
Newsletter
Asa Damai Dagang AS-China Ternyata Masih Ada
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
17 May 2019 05:23

Namun investor perlu waspada dengan sentimen ketiga yaitu penguatan nilai tukar dolar AS. Pada pukul 04:37 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,27%.
Data-data ekonomi AS yang ciamik sepertinya membuat peluang penurunan suku bunga acuan mengecil. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate tetap di kisaran 2,25-2,5% masih tinggi setidaknya sampai Oktober.
Tahun ini berbeda jauh dengan tahun lalu, sulit bagi dolar AS untuk mengandalkan kenaikan suku bunga acuan sebagai pendorong utama. Tidak turun saja sudah bagus dan menjadi sentimen positif.
Jika penguatan dolar AS bertahan seharian, maka rupiah dkk di Asia bisa kesulitan. Dolar AS pun berpeluang kembali digdaya di Benua Kuning.
Sentimen keempat juga kurang suportif bagi rupiah yaitu kenaikan harga minyak dunia. Pada pukul 04:48 WIB, harga minyak jenis brent melonjak 1,3% sementara light sweet melesat 1,77%.
Kenaikan harga si emas hitam disebabkan oleh situasi geopolitik di Timur Tengah, kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Iran menegaskan siap untuk melawan musuh-musuhnya dengan berbagai cara, diplomasi sampai konfrontasi.
Trump pun panas. Dia memang menegaskan bawah kabar Washington berencana menurunkan 120.000 pasukan ke Timur Tengah untuk persiapan konflik bersenjata sebagai berita bohong (fake news). Namun bukan berarti Trump tidak siap dengan berbagai kemungkinan.
"Kami tidak ada rencana ke sana, semoga tidak. Namun kalau sampai terjadi, maka kami akan mengirimkan pasukan dengan jumlah lebih besar dari itu," tegasnya, mengutip Reuters.
Tensi di Timur Tengah juga memanas karena koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan gempuran udara ke Yaman sebagai aksi balasan terhadap serangan terhadap fasilitas minyak mereka. Arab Saudi cs menyerang basis milisi Houthi (yang didukung Iran) di Sanaa.
Konflik di Timur Tengah dikhawatirkan bakal membuat pasokan minyak di pasar global menjadi seret. Hasilnya adalah harga minyak bergerak ke utara alias naik.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak adalah nestapa. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Jika harga minyak naik, maka biaya impornya akan semakin mahal. Artinya, neraca perdagangan dan transaksi berjalan kian tertekan. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, defisit transaksi berjalan yang bertambah dalam berpotensi membuat rupiah rentan melemah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Data-data ekonomi AS yang ciamik sepertinya membuat peluang penurunan suku bunga acuan mengecil. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate tetap di kisaran 2,25-2,5% masih tinggi setidaknya sampai Oktober.
Tahun ini berbeda jauh dengan tahun lalu, sulit bagi dolar AS untuk mengandalkan kenaikan suku bunga acuan sebagai pendorong utama. Tidak turun saja sudah bagus dan menjadi sentimen positif.
Jika penguatan dolar AS bertahan seharian, maka rupiah dkk di Asia bisa kesulitan. Dolar AS pun berpeluang kembali digdaya di Benua Kuning.
Sentimen keempat juga kurang suportif bagi rupiah yaitu kenaikan harga minyak dunia. Pada pukul 04:48 WIB, harga minyak jenis brent melonjak 1,3% sementara light sweet melesat 1,77%.
Kenaikan harga si emas hitam disebabkan oleh situasi geopolitik di Timur Tengah, kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Iran menegaskan siap untuk melawan musuh-musuhnya dengan berbagai cara, diplomasi sampai konfrontasi.
Trump pun panas. Dia memang menegaskan bawah kabar Washington berencana menurunkan 120.000 pasukan ke Timur Tengah untuk persiapan konflik bersenjata sebagai berita bohong (fake news). Namun bukan berarti Trump tidak siap dengan berbagai kemungkinan.
"Kami tidak ada rencana ke sana, semoga tidak. Namun kalau sampai terjadi, maka kami akan mengirimkan pasukan dengan jumlah lebih besar dari itu," tegasnya, mengutip Reuters.
Tensi di Timur Tengah juga memanas karena koalisi pimpinan Arab Saudi melakukan gempuran udara ke Yaman sebagai aksi balasan terhadap serangan terhadap fasilitas minyak mereka. Arab Saudi cs menyerang basis milisi Houthi (yang didukung Iran) di Sanaa.
Konflik di Timur Tengah dikhawatirkan bakal membuat pasokan minyak di pasar global menjadi seret. Hasilnya adalah harga minyak bergerak ke utara alias naik.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak adalah nestapa. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Jika harga minyak naik, maka biaya impornya akan semakin mahal. Artinya, neraca perdagangan dan transaksi berjalan kian tertekan. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, defisit transaksi berjalan yang bertambah dalam berpotensi membuat rupiah rentan melemah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular