
Newsletter
Kemarin Dibuai The Fed, Hari ini Dibangunkan Brexit
Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
22 March 2019 06:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak menguat pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan, nilai tukar rupiah, sampai harga obligasi pemerintah membukukan kinerja positif.
Kemarin, IHSG ditutup menguat 0,29%. IHSG berhasil menembus level psikologis 6.500.
Sementara rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,32% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah berhasil terapresiasi selama 5 hari beruntun.
Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 9,9 basis poin (bps). Penurunan yield mencerminkan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Investor memang sedang bersuka-cita, bersedia mengambil risiko, dan tidak ada yang mau bermain aman. Penyebabnya adalah keputusan Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed yang menahan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau media 2,375%.
Bahkan dalam dot plot (arah suku bunga sampai jangka menengah) terbaruya, Jerome 'Jay' Powell dan kolega memperkirakan Federal Funds Rate tetap di median 2,375% sampai akhir 2019. Artinya, tidak ada kenaikan sama sekali pada tahun ini.
Pelaku pasar pun menghembuskan nafas lega. Satu faktor risiko sudah bisa dicoret dari daftar yaitu arah kebijakan moneter Negeri Paman Sam. Sikap (stance) posisi The Fed yang kalem alias dovish membuat dolar AS sulit menguat tajam seperti tahun lalu, sehingga mata uang negara lain punya ruang untuk menguat.
Jadilah arus modal menyebar ke segala penjuru, termasuk ke Indonesia. Hasilnya jelas, IHSG sampai Surat Berharga Negara (SBN) mencatatkan performa yang memuaskan.
Bank Indonesia (BI) kemudian menempuh kebijakan serupa, menahan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate di 6%. The Fed yang kini anteng membuat BI punya ruang untuk 'bernafas', tidak ada lagi yang membuat BI tertekan sehingga mau tidak mau harus menaikkan suku bunga.
Semua berakhir indah. Terima kasih, The Fed!
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dari Wall Street, tidak indeks utama ditutup di zona hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,84%, S&P 500 melonjak 1,08%, dan Nasdaq Composite melejit 1,42%.
Kemarin seusai pengumuman suku bunga bunga acuan oleh The Fed, Wall Street malah cenderung melemah. Kini sepertinya investor di bursa saham New York sudah bisa mencerna dengan utuh hasil rapat The Fed.
"Reaksi pertama setelah pengumuman hasil rapat The Fed memang selalu salah. Namun setelah itu akan dicerna dengan lebih baik," ujar Art Hogan, Chief Market Strategist di National Securities yang berbasis di New York, mengutip Reuters.
Tidak ada kenaikan suku bunga acuan semestinya memang menjadi sentimen positif di bursa saham. Sebab, saham adalah instrumen yang bekerja optimal di lingkungan suku bunga rendah. Jadi, rasanya dampak dari keputusan The Fed kemarin baru terasa hari ini.
Sentimen positif lain bagi Wall Street adalah lonjakan saham Apple yang mencapai 3,68%. Apple adalah emiten yang 'berdampak sistemik', mempengaruhi banyak emiten lain bahkan lintas sektoral. Ini karena kapitalisasi pasarnya yang begitu besar dan proses produksi yang melibatkan rantai pasok dari delapan penjuru mata angin.
Baca: Is Apple Too Big to Fail?
Investor bergairah karena Apple akan meluncurkan layanan televisi berbayar pekan depan. "Hari ini pergerakan pasar didorong oleh kenaikan saham Apple, reaksi terhadap kebijakan The Fed, dan tidak adanya berita buruk," ujar Matthew Keator, Managing Partner di Keator Group yang berbasis di Massachusetts, dikutip dari Reuters.
Berita positif lainnya datang dari rilis data ketenagakerjaan. Pada pekan yang berakhir 16 Maret, jumlah klaim tunjangan pengangguran turun 9.000 menjadi 221.000. Lebih rendah ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan di angka 225.000.
Artinya kondisi pasar tenaga kerja Negeri Adidaya masih kuat. Ekonomi masih menunjukkan geliat dan mampu menciptakan lapangan kerja.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan dari Wall Street yang positif. Sepertinya Wall Street bisa menjadi penyemangat bagi investor di pasar keuangan Asia untuk menyambut happy weekend.
Sentimen kedua adalah investor patut mencermati perkembangan seputar Brexit. Uni Eropa sudah menyelesaikan pertemuan di Brussel untuk menentukan nasib Brexit.
Donald Tusk, Presiden Dewan Uni Eropa, mengungkapkan bahwa 27 negara Uni Eropa sepakat untuk mengabulkan permintaan Inggris yang meminta perpanjangan waktu pelaksanaan Brexit. Seharusnya Brexit dieksekusi pada 29 Maret, yang tinggal menghitung hari.
Melalui cuitan di Twitter, Tusk menyebut bahwa 27 negara Uni Eropa secara aklamasi menyetujui perpanjangan waktu sampai 22 Mei, jika proposal Brexit disetujui oleh parlemen Inggris pekan depan. Jika tidak ada persetujuan dari parlemen pekan depan, extra time hanya berlaku sampai 12 April.
Jadi kalau sampai tidak ada restu dari parlemen pada pekan depan, maka Inggris punya waktu sebulan untuk bersiap menghadapi mimpi buruk yaitu keluar dari Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa alias No-Deal Brexit. Bahkan dalam cuitannya, Tusk menuliskan Uni Eropa akan melanjutkan persiapan seandainya No-Deal Brexit terjadi.
"Saya akan terus bekerja meyakinkan parlemen untuk menyetujui sebuah kesepakatan, sehingga kita bisa berpisah dengan tenang. Sedikit perpanjangan waktu akan memberi waktu kepada parlemen untuk menentukan pilihan terakhir," kata Perdana Menteri Inggris Theresa May, mengutip Reuters.
So, pekan depan akan menjadi momen yang menentukan masa depan Inggris. Andai parlemen belum juga meloloskan proposal Brexit yang disusun PM May bersama Uni Eropa, maka Inggris hanya punya waktu kurang dari sebulan yaitu sampai 12 April untuk mengepak koper dan pergi tanpa membawa oleh-oleh.
Setelah kemarin terbuai oleh hasil keputusan rapat The Fed, kini pelaku pasar harus kembali menginjak bumi dan menghadapi kenyataan bernama Brexit. Jomplang sekali...
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
Sentimen ketiga adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. investor perlu waspada karena sepertinya dolar AS mulai bangkit setelah kemarin terpukul akibat hasil rapat The Fed.
Pada pukul 06:05 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat sampai 0,44%. Maklum saja, dolar AS yang sudah murah tentu menjadi menarik dan investor pun tidak kuasa untuk menahan godaannya.
Rupiah perlu hati-hati karena kebangkitan dolar AS ini bisa menjadi penjegal. Apalagi rupiah sudah menguat 5 hari beruntun, sehingga peluang mengalami koreksi teknikal menjadi lebih terbuka.
Namun rupiah bisa mendapat angin segar dari sentimen keempat yaitu perkembangan harga minyak. Pada pukul 06:10 WIB, harga minyak jenis brent amblas 1,12%.
Bagi Indonesia, penurunan harga minyak adalah anugerah. Sebagai negara net importir minyak, Indonesia akan diuntungkan karena biaya impor lebih murah saat harga minyak turun.
Akibatnya, devisa yang 'terbakar' untuk impor minyak pun lebih sedikit. Ini membuat transaksi berjalan (current account) menjadi lebih kuat dan menjadi fondasi bagi rupiah yang stabil.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Ekonomi AS Tumbuh Perkasa, Pesta Pasar Keuangan RI Bisa Berlanjut
Kemarin, IHSG ditutup menguat 0,29%. IHSG berhasil menembus level psikologis 6.500.
Sementara rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan penguatan 0,32% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah berhasil terapresiasi selama 5 hari beruntun.
Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 9,9 basis poin (bps). Penurunan yield mencerminkan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.
Investor memang sedang bersuka-cita, bersedia mengambil risiko, dan tidak ada yang mau bermain aman. Penyebabnya adalah keputusan Bank Sentral AS The Federal Reserve/The Fed yang menahan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau media 2,375%.
Bahkan dalam dot plot (arah suku bunga sampai jangka menengah) terbaruya, Jerome 'Jay' Powell dan kolega memperkirakan Federal Funds Rate tetap di median 2,375% sampai akhir 2019. Artinya, tidak ada kenaikan sama sekali pada tahun ini.
Pelaku pasar pun menghembuskan nafas lega. Satu faktor risiko sudah bisa dicoret dari daftar yaitu arah kebijakan moneter Negeri Paman Sam. Sikap (stance) posisi The Fed yang kalem alias dovish membuat dolar AS sulit menguat tajam seperti tahun lalu, sehingga mata uang negara lain punya ruang untuk menguat.
Jadilah arus modal menyebar ke segala penjuru, termasuk ke Indonesia. Hasilnya jelas, IHSG sampai Surat Berharga Negara (SBN) mencatatkan performa yang memuaskan.
Bank Indonesia (BI) kemudian menempuh kebijakan serupa, menahan suku bunga acuan 7 Day Reverse Repo Rate di 6%. The Fed yang kini anteng membuat BI punya ruang untuk 'bernafas', tidak ada lagi yang membuat BI tertekan sehingga mau tidak mau harus menaikkan suku bunga.
Semua berakhir indah. Terima kasih, The Fed!
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dari Wall Street, tidak indeks utama ditutup di zona hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,84%, S&P 500 melonjak 1,08%, dan Nasdaq Composite melejit 1,42%.
Kemarin seusai pengumuman suku bunga bunga acuan oleh The Fed, Wall Street malah cenderung melemah. Kini sepertinya investor di bursa saham New York sudah bisa mencerna dengan utuh hasil rapat The Fed.
"Reaksi pertama setelah pengumuman hasil rapat The Fed memang selalu salah. Namun setelah itu akan dicerna dengan lebih baik," ujar Art Hogan, Chief Market Strategist di National Securities yang berbasis di New York, mengutip Reuters.
Tidak ada kenaikan suku bunga acuan semestinya memang menjadi sentimen positif di bursa saham. Sebab, saham adalah instrumen yang bekerja optimal di lingkungan suku bunga rendah. Jadi, rasanya dampak dari keputusan The Fed kemarin baru terasa hari ini.
Sentimen positif lain bagi Wall Street adalah lonjakan saham Apple yang mencapai 3,68%. Apple adalah emiten yang 'berdampak sistemik', mempengaruhi banyak emiten lain bahkan lintas sektoral. Ini karena kapitalisasi pasarnya yang begitu besar dan proses produksi yang melibatkan rantai pasok dari delapan penjuru mata angin.
Baca: Is Apple Too Big to Fail?
Investor bergairah karena Apple akan meluncurkan layanan televisi berbayar pekan depan. "Hari ini pergerakan pasar didorong oleh kenaikan saham Apple, reaksi terhadap kebijakan The Fed, dan tidak adanya berita buruk," ujar Matthew Keator, Managing Partner di Keator Group yang berbasis di Massachusetts, dikutip dari Reuters.
Berita positif lainnya datang dari rilis data ketenagakerjaan. Pada pekan yang berakhir 16 Maret, jumlah klaim tunjangan pengangguran turun 9.000 menjadi 221.000. Lebih rendah ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan di angka 225.000.
Artinya kondisi pasar tenaga kerja Negeri Adidaya masih kuat. Ekonomi masih menunjukkan geliat dan mampu menciptakan lapangan kerja.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan dari Wall Street yang positif. Sepertinya Wall Street bisa menjadi penyemangat bagi investor di pasar keuangan Asia untuk menyambut happy weekend.
Sentimen kedua adalah investor patut mencermati perkembangan seputar Brexit. Uni Eropa sudah menyelesaikan pertemuan di Brussel untuk menentukan nasib Brexit.
Donald Tusk, Presiden Dewan Uni Eropa, mengungkapkan bahwa 27 negara Uni Eropa sepakat untuk mengabulkan permintaan Inggris yang meminta perpanjangan waktu pelaksanaan Brexit. Seharusnya Brexit dieksekusi pada 29 Maret, yang tinggal menghitung hari.
Melalui cuitan di Twitter, Tusk menyebut bahwa 27 negara Uni Eropa secara aklamasi menyetujui perpanjangan waktu sampai 22 Mei, jika proposal Brexit disetujui oleh parlemen Inggris pekan depan. Jika tidak ada persetujuan dari parlemen pekan depan, extra time hanya berlaku sampai 12 April.
Jadi kalau sampai tidak ada restu dari parlemen pada pekan depan, maka Inggris punya waktu sebulan untuk bersiap menghadapi mimpi buruk yaitu keluar dari Uni Eropa tanpa kompensasi apa-apa alias No-Deal Brexit. Bahkan dalam cuitannya, Tusk menuliskan Uni Eropa akan melanjutkan persiapan seandainya No-Deal Brexit terjadi.
"Saya akan terus bekerja meyakinkan parlemen untuk menyetujui sebuah kesepakatan, sehingga kita bisa berpisah dengan tenang. Sedikit perpanjangan waktu akan memberi waktu kepada parlemen untuk menentukan pilihan terakhir," kata Perdana Menteri Inggris Theresa May, mengutip Reuters.
So, pekan depan akan menjadi momen yang menentukan masa depan Inggris. Andai parlemen belum juga meloloskan proposal Brexit yang disusun PM May bersama Uni Eropa, maka Inggris hanya punya waktu kurang dari sebulan yaitu sampai 12 April untuk mengepak koper dan pergi tanpa membawa oleh-oleh.
Setelah kemarin terbuai oleh hasil keputusan rapat The Fed, kini pelaku pasar harus kembali menginjak bumi dan menghadapi kenyataan bernama Brexit. Jomplang sekali...
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
Sentimen ketiga adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. investor perlu waspada karena sepertinya dolar AS mulai bangkit setelah kemarin terpukul akibat hasil rapat The Fed.
Pada pukul 06:05 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat sampai 0,44%. Maklum saja, dolar AS yang sudah murah tentu menjadi menarik dan investor pun tidak kuasa untuk menahan godaannya.
Rupiah perlu hati-hati karena kebangkitan dolar AS ini bisa menjadi penjegal. Apalagi rupiah sudah menguat 5 hari beruntun, sehingga peluang mengalami koreksi teknikal menjadi lebih terbuka.
Namun rupiah bisa mendapat angin segar dari sentimen keempat yaitu perkembangan harga minyak. Pada pukul 06:10 WIB, harga minyak jenis brent amblas 1,12%.
Bagi Indonesia, penurunan harga minyak adalah anugerah. Sebagai negara net importir minyak, Indonesia akan diuntungkan karena biaya impor lebih murah saat harga minyak turun.
Akibatnya, devisa yang 'terbakar' untuk impor minyak pun lebih sedikit. Ini membuat transaksi berjalan (current account) menjadi lebih kuat dan menjadi fondasi bagi rupiah yang stabil.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Rilis tingkat inflasi Jepang periode Februari (06:30 WIB).
- Rilis PMI Manufaktur Jepang periode Maret (07:30 WIB).
- Rilis pembacaan awal Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Jerman periode Maret (15:30 WIB).
- Rilis pembacaan awal PMI manufaktur Zona Euro periode Maret (16:00 WIB).
- Rilis pembacaan awal PMI manufaktur AS periode Maret (20:45 WIB).
- Rilis data penjualan rumah bukan baru AS periode Februari (21:00 WIB).
- Rilis Posisi Investasi Internasional Indonesia kuartal IV-2018 (tentatif).
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:
Perusahaan | Jenis Kegiatan | Waktu |
PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk (DPNS) | RUPS LB | 14:00 WIB |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY) | 5,17% |
Inflasi (Februari 2019 YoY) | 2,57% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2019) | 6% |
Defisit anggaran (APBN 2019) | -1,84% PDB |
Transaksi berjalan (2018) | -2,98% PDB |
Neraca pembayaran (2018) | -US$ 7,13 miliar |
Cadangan devisa (Februari 2019) | US$ 123,27 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Ekonomi AS Tumbuh Perkasa, Pesta Pasar Keuangan RI Bisa Berlanjut
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular