Newsletter

Dilema Rupiah: Dolar AS Lemah, Tapi Harga Minyak Melonjak

Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
09 April 2019 05:14
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya kinerja Wall Street yang meski mixed tetapi masih cenderung menguat. Semoga ini cukup untuk mengangkat moral pelaku pasar di Asia sebelum memulai hari. 

Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS, yang kemarin perkasa tetapi hari ini mulai melemah. Pada pukul 04:25 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,35%. 

Data ekonomi terbaru di Negeri Paman Sam jadi pemberat langkah dolar AS. Pemesanan produk manufaktur made in the USA pada Februari turun 0,5% secara month-on-month (MoM). Penyebab utamanya adalah penurunan permintaan pesawat terbang (-31,1% MoM) setelah apa yang dialami Boeing. 

Dengan data kurang oke ini, peluang kenaikan suku bunga acuan menjadi pupus lagi. Justru yang ada The Federal Reserve/The Fed akan semakin sadar bahwa perekonomian AS masih butuh dorongan, dan itu tidak bisa dilakukan dengan menaikkan suku bunga acuan. 

Peluang kenaikan Federal Funds Rate yang semakin kecil membuat dolar AS mundur teratur. Tanpa dukungan kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di mata uang Negeri Adidaya menjadi kurang menarik. 

Dolar AS yang sedang dalam posisi bertahan bisa dimanfaatkan oleh rupiah cs di Asia untuk membalaskan dendam pelemahan kemarin. Akan tetapi, rupiah juga harus waspada dengan sentimen ketiga yaitu lonjakan harga minyak. 

Pada pukul 04:35 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melejit masing-masing 1,05% dan 2,19%. Harga si emas hitam terkatrol gara-gara perkembangan terbaru di Libya. 

Konflik antara pemerintah dengan kelompok Libyan National Army (LNA) semakin panas. LNA menghantam Bandara Mitiga di ibukota Tripoli dengan serangan udara. Serangan ini ditujukan kepada pesawat MiG milik pemerintah yang terparkir di bandara tersebut. 

Dalam serangan itu 25 orang dikabarkan tewas, sementara 80 orang lain mengalami luka-luka. Selain itu, Mitiga adalah satu-satunya bandara yang beroperasi di Tripoli sehingga pilihan terdekat bagi masyarakat adalah di Misrata yang berjarak sekitar 200 km dari ibukota. 

Investor pun cemas karena konflik bersenjata di Libya bisa saja mempengaruhi produksi dan pengiriman minyak. Pada Desember 2018, produksi minyak di Libya tercatat 928.000 barel/hari. Sejak 1973, rata-rata produksi minyak Libya adalah 1,34 juta barel/hari. 

Kenaikan harga minyak bukan berita baik buat rupiah. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, yang suka tidak suka harus mengimpor demi memenuhi kebutuhan dalam negeri akibat produksi yang belum memadai. 

Ketika harga minyak naik, maka biaya importasi komoditas ini akan semakin mahal. Padahal impor harus dilakukan, mau tidak mau. Akibatnya neraca perdagangan dan kemudian transaksi berjalan (current account) akan menanggung beban berat. 

Apabila defisit transaksi berjalan semakin lebar, maka rupiah akan rentan melemah. Sebab pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa masih seret cenderung kurang, sehingga rupiah tidak punya modal untuk menguat. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular