
Newsletter
Asa Damai Dagang AS-China Ternyata Masih Ada
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
17 May 2019 05:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup bervariasi pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,42% sementara nilai tukar rupiah menguat tipis 0,07% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Kemarin, IHSG berakhir merah kala sebagian besar indeks saham utama Asia justru menguat. Hang Seng naik tipis 0,02%, Shanghai Composite berambah 0,58%, dan Straits Times surplus 0,36%.
Sementara rupiah berhasil menguat tipis kala mayoritas mata uang utama Benua Kuning justru melemah. Yuan China terdepresiasi 0,13%, yen Jepang melemah 0,23%, won Korea Selatan melemah 0,47%, dolar Singapura melemah 0,33%, baht Thailand melemah 0,41%, dan dolar Taiwan melemah 0,44%.
Namun sejatinya rupiah hampir seharian bergerak di jalur merah dan baru mentas ke zona hijau beberapa saat jelang penutupan perdagangan sehingga kemungkinan penguatan mata uang Tanah Air terjadi akibat intervensi dari Bank Indonesia (BI). Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari kemarin:
Sentimen domestik masih menjadi pemberat pasar keuangan Tanah Air. Pada 15 Mei, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada April mencatat defisit US$ 2,5 miliar. Ini menjadi defisit paling dalam sepanjang sejarah.
Kemudian kemarin ada sentimen negatif lainnya yaitu respons pasar terhadap hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI. Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat memang masih mempertahankan suku bunga acuan di angka 6%, sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun pernyataan dalam jumpa pers yang membuat investor dag-dig-dug-der.
"Defisit transaksi berjalan 2019 diperkirakan lebih rendah dari 2018, yaitu dalam kisaran 2,5-3% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Meskipun tidak serendah perkiraan semula," kata Perry.
Dengan defisit neraca perdagangan yang mencetak rekor terdalam, tidak heran BI keluar dengan pernyataan tersebut. Apalagi kinerja ekspor Indonesia terancam dengan kembali berkobarnya api perang dagang AS-China.
Namun tetap saja pelaku pasar khawatir dengan nasib rupiah. Sebab defisit transaksi berjalan yang masih tinggi menandakan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa akan seret sehingga fondasi rupiah menjadi rapuh.
Akibatnya, rupiah dan aset-aset berbasis mata uang ini mengalami tekanan jual. Kemarin, investor asing membukukan jual bersih Rp 687 miliar di pasar saham.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama ditutup menguat dengan cukup meyakinkan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,84%, S&P 500 menguat 0,89%, dan Nasdaq Composite terangkat 0,97%.
Laporan keuangan emiten menjadi faktor pendorong penguatan bursa saham New York. Harga saham peritel Walmart melonjak 1,43% karena pada kuartal yang berakhir 30 April berhasil mencatat laba per saham (Earnings Per Share/EPS) US$ 1,13. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu di US$ 1,02.
Penjualan sepanjang kuartal tumbuh 3,4% year-on-year (YoY), juga lebih baik dibandingkan konsensus yang memperkirakan 3,1%. Sementara total pendapatan naik 1% YoY menjadi US$ 123,9 miliar.
Brett Biggs, Chief Financial Officer Walmart, menegaskan bahwa perseroan belum melihat tanda-tanda penurunan konsumsi masyarakat. Menurut Biggs, perang dagang dengan China memang berpotensi membuat harga-harga di tingkat konsumen naik. Namun Walmart akan menyiasati dengan mencari produk dari negara lain dan bekerja sama dengan pemasok untuk memperbaiki struktur harga.
Lalu harga saham penyedia perangkat telekomunikasi Cisco meroket 6,66%. Pendapatan bersih pada kuartal yang berakhir 27 April tercatat US$ 3,04 miliar atau naik 13,01% YoY. EPS pun naik menjadi US$ 69 sen dari US$ 56 sen.
"Kami masih memiliki aktivitas manufaktur di China. Akan tetapi kami telah berusaha membuat eksposurnya serendah mungkin dengan bekerja sama dengan para pemasok," kata Kelly Kramer, Chief Financial Officer Cisco, mengutip Reuters.
Oleh karena itu, Kramer menyatakan dampak perang dagang AS-China bisa diminimalkan. Ini membuat investor lega dan memburu saham Cisco.
Tidak hanya laporan keuangan, rilis data ekonomi AS juga mempertebal keyakinan pelaku pasar. Pembangunan rumah baru (housing starts) pada April naik 5,7% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 1,23 juta unit. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang memperkirakan di 1,2 juta unit.
Suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Negeri Paman Sam pun berangsur-angsur turun menjadi 4,1% pada April dibandingkan puncaknya yang sempat mencapai 4,94% pada November 2018. Langkah The Federal Reserve/The Fed yang berhenti menaikkan suku bunga acuan sejak akhir tahun lalu menjadi penyebab penurunan bunga KPR.
Kemudian klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 11 Mei turun 16.000 menjadi 212.000. Lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang memperkirakan di angka 220.000.
Dua data ini memberi gambaran bahwa pendapatan rumah tangga di Negeri Adidaya masih meningkat, sehingga konsumsi tetap kuat. Konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 70% dari PDB di AS, sehingga investor boleh berharap pertumbuhan ekonomi akan tetap tinggi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang positif. Semoga ini mampu membuat pelaku pasar di Asia bergairah menyambut akhir pekan.
Sentimen kedua, investor masih harus memantau perkembangan friksi dagang AS-China. Suhu semakin panas kala AS memasukkan Huawei (perusahaan telekomunikasi asal China) ke daftar hitam. Artinya, perusahaan AS tidak boleh membeli perangkat atau komponen dari Huawei tanpa izin pemerintah.
"Kebijakan ini dilakukan untuk mencegah teknologi AS digunakan oleh entitas asing yang bisa mengancam keamanan dan kepentingan luar negeri AS," sebut Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS, mengutip Reuters.
Namun, ada harapan hubungan AS-China akan kembali membaik. Pasalnya, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengungkapkan bahwa dirinya masih mengagendakan lawatan ke Beijing untuk melanjutkan dialog dagang, meski belum disebut kapan waktu pelaksanaannya.
"Harapan saya adalah kami akan pergi ke Beijing dalam waktu dekat untuk melanjutkan diskusi. Masih banyak hal yang perlu dikerjakan," katanya, dikutip dari Reuters.
Mnuchin menyebut pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He baru-baru ini di Washington cukup konstruktif. Oleh karena itu, Washington masih berkenan melanjutkan dialog dengan Negeri Tirai Bambu.
Presiden AS Donald Trump pun menegaskan bawah hubungan dengan China tidak runtuh. Trump, yang pernah tampil sebagai cameo di film Home Alone 2: Lost in New York, menyatakan bahwa persabahatannya dengan Presiden China Xi Jinping tidak terbatas.
"Jika waktunya tepat, kami akan membuat kesepakatan dengan China. Rasa hormat dan persahabatan saya dengan Presiden Xi tidak terbatas, tetapi seperti yang sudah sering saya sampaikan, (kesepakatan) ini harus baik untuk AS," demikian cuitan Trump di Twitter.
Trump pun berencana menggelar pertemuan khusus dengan Xi di sela-sela KTT G20 di Jepang bulan depan. Dia juga mendorong China untuk tetap membeli produk-produk pertanian asal AS.
Perkembangan hubungan AS-China akan sangat menentukan mood pasar. Jika nada persahabatan Washington diterima dengan baik oleh Beijing, maka asa damai dagang akan tetap terjaga. Ini tentu menjadi sentimen positif yang menggairahkan pasar.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
Namun investor perlu waspada dengan sentimen ketiga yaitu penguatan nilai tukar dolar AS. Pada pukul 04:37 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,27%.
Data-data ekonomi AS yang ciamik sepertinya membuat peluang penurunan suku bunga acuan mengecil. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate tetap di kisaran 2,25-2,5% masih tinggi setidaknya sampai Oktober.
Tahun ini berbeda jauh dengan tahun lalu, sulit bagi dolar AS untuk mengandalkan kenaikan suku bunga acuan sebagai pendorong utama. Tidak turun saja sudah bagus dan menjadi sentimen positif.
Jika penguatan dolar AS bertahan seharian, maka rupiah dkk di Asia bisa kesulitan. Dolar AS pun berpeluang kembali digdaya di Benua Kuning.
Sentimen keempat juga kurang suportif bagi rupiah yaitu kenaikan harga minyak dunia. Pada pukul 04:48 WIB, harga minyak jenis brent melonjak 1,3% sementara light sweet melesat 1,77%.
Kenaikan harga si emas hitam disebabkan oleh situasi geopolitik di Timur Tengah, kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Iran menegaskan siap untuk melawan musuh-musuhnya dengan berbagai cara, diplomasi sampai konfrontasi.
Trump pun panas. Dia memang menegaskan bawah kabar Washington berencana menurunkan 120.000 pasukan ke Timur Tengah untuk persiapan konflik bersenjata sebagai berita bohong (fake news). Namun bukan berarti Trump tidak siap dengan berbagai kemungkinan.
"Kami tidak ada rencana ke sana, semoga tidak. Namun kalau sampai terjadi, maka kami akan mengirimkan pasukan dengan jumlah lebih besar dari itu," tegasnya, mengutip Reuters.
Tensi di Timur Tengah juga memanas karena koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan gempuran udara ke Yaman sebagai aksi balasan terhadap serangan terhadap fasilitas minyak mereka. Arab Saudi cs menyerang basis milisi Houthi (yang didukung Iran) di Sanaa.
Konflik di Timur Tengah dikhawatirkan bakal membuat pasokan minyak di pasar global menjadi seret. Hasilnya adalah harga minyak bergerak ke utara alias naik.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak adalah nestapa. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Jika harga minyak naik, maka biaya impornya akan semakin mahal. Artinya, neraca perdagangan dan transaksi berjalan kian tertekan. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, defisit transaksi berjalan yang bertambah dalam berpotensi membuat rupiah rentan melemah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kalau IHSG dan Rupiah Melemah, Itu Gara-gara Jerome Powell
Kemarin, IHSG berakhir merah kala sebagian besar indeks saham utama Asia justru menguat. Hang Seng naik tipis 0,02%, Shanghai Composite berambah 0,58%, dan Straits Times surplus 0,36%.
Sementara rupiah berhasil menguat tipis kala mayoritas mata uang utama Benua Kuning justru melemah. Yuan China terdepresiasi 0,13%, yen Jepang melemah 0,23%, won Korea Selatan melemah 0,47%, dolar Singapura melemah 0,33%, baht Thailand melemah 0,41%, dan dolar Taiwan melemah 0,44%.
Namun sejatinya rupiah hampir seharian bergerak di jalur merah dan baru mentas ke zona hijau beberapa saat jelang penutupan perdagangan sehingga kemungkinan penguatan mata uang Tanah Air terjadi akibat intervensi dari Bank Indonesia (BI). Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari kemarin:
Sentimen domestik masih menjadi pemberat pasar keuangan Tanah Air. Pada 15 Mei, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada April mencatat defisit US$ 2,5 miliar. Ini menjadi defisit paling dalam sepanjang sejarah.
Kemudian kemarin ada sentimen negatif lainnya yaitu respons pasar terhadap hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI. Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat memang masih mempertahankan suku bunga acuan di angka 6%, sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun pernyataan dalam jumpa pers yang membuat investor dag-dig-dug-der.
"Defisit transaksi berjalan 2019 diperkirakan lebih rendah dari 2018, yaitu dalam kisaran 2,5-3% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Meskipun tidak serendah perkiraan semula," kata Perry.
Dengan defisit neraca perdagangan yang mencetak rekor terdalam, tidak heran BI keluar dengan pernyataan tersebut. Apalagi kinerja ekspor Indonesia terancam dengan kembali berkobarnya api perang dagang AS-China.
Namun tetap saja pelaku pasar khawatir dengan nasib rupiah. Sebab defisit transaksi berjalan yang masih tinggi menandakan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa akan seret sehingga fondasi rupiah menjadi rapuh.
Akibatnya, rupiah dan aset-aset berbasis mata uang ini mengalami tekanan jual. Kemarin, investor asing membukukan jual bersih Rp 687 miliar di pasar saham.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama ditutup menguat dengan cukup meyakinkan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,84%, S&P 500 menguat 0,89%, dan Nasdaq Composite terangkat 0,97%.
Laporan keuangan emiten menjadi faktor pendorong penguatan bursa saham New York. Harga saham peritel Walmart melonjak 1,43% karena pada kuartal yang berakhir 30 April berhasil mencatat laba per saham (Earnings Per Share/EPS) US$ 1,13. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu di US$ 1,02.
Penjualan sepanjang kuartal tumbuh 3,4% year-on-year (YoY), juga lebih baik dibandingkan konsensus yang memperkirakan 3,1%. Sementara total pendapatan naik 1% YoY menjadi US$ 123,9 miliar.
Brett Biggs, Chief Financial Officer Walmart, menegaskan bahwa perseroan belum melihat tanda-tanda penurunan konsumsi masyarakat. Menurut Biggs, perang dagang dengan China memang berpotensi membuat harga-harga di tingkat konsumen naik. Namun Walmart akan menyiasati dengan mencari produk dari negara lain dan bekerja sama dengan pemasok untuk memperbaiki struktur harga.
Lalu harga saham penyedia perangkat telekomunikasi Cisco meroket 6,66%. Pendapatan bersih pada kuartal yang berakhir 27 April tercatat US$ 3,04 miliar atau naik 13,01% YoY. EPS pun naik menjadi US$ 69 sen dari US$ 56 sen.
"Kami masih memiliki aktivitas manufaktur di China. Akan tetapi kami telah berusaha membuat eksposurnya serendah mungkin dengan bekerja sama dengan para pemasok," kata Kelly Kramer, Chief Financial Officer Cisco, mengutip Reuters.
Oleh karena itu, Kramer menyatakan dampak perang dagang AS-China bisa diminimalkan. Ini membuat investor lega dan memburu saham Cisco.
Tidak hanya laporan keuangan, rilis data ekonomi AS juga mempertebal keyakinan pelaku pasar. Pembangunan rumah baru (housing starts) pada April naik 5,7% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 1,23 juta unit. Lebih baik ketimbang konsensus pasar yang memperkirakan di 1,2 juta unit.
Suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Negeri Paman Sam pun berangsur-angsur turun menjadi 4,1% pada April dibandingkan puncaknya yang sempat mencapai 4,94% pada November 2018. Langkah The Federal Reserve/The Fed yang berhenti menaikkan suku bunga acuan sejak akhir tahun lalu menjadi penyebab penurunan bunga KPR.
Kemudian klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 11 Mei turun 16.000 menjadi 212.000. Lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang memperkirakan di angka 220.000.
Dua data ini memberi gambaran bahwa pendapatan rumah tangga di Negeri Adidaya masih meningkat, sehingga konsumsi tetap kuat. Konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 70% dari PDB di AS, sehingga investor boleh berharap pertumbuhan ekonomi akan tetap tinggi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang positif. Semoga ini mampu membuat pelaku pasar di Asia bergairah menyambut akhir pekan.
Sentimen kedua, investor masih harus memantau perkembangan friksi dagang AS-China. Suhu semakin panas kala AS memasukkan Huawei (perusahaan telekomunikasi asal China) ke daftar hitam. Artinya, perusahaan AS tidak boleh membeli perangkat atau komponen dari Huawei tanpa izin pemerintah.
"Kebijakan ini dilakukan untuk mencegah teknologi AS digunakan oleh entitas asing yang bisa mengancam keamanan dan kepentingan luar negeri AS," sebut Wilbur Ross, Menteri Perdagangan AS, mengutip Reuters.
Namun, ada harapan hubungan AS-China akan kembali membaik. Pasalnya, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengungkapkan bahwa dirinya masih mengagendakan lawatan ke Beijing untuk melanjutkan dialog dagang, meski belum disebut kapan waktu pelaksanaannya.
"Harapan saya adalah kami akan pergi ke Beijing dalam waktu dekat untuk melanjutkan diskusi. Masih banyak hal yang perlu dikerjakan," katanya, dikutip dari Reuters.
Mnuchin menyebut pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He baru-baru ini di Washington cukup konstruktif. Oleh karena itu, Washington masih berkenan melanjutkan dialog dengan Negeri Tirai Bambu.
Presiden AS Donald Trump pun menegaskan bawah hubungan dengan China tidak runtuh. Trump, yang pernah tampil sebagai cameo di film Home Alone 2: Lost in New York, menyatakan bahwa persabahatannya dengan Presiden China Xi Jinping tidak terbatas.
"Jika waktunya tepat, kami akan membuat kesepakatan dengan China. Rasa hormat dan persahabatan saya dengan Presiden Xi tidak terbatas, tetapi seperti yang sudah sering saya sampaikan, (kesepakatan) ini harus baik untuk AS," demikian cuitan Trump di Twitter.
Trump pun berencana menggelar pertemuan khusus dengan Xi di sela-sela KTT G20 di Jepang bulan depan. Dia juga mendorong China untuk tetap membeli produk-produk pertanian asal AS.
Perkembangan hubungan AS-China akan sangat menentukan mood pasar. Jika nada persahabatan Washington diterima dengan baik oleh Beijing, maka asa damai dagang akan tetap terjaga. Ini tentu menjadi sentimen positif yang menggairahkan pasar.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
Namun investor perlu waspada dengan sentimen ketiga yaitu penguatan nilai tukar dolar AS. Pada pukul 04:37 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,27%.
Data-data ekonomi AS yang ciamik sepertinya membuat peluang penurunan suku bunga acuan mengecil. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate tetap di kisaran 2,25-2,5% masih tinggi setidaknya sampai Oktober.
Tahun ini berbeda jauh dengan tahun lalu, sulit bagi dolar AS untuk mengandalkan kenaikan suku bunga acuan sebagai pendorong utama. Tidak turun saja sudah bagus dan menjadi sentimen positif.
Jika penguatan dolar AS bertahan seharian, maka rupiah dkk di Asia bisa kesulitan. Dolar AS pun berpeluang kembali digdaya di Benua Kuning.
Sentimen keempat juga kurang suportif bagi rupiah yaitu kenaikan harga minyak dunia. Pada pukul 04:48 WIB, harga minyak jenis brent melonjak 1,3% sementara light sweet melesat 1,77%.
Kenaikan harga si emas hitam disebabkan oleh situasi geopolitik di Timur Tengah, kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Iran menegaskan siap untuk melawan musuh-musuhnya dengan berbagai cara, diplomasi sampai konfrontasi.
Trump pun panas. Dia memang menegaskan bawah kabar Washington berencana menurunkan 120.000 pasukan ke Timur Tengah untuk persiapan konflik bersenjata sebagai berita bohong (fake news). Namun bukan berarti Trump tidak siap dengan berbagai kemungkinan.
"Kami tidak ada rencana ke sana, semoga tidak. Namun kalau sampai terjadi, maka kami akan mengirimkan pasukan dengan jumlah lebih besar dari itu," tegasnya, mengutip Reuters.
Tensi di Timur Tengah juga memanas karena koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan gempuran udara ke Yaman sebagai aksi balasan terhadap serangan terhadap fasilitas minyak mereka. Arab Saudi cs menyerang basis milisi Houthi (yang didukung Iran) di Sanaa.
Konflik di Timur Tengah dikhawatirkan bakal membuat pasokan minyak di pasar global menjadi seret. Hasilnya adalah harga minyak bergerak ke utara alias naik.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak adalah nestapa. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Jika harga minyak naik, maka biaya impornya akan semakin mahal. Artinya, neraca perdagangan dan transaksi berjalan kian tertekan. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, defisit transaksi berjalan yang bertambah dalam berpotensi membuat rupiah rentan melemah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Rilis data tingkat inflasi Zona Euro periode April (16:00 WIB).
- Rilis Indeks Sentimen Konsumen Amerika Serikat (AS) periode April versi Universitas Michigan (21:00 WIB).
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2019 YoY) | 5,17% |
Inflasi (April 2019 YoY) | 2,83% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2019) | 6% |
Defisit anggaran (APBN 2019) | -1,84% PDB |
Transaksi berjalan (Q I-2019) | -2,6% PDB |
Neraca pembayaran (2018) | US$ 2,42 miliar |
Cadangan devisa (April 2019) | US$ 124,29 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kalau IHSG dan Rupiah Melemah, Itu Gara-gara Jerome Powell
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular