danareksa Research Institute | -13.3 | -12.8 | -1350.00 |
BCA | -23.5 | -21.1 | -1523.00 |
Maybank Indonesia | -13.78 | -13.07 | -1379.00 |
ING | -15.3 | -13.9 | -1606.40 |
Bahana Sekuritas | -18.04 | -25.66 | 155.00 |
Citi | -16.4 | -21.6 | -730.00 |
Bank Danamon | -14.74 | -14.75 | -1238.00 |
Standard Chartered | - | - | -995.00 |
Trimegah Sekuritas | -14.5 | -17.8 | -789.00 |
Bank Mandiri | -10.37 | -13.7 | -713.73 |
ANZ | - | - | -1390.00 |
MEDIAN | -14.62 | -14.325 | -1294.00 |
Walau masih defisit, tetapi perdagangan internasional Indonesia membaik dibandingkan April. Kala itu, ekspor terkontraksi 13,1%, impor turun 6,58%, dan neraca perdagangan negatif US$ 2,5 miliar. Defisit neraca perdagangan April menjadi yang terdalam sepanjang sejarah Indonesia.
Baca:
Defisit April 2019, Terparah Sepanjang Sejarah RI Merdeka!
Akan tetapi, defisit neraca perdagangan yang kemungkinan terjadi dalam dua bulan pertama kuartal II-2019 membuat transaksi berjalan tinggal mengandalkan bulan terakhir yaitu Juni. Agak sulit mengharapkan neraca perdagangan Juni, meski bisa saja surplus tetapi nyaris mustahil menutup defisit pada April dan Mei.
Oleh karena itu, transaksi berjalan kuartal II-2019 kemungkinan akan mengalami defisit yang lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya. Fondasi penting penyokong nilai tukar mata uang menjadi rapuh, karena tinggal mengandalkan arus modal di pasar keuangan (hot money).
Apabila neraca perdagangan Mei betul-betul defisit, dan defisitnya lumayan dalam, maka bisa jadi Bank Indonesia (BI) kembali pikir-pikir untuk menurunkan suku bunga acuan. Gubernur Perry Warjiyo mengungkapkan sebenarnya bank sentral siap menurunkan suku bunga acuan, tetapi menunggu saat yang tepat dan perkembangan stabilitas eksternal yang dicerminkan dari transaksi berjalan.
Meski hampir seluruh pelaku pasar memperkirakan terjadi defisit perdagangan pada Mei, tetapi BI percaya diri dengan proyeksi surplus. Hanya Bahana Sekuritas yang berpandangan serupa dengan BI.
"Asumsi trade surplus kami berdasarkan pada potensi penurunan drastis impor pada Mei. Impor akan turun across-the-board, terutama dari sisi barang modal, karena pengetatan kebijakan fiskal dan moneter mulai menunjukkan dampaknya. Kami melihat penurunan impor ini bersifat permanen dan, walaupun mungkin ada implikasi ke penurunan pertumbuhan PDB jangka pendek, sebenarnya baik untuk stabilitas eksternal (defisit transaksi berjalan) Indonesia," jelas Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana.
Selain itu, lanjut Satria, ekspor juga biasanya naik sebulan sebelum Ramadan. Sebab, pelaku usaha mempercepat ekspor sebelum jam kerja berkurang. Pelaku usaha juga mengantisipasi libur panjang lebaran.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)