
Newsletter
Bak Drakor, Love-Hate Relationship AS-China Aduk Emosi
Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 March 2019 05:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia menjalani momen yang berat pada pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sama-sama melemah secara mingguan.
Pada pekan kemarin, IHSG melemah tipis 0,02% atau nyaris stagnan. Namun pelemahan itu sudah cukup membuat IHSG terlempar dari kisaran 6.500.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi 0,39% secara point-to-point. Pelemahan ini membuat dolar AS kembali menembus level Rp 14.100.
Sejatinya IHSG dan rupiah memulai pekan lalu dengan cukup apik dan penguatan pada 2 hari pertama. Penyebabnya adalah aura damai dagang AS-China yang begitu terasa.
Selepas perundingan intensif selama 2 minggu di Beijing dan Washington, kedua negara terlihat harmonis. Bahkan sudah ada garis besar kesepakatan dagang yang mencakup perlindungan terhadap kekayaan intelektual, perluasan investasi sektor jasa, transfer teknologi, pertanian, nilai tukar, dan halangan non-tarif (non-tariff barrier) di bidang perdagangan.
Investor semakin berbunga-bunga kala Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk atas impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%. Seyogianya kenaikan tersebut berlaku mulai 2 Maret.
Namun karena dialog yang mulus, Trump akhirnya memutuskan untuk menunda kenaikan tersebut sampai batas waktu yang belum ditentukan. Robert Lighthizer, Kepala Perwakilan Dagang AS, mengungkapkan peraturan pemerintah yang mengatur penundaan ini akan terbit tidak lama lagi.
Bahkan kemudian Trump berencana mengundang Presiden China Xi Jinping ke resor golf miliknya di Florida untuk finalisasi dan pengesahan kesepakatan dagang. Pertemuan itu dijadwalkan berlangsung bulan ini.
Perkembangan ini membuat pelaku pasar memasang mode agresif. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia menjadi incaran.
Namun mulai pertengahan pekan, sentimen ini mulai mereda. Investor mulai tergoda melakukan ambil untung (profit taking) dari kenaikan yang terjadi sebelumnya.
Ditambah lagi sikap AS yang berubah kembali galak kepada China. Lighthizer dalam paparannya di depan Komisi Perpajakan House of Representatives menyatakan bahwa sebuah negosiasi tidak akan begitu saja mengubah hubungan dagang AS-China. Dia pun membuka kemungkinan AS untk kembali menerapkan kenaikan bea masuk bagi produk-produk made in China.
Trump kemudian ikut memanaskan situasi. Dirinya menyatakan siap membatalkan perundingan dagang dengan China jika hasilnya tidak memuaskan.
"Saya selalu siap untuk keluar. Saya tidak pernah takut untuk keluar dari kesepakatan, termasuk dengan China," tegasnya, dikutip dari Reuters.
Belum lagi kemudian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan gugatan AS terhadap subsidi pertanian China yang dianggap terlalu besar. China meradang dan tidak terima dengan putusan tersebut.
Hubungan AS-China yang menegang Ini membuat pasar keuangan Asia (termasuk Indonesia) kembali ditinggalkan karena investor memilih untuk bermain aman. Wajar saja, prospek damai dagang AS-China yang samar-samar memang menjadi sebuah risiko besar bagi perekonomian global.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dari Wall Street, tiga indeks utama mencatatkan performa apik pada perdagangan akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,43%, S&P 500 menguat 0,69%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,83%.
Emosi investor kembali diaduk-aduk karena kini ada harapan hubungan AS-China membaik lagi. Bloomberg memberitakan, seperti dikutip dari Reuters, pemerintah AS tengah menyusun pertemuan Trump dengan Presiden Xi yang rencananya digelar di resor golf Maret-a-Lago (Florida). Seorang sumber di lingkaran dalam pemerintah mengungkapkan pertemuan ini paling cepat dilaksanakan pada pertengahan Maret.
Gedung Putih memang tidak memberikan konfirmasi mengenai berita ini. Namun Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menyatakan bahwa perundingan dagang dengan China telah membuahkan hasil yang memuaskan.
"Perkembangannya luar biasa. Tentu kita masih harus mendengar hal yang sama dari Presiden Xi dan Politbiro (Partai Komunis China), tetapi menurut saya, kami sedang menuju ke arah kesepakatan dagang yang bersejarah," tegas Kudlow, mengutip Reuters.
Investor di bursa saham New York juga girang karena kantor Perwakilan Dagang AS akan merilis peraturan resmi mengenai penundaan kenaikan tarif bea masuk untuk impor produk-produk asal China. Aturan tersebut akan terbit Kamis pekan ini waktu setempat.
"Kenaikan tarif bea masuk tidak lagi diperlukan karena kemajuan yang telah diraih dalam dialog sejak Desember 2018. Tarif (bea masuk) akan tetap 10% sampai ada pemberitahuan selanjutnya," sebut rencana peraturan itu, dikutip dari Reuters.
China menyambut baik penundaan kenaikan tarif bea masuk tersebut. China pun siap untuk menempuh langkah negosiasi selanjutnya.
"China dan AS akan segera mencapai kesepakatan untuk kebaikan bersama. Tidak hanya bagi kedua negara, tetapi juga perekonomian dunia," sebut Guo Weimin, Juru Bicara Lembaga Penasihat Negara China, dikutip dari Reuters.
Namun tidak ada yang namanya makan siang gratis. Trump mendesak China segera menghapus bea masuk bagi impor produk-produk pertanian asal AS.
"Saya sudah meminta China untuk segera menghapus bea masuk produk-produk agrikultur kami (termasuk daging sapi, daging babi, dan sebagainya), karena perundingan dagang berjalan dengan sangat baik dan saya tidak menaikkan tarif bea masuk menjadi 25% pada 1 Maret. Ini sangat penting untuk petani kami, dan saya!" cuit Trump di Twitter.
[Gambas:Twitter]
Hubungan AS-China memang seperti lagu lama, benci tapi rindu. Love-hate relationship a la drama Korea (drakor) ini sepertinya akan memainkan emosi pelaku pasar, sampai akhirnya Trump dan Xi bertemu untuk mengesahkan perjanjian kesepakatan dagang.
Penguatan pada perdagangan akhir pekan membuat Wall Street berakhir variatif secara mingguan. DJIA terkoreksi tipis 0,02%, S&P 500 naik 0,4%, dan Nasdaq menguat 0,9%.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan hubungan AS-China.
Pelaku pasar perlu menantikan apakah China akan segera merespons permintaan Trump dengan menghapus bea masuk bagi impor produk pertanian asal Negeri Paman Sam. Jika itu terjadi hari ini, maka akan menjadi dorongan besar yang membuat pasar keuangan Asia (termasuk Indonesia) mampu menguat. Sebab, penghapusan bea masuk oleh China akan membuka lebar-lebar pintu menuju damai dagang dengan AS.
Sentimen kedua masih terkait pertemuan Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Vietnam pekan lalu. Pertemuan itu tidak membuahkan hasil, AS memutuskan meninggalkan arena dialog karena menilai Korea Utara tidak sepenuh hati dalam denuklirisasi.
Pyongyang meminta Washington untuk mencabut seluruh sanksi yang ada. Sebagai balasan, Korea Utara akan menutup sebagian fasilitas nuklir Yongbyon. Sebagian, tidak seluruhnya.
"Berdasarkan tingkat kepercayaan yang kini hadir di antara kedua negara, ini adalah upaya denuklirisasi maksimal yang bisa kami berikan. Sulit untuk berpikir ada yang lebih baik dari tawaran kami," tegas Ri Yong Ho, Menteri Luar Negeri Korea Utara, mengutip Reuters.
Bahkan komentar lebih mengkhawatirkan datang dari Choe Son Hui, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara. Dia mengungkapkan, Pemimpin Kim mungkin sudah kehilangan hasrat untuk melanjutkan perundingan dengan AS.
"(Kim) mungkin kehilangan niat untuk mencapai kesepakatan. Kami melihat, bisa saja beliau menilai tidak ada kebutuhan untuk melanjutkan (perundingan)," kata Choe, mengutip Reuters.
Trump masih penasaran dengan sikap Korea Utara tersebut. Eks taipan properti itu lagi-lagi mencoba 'memancing' dengan memuji Korea Utara, tetapi kemudian agak menjatuhkannya.
"Korea Utara punya masa depan ekonomi yang luar biasa jika mereka membuat kesepakatan. Namun mereka tidak punya masa depan kalau terus memiliki senjata nuklir," tegas Trump dalam acara Conservative Political Action Conference, dikutip dari Reuters.
Dinamika hubungan AS-Korea Utara patut dicermati karena bisa menentukan nasib perdamaian di Semenanjung Korea. Jika jalan menuju perdamaian kembali terancam, maka investor akan sulit untuk tenang karena ada risiko besar yang menghantui yaitu gesekan di Semenanjung Korea yang bisa terjadi kapan saja.
Sentimen ketiga adalah terkait dengan nilai tukar dolar AS. Trump kembali mencoba 'mengobok-obok' dolar AS dengan menyebutkan nilai tukar mata uang ini sudah terlalu kuat dan membuat produk made in USA tidak kompetitif di pasar global.
"Kita punya orang-orang di The Fed (Federal Reserves, Bank Sentral AS) yang suka dengan dolar AS yang sangat kuat. Saya juga mau dolar AS kuat, tetapi saya juga ingin dolar AS yang hebat buat negara ini. Bukan dolar AS yang begitu kuat sehingga mengganggu hubungan kita dengan negara lain.
"Kita punya orang-orang di The Fed yang suka dengan pengetatan. Kita ingin dolar AS kuat, tetapi harus masuk akal. Bisakah Anda bayangkan bagaimana jika kita membiarkan suku bunga (tidak naik)? Jika kita tidak melakukan pengetatan, maka dolar AS mungkin tidak sekuat ini," papar Trump, mengutip Reuters.
Sebagai informasi, tahun lalu The Fed menaikkan suku bunga sampai empat kali. Tahun ini, kemungkinan masih ada dua kali lagi kenaikan karena target median Federal Funds Rate pada akhir 2019 adalah 2,8% sementara sekarang di 2,375%.
Namun dolar AS mengacuhkan gertakan Trump dan terus melaju. Pada pukul 03:08 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,29%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini naik sampai nyaris 1%.
Sebab, pelaku pasar meyakini bahwa Jerome 'Jay' Powell dan sejawat tidak akan gentar terhadap ancaman Trump. Sudah beberapa kali Powell menegaskan bahwa penentuan kebijakan moneter tidak memasukkan kalkulasi politik. Dia juga tidak akan mundur dari posisinya meski Trump meminta.
Meski saat ini dolar AS masih kokoh, tetapi patut dinantikan bagaimana efek dari pernyataan Trump di pasar valas Asia. Apakah dolar AS masih mampu perkasa di Benua Kuning? Atau sebaliknya, investor malah memihak rupiah dkk?
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article IHSG Sudah Bangkit Saatnya Rupiah Menguat
Pada pekan kemarin, IHSG melemah tipis 0,02% atau nyaris stagnan. Namun pelemahan itu sudah cukup membuat IHSG terlempar dari kisaran 6.500.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi 0,39% secara point-to-point. Pelemahan ini membuat dolar AS kembali menembus level Rp 14.100.
Sejatinya IHSG dan rupiah memulai pekan lalu dengan cukup apik dan penguatan pada 2 hari pertama. Penyebabnya adalah aura damai dagang AS-China yang begitu terasa.
Selepas perundingan intensif selama 2 minggu di Beijing dan Washington, kedua negara terlihat harmonis. Bahkan sudah ada garis besar kesepakatan dagang yang mencakup perlindungan terhadap kekayaan intelektual, perluasan investasi sektor jasa, transfer teknologi, pertanian, nilai tukar, dan halangan non-tarif (non-tariff barrier) di bidang perdagangan.
Investor semakin berbunga-bunga kala Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menunda kenaikan bea masuk atas impor produk-produk China senilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%. Seyogianya kenaikan tersebut berlaku mulai 2 Maret.
Namun karena dialog yang mulus, Trump akhirnya memutuskan untuk menunda kenaikan tersebut sampai batas waktu yang belum ditentukan. Robert Lighthizer, Kepala Perwakilan Dagang AS, mengungkapkan peraturan pemerintah yang mengatur penundaan ini akan terbit tidak lama lagi.
Bahkan kemudian Trump berencana mengundang Presiden China Xi Jinping ke resor golf miliknya di Florida untuk finalisasi dan pengesahan kesepakatan dagang. Pertemuan itu dijadwalkan berlangsung bulan ini.
Perkembangan ini membuat pelaku pasar memasang mode agresif. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia menjadi incaran.
Namun mulai pertengahan pekan, sentimen ini mulai mereda. Investor mulai tergoda melakukan ambil untung (profit taking) dari kenaikan yang terjadi sebelumnya.
Ditambah lagi sikap AS yang berubah kembali galak kepada China. Lighthizer dalam paparannya di depan Komisi Perpajakan House of Representatives menyatakan bahwa sebuah negosiasi tidak akan begitu saja mengubah hubungan dagang AS-China. Dia pun membuka kemungkinan AS untk kembali menerapkan kenaikan bea masuk bagi produk-produk made in China.
Trump kemudian ikut memanaskan situasi. Dirinya menyatakan siap membatalkan perundingan dagang dengan China jika hasilnya tidak memuaskan.
"Saya selalu siap untuk keluar. Saya tidak pernah takut untuk keluar dari kesepakatan, termasuk dengan China," tegasnya, dikutip dari Reuters.
Belum lagi kemudian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan gugatan AS terhadap subsidi pertanian China yang dianggap terlalu besar. China meradang dan tidak terima dengan putusan tersebut.
Hubungan AS-China yang menegang Ini membuat pasar keuangan Asia (termasuk Indonesia) kembali ditinggalkan karena investor memilih untuk bermain aman. Wajar saja, prospek damai dagang AS-China yang samar-samar memang menjadi sebuah risiko besar bagi perekonomian global.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Dari Wall Street, tiga indeks utama mencatatkan performa apik pada perdagangan akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,43%, S&P 500 menguat 0,69%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,83%.
Emosi investor kembali diaduk-aduk karena kini ada harapan hubungan AS-China membaik lagi. Bloomberg memberitakan, seperti dikutip dari Reuters, pemerintah AS tengah menyusun pertemuan Trump dengan Presiden Xi yang rencananya digelar di resor golf Maret-a-Lago (Florida). Seorang sumber di lingkaran dalam pemerintah mengungkapkan pertemuan ini paling cepat dilaksanakan pada pertengahan Maret.
Gedung Putih memang tidak memberikan konfirmasi mengenai berita ini. Namun Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menyatakan bahwa perundingan dagang dengan China telah membuahkan hasil yang memuaskan.
"Perkembangannya luar biasa. Tentu kita masih harus mendengar hal yang sama dari Presiden Xi dan Politbiro (Partai Komunis China), tetapi menurut saya, kami sedang menuju ke arah kesepakatan dagang yang bersejarah," tegas Kudlow, mengutip Reuters.
Investor di bursa saham New York juga girang karena kantor Perwakilan Dagang AS akan merilis peraturan resmi mengenai penundaan kenaikan tarif bea masuk untuk impor produk-produk asal China. Aturan tersebut akan terbit Kamis pekan ini waktu setempat.
"Kenaikan tarif bea masuk tidak lagi diperlukan karena kemajuan yang telah diraih dalam dialog sejak Desember 2018. Tarif (bea masuk) akan tetap 10% sampai ada pemberitahuan selanjutnya," sebut rencana peraturan itu, dikutip dari Reuters.
China menyambut baik penundaan kenaikan tarif bea masuk tersebut. China pun siap untuk menempuh langkah negosiasi selanjutnya.
"China dan AS akan segera mencapai kesepakatan untuk kebaikan bersama. Tidak hanya bagi kedua negara, tetapi juga perekonomian dunia," sebut Guo Weimin, Juru Bicara Lembaga Penasihat Negara China, dikutip dari Reuters.
Namun tidak ada yang namanya makan siang gratis. Trump mendesak China segera menghapus bea masuk bagi impor produk-produk pertanian asal AS.
"Saya sudah meminta China untuk segera menghapus bea masuk produk-produk agrikultur kami (termasuk daging sapi, daging babi, dan sebagainya), karena perundingan dagang berjalan dengan sangat baik dan saya tidak menaikkan tarif bea masuk menjadi 25% pada 1 Maret. Ini sangat penting untuk petani kami, dan saya!" cuit Trump di Twitter.
[Gambas:Twitter]
Hubungan AS-China memang seperti lagu lama, benci tapi rindu. Love-hate relationship a la drama Korea (drakor) ini sepertinya akan memainkan emosi pelaku pasar, sampai akhirnya Trump dan Xi bertemu untuk mengesahkan perjanjian kesepakatan dagang.
Penguatan pada perdagangan akhir pekan membuat Wall Street berakhir variatif secara mingguan. DJIA terkoreksi tipis 0,02%, S&P 500 naik 0,4%, dan Nasdaq menguat 0,9%.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan hubungan AS-China.
Pelaku pasar perlu menantikan apakah China akan segera merespons permintaan Trump dengan menghapus bea masuk bagi impor produk pertanian asal Negeri Paman Sam. Jika itu terjadi hari ini, maka akan menjadi dorongan besar yang membuat pasar keuangan Asia (termasuk Indonesia) mampu menguat. Sebab, penghapusan bea masuk oleh China akan membuka lebar-lebar pintu menuju damai dagang dengan AS.
Sentimen kedua masih terkait pertemuan Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Vietnam pekan lalu. Pertemuan itu tidak membuahkan hasil, AS memutuskan meninggalkan arena dialog karena menilai Korea Utara tidak sepenuh hati dalam denuklirisasi.
Pyongyang meminta Washington untuk mencabut seluruh sanksi yang ada. Sebagai balasan, Korea Utara akan menutup sebagian fasilitas nuklir Yongbyon. Sebagian, tidak seluruhnya.
"Berdasarkan tingkat kepercayaan yang kini hadir di antara kedua negara, ini adalah upaya denuklirisasi maksimal yang bisa kami berikan. Sulit untuk berpikir ada yang lebih baik dari tawaran kami," tegas Ri Yong Ho, Menteri Luar Negeri Korea Utara, mengutip Reuters.
Bahkan komentar lebih mengkhawatirkan datang dari Choe Son Hui, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara. Dia mengungkapkan, Pemimpin Kim mungkin sudah kehilangan hasrat untuk melanjutkan perundingan dengan AS.
"(Kim) mungkin kehilangan niat untuk mencapai kesepakatan. Kami melihat, bisa saja beliau menilai tidak ada kebutuhan untuk melanjutkan (perundingan)," kata Choe, mengutip Reuters.
Trump masih penasaran dengan sikap Korea Utara tersebut. Eks taipan properti itu lagi-lagi mencoba 'memancing' dengan memuji Korea Utara, tetapi kemudian agak menjatuhkannya.
"Korea Utara punya masa depan ekonomi yang luar biasa jika mereka membuat kesepakatan. Namun mereka tidak punya masa depan kalau terus memiliki senjata nuklir," tegas Trump dalam acara Conservative Political Action Conference, dikutip dari Reuters.
Dinamika hubungan AS-Korea Utara patut dicermati karena bisa menentukan nasib perdamaian di Semenanjung Korea. Jika jalan menuju perdamaian kembali terancam, maka investor akan sulit untuk tenang karena ada risiko besar yang menghantui yaitu gesekan di Semenanjung Korea yang bisa terjadi kapan saja.
Sentimen ketiga adalah terkait dengan nilai tukar dolar AS. Trump kembali mencoba 'mengobok-obok' dolar AS dengan menyebutkan nilai tukar mata uang ini sudah terlalu kuat dan membuat produk made in USA tidak kompetitif di pasar global.
"Kita punya orang-orang di The Fed (Federal Reserves, Bank Sentral AS) yang suka dengan dolar AS yang sangat kuat. Saya juga mau dolar AS kuat, tetapi saya juga ingin dolar AS yang hebat buat negara ini. Bukan dolar AS yang begitu kuat sehingga mengganggu hubungan kita dengan negara lain.
"Kita punya orang-orang di The Fed yang suka dengan pengetatan. Kita ingin dolar AS kuat, tetapi harus masuk akal. Bisakah Anda bayangkan bagaimana jika kita membiarkan suku bunga (tidak naik)? Jika kita tidak melakukan pengetatan, maka dolar AS mungkin tidak sekuat ini," papar Trump, mengutip Reuters.
Sebagai informasi, tahun lalu The Fed menaikkan suku bunga sampai empat kali. Tahun ini, kemungkinan masih ada dua kali lagi kenaikan karena target median Federal Funds Rate pada akhir 2019 adalah 2,8% sementara sekarang di 2,375%.
Namun dolar AS mengacuhkan gertakan Trump dan terus melaju. Pada pukul 03:08 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,29%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini naik sampai nyaris 1%.
Sebab, pelaku pasar meyakini bahwa Jerome 'Jay' Powell dan sejawat tidak akan gentar terhadap ancaman Trump. Sudah beberapa kali Powell menegaskan bahwa penentuan kebijakan moneter tidak memasukkan kalkulasi politik. Dia juga tidak akan mundur dari posisinya meski Trump meminta.
Meski saat ini dolar AS masih kokoh, tetapi patut dinantikan bagaimana efek dari pernyataan Trump di pasar valas Asia. Apakah dolar AS masih mampu perkasa di Benua Kuning? Atau sebaliknya, investor malah memihak rupiah dkk?
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Rilis data Belanja Konstruksi AS periode Desember 2018 (22:00 WIB).
- Rilis Indeks Harga Produsen Zona Euro periode Januari 2019 (17:00 WIB).
- Rilis Indeks Sentix Zona Euro periode Maret 2019 (16:30 WIB).
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:
Perusahaan | Jenis Kegiatan | Waktu |
PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) | Rilis Laporan Keuangan 2018 | Setelah Penutupan Perdagangan |
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) | Rilis Laporan Keuangan 2018 | Setelah Penutupan Perdagangan |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY) | 5,17% |
Inflasi (Februari 2019 YoY) | 2,57% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Februari 2019) | 6% |
Defisit anggaran (APBN 2019) | -1,84% PDB |
Transaksi berjalan (2018) | -2,98% PDB |
Neraca pembayaran (2018) | -US$ 7,13 miliar |
Cadangan devisa (Januari 2019) | US$ 120,07 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article IHSG Sudah Bangkit Saatnya Rupiah Menguat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular