
Newsletter
Isu Resesi AS Reda, Sekarang Boleh Leha-leha?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
27 March 2019 05:52

Belum lagi rupiah juga terbeban oleh sentimen keempat yaitu harga minyak. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, lonjakan harga minyak menjadi salah satu penyebab positifnya kinerja Wall Street. Namun untuk rupiah, ceritanya akan berbeda.
Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi yang belum memadai. Kenaikan harga minyak membuat biaya impor komoditas ini menjadi semakin mahal, dan membebani transaksi berjalan (current account).
Risiko pelebaran defisit transaksi berjalan membuat rupiah menjadi rentan terdepresiasi karena fondasi penyokongnya yang rapuh. Oleh karena itu, pelaku pasar perlu waspada terhadap potensi pelemahan rupiah akibat lonjakan harga minyak.
Sentimen kelima yang patut disimak adalah dinamika Brexit yang bak benang kusut. Parlemen Inggris masih terbelah, belum ada suara yang bulat untuk mengarah ke sebuah perjanjian perceraian dengan Uni Eropa.
Pada Rabu waktu setempat, parlemen akan melakukan (lagi-lagi) voting untuk menentukan berbagai opsi Brexit. Beberapa alternatif yang mencuat antara lain Inggris dan Uni Eropa akan berdiskusi kembali soal wilayah kepabeanan setelah resmi bercerai, Inggris tetap berada di wilayah kepabeanan tunggal Uni Eropa, atau menerapkan seperti Norwegia yaitu Inggris tetap berada di pasar tunggal Uni Eropa tetapi tidak masuk di wilayah kepabeanan.
Namun kini muncul pula suara-suara untuk mendukung proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Theresa May. Padahal proposal itu telah ditolak dua kali. Sebab, menolak proposal pemerintah bisa membuat Brexit tidak terjadi sama sekali alias batal.
"Saya selalu percaya bahwa No-Deal Brexit (Inggris tidak mendapat kompensasi apa-apa dari perpisahan dengan Uni Eropa) lebih baik dibandingkan proposal yang diajukan Nyonya May. Namun ternyata proposal itu lebih baik ketimbang tidak ada Brexit," kata Jacob Rees-Mogg, Pemimpin Partai Konservatif di parlemen, mengutip Reuters.
Eks Menteri Luar Negeri Boris Johnson juga memiliki pandangan serupa. "Jika proposal pemerintah ditolak lagi, maka Inggris bisa jadi tidak meninggalkan Uni Eropa. Ini risikonya," kata Johnson, mengutip Daily Telegraph.
Brexit yang masih tidak jelas ujungnya ini berpotensi membuat pelaku pasar kembali wait and see. Investor yang cenderung bermain aman tentu bukan berita baik buat IHSG, rupiah, dan Surat Berharga Negara (SBN).
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri karena produksi yang belum memadai. Kenaikan harga minyak membuat biaya impor komoditas ini menjadi semakin mahal, dan membebani transaksi berjalan (current account).
Risiko pelebaran defisit transaksi berjalan membuat rupiah menjadi rentan terdepresiasi karena fondasi penyokongnya yang rapuh. Oleh karena itu, pelaku pasar perlu waspada terhadap potensi pelemahan rupiah akibat lonjakan harga minyak.
Sentimen kelima yang patut disimak adalah dinamika Brexit yang bak benang kusut. Parlemen Inggris masih terbelah, belum ada suara yang bulat untuk mengarah ke sebuah perjanjian perceraian dengan Uni Eropa.
Pada Rabu waktu setempat, parlemen akan melakukan (lagi-lagi) voting untuk menentukan berbagai opsi Brexit. Beberapa alternatif yang mencuat antara lain Inggris dan Uni Eropa akan berdiskusi kembali soal wilayah kepabeanan setelah resmi bercerai, Inggris tetap berada di wilayah kepabeanan tunggal Uni Eropa, atau menerapkan seperti Norwegia yaitu Inggris tetap berada di pasar tunggal Uni Eropa tetapi tidak masuk di wilayah kepabeanan.
Namun kini muncul pula suara-suara untuk mendukung proposal Brexit yang diajukan Perdana Menteri Theresa May. Padahal proposal itu telah ditolak dua kali. Sebab, menolak proposal pemerintah bisa membuat Brexit tidak terjadi sama sekali alias batal.
"Saya selalu percaya bahwa No-Deal Brexit (Inggris tidak mendapat kompensasi apa-apa dari perpisahan dengan Uni Eropa) lebih baik dibandingkan proposal yang diajukan Nyonya May. Namun ternyata proposal itu lebih baik ketimbang tidak ada Brexit," kata Jacob Rees-Mogg, Pemimpin Partai Konservatif di parlemen, mengutip Reuters.
Eks Menteri Luar Negeri Boris Johnson juga memiliki pandangan serupa. "Jika proposal pemerintah ditolak lagi, maka Inggris bisa jadi tidak meninggalkan Uni Eropa. Ini risikonya," kata Johnson, mengutip Daily Telegraph.
Brexit yang masih tidak jelas ujungnya ini berpotensi membuat pelaku pasar kembali wait and see. Investor yang cenderung bermain aman tentu bukan berita baik buat IHSG, rupiah, dan Surat Berharga Negara (SBN).
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular