
Newsletter
Awas, Damai Dagang AS-China Ternyata Masih Bisa Batal!
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
28 February 2019 05:41

Dari Wall Street, tiga indeks utama ditutup variatif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,28%, S&P 500 melemah 0,05%, tetapi Nasdaq Composite masih bisa naik tipis 0,07%.
Investor agak gamang setelah mendengar paparan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer di hadapan Komite Perpajakan House of Representatives (House Ways and Means Committee). Pimpinan delegasi AS dalam dialog dagang dengan China di Beijing dan Washington tersebut menyatakan bahwa sebuah negosiasi tidak akan begitu saja mengubah hubungan dagang AS-China.
"Kenyataannya adalah ini menjadi tantangan yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Saya tidak cukup bodoh untuk percaya satu negosiasi bisa mengubahnya," kata Lighthizer, mengutip Reuters.
Apabila AS-China sampai batal mencapai kesepakatan damai dagang, lanjut Lighthizer, maka dirinya tidak akan segan untuk kembali menaikkan bea masuk. Sebab bea masuk adalah satu-satunya alat untuk menekan China agar melakukan reformasi struktural.
"Jika ada ketidaksepakatan, maka AS akan bertindak proporsional," tegasnya.
Reformasi struktural di China, menurut Lighthizer, bukan soal Negeri Tirai Bambu membeli lebih banyak produk made in USA. Beberapa hal yang harus diselesaikan adalah penghentian pemaksaan transfer teknologi terhadap perusahaan asing yang beroperasi di China atau manipulasi kurs untuk mendongrak kinerja ekspor.
"Saya tidak yakin kalau ini (China membeli lebih banyak produk AS) akan menyelesaikan masalah. Kami akan menuntaskan ini (hubungan dengan China) dengan satu mata yang mengarah ke masa depan," kata Lighthizer.
Namun, Lighthizer juga mengeluarkan pernyataan yang melegakan. Dia mengungkapkan bahwa tidak lama lagi pemerintah akan merilis aturan resmi tentang penundaan kenaikan bea masuk untuk importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar, seperti janji Presiden Donald Trump.
"Dalam beberapa hari ke depan akan ada regulasi federal yang secara formal mengatur penundaan kenaikan tarif (bea masuk) untuk produk-produk China. Ini akan dikecualikan," ungkap Lighthizer.
Kemudian, investor juga memantau paparan Gubernur The Federal Reserves/The Fed Jerome 'Jay' Powell di hadapan Komite Jasa Keuangan House of Representatives. Powell mengungkapkan bahwa The Fed akan mengakhiri proses normalisasi neraca pada akhir tahun ini.
Sejak krisis 2008, The Fed rajin membeli surat-surat berharga di pasar. Dengan begitu, bank sentral melakukan injeksi likuiditas ke sistem perekonomian. Stimulus seperti ini disebut quantitative easing.
Pembelian surat-surat berharga tersebut membuat neraca The Fed menjadi sangat gemuk, mencapai US$ 4 triliun. Dengan kondisi ekonomi AS yang membaik, maka The Fed memutuskan untuk lebih 'merampingkan' neracanya dengan melepas kepemilikan surat-surat berharga.
Artinya, The Fed menyerap likuiditas dari sistem perekonomian. Pada akhirnya, dampak dari kebijakan ini sama seperti menaikkan suku bunga acuan yaitu mengetatkan likuiditas di pasar.
"Kami sedang mengusahakan sebuah kerangka kerja, yang saya harap bisa diumumkan segera, untuk menyelesaikan normalisasi neraca. Kami mungkin akan mengakhirinya pada akhir tahun," ungkap Powell, mengutip Reuters.
Kekhawatiran soal hubungan AS-China, kelegaan terkait penundaan kenaikan bea masuk, sampai sambutan positif bahwa The Fed akan menghentikan normalisasi neraca menjadi sentimen yang campur aduk di pasar. Hasilnya adalah Wall Street bergerak galau, melemah dan menguat dalam kisaran terbatas.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Investor agak gamang setelah mendengar paparan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer di hadapan Komite Perpajakan House of Representatives (House Ways and Means Committee). Pimpinan delegasi AS dalam dialog dagang dengan China di Beijing dan Washington tersebut menyatakan bahwa sebuah negosiasi tidak akan begitu saja mengubah hubungan dagang AS-China.
"Kenyataannya adalah ini menjadi tantangan yang berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Saya tidak cukup bodoh untuk percaya satu negosiasi bisa mengubahnya," kata Lighthizer, mengutip Reuters.
Apabila AS-China sampai batal mencapai kesepakatan damai dagang, lanjut Lighthizer, maka dirinya tidak akan segan untuk kembali menaikkan bea masuk. Sebab bea masuk adalah satu-satunya alat untuk menekan China agar melakukan reformasi struktural.
"Jika ada ketidaksepakatan, maka AS akan bertindak proporsional," tegasnya.
Reformasi struktural di China, menurut Lighthizer, bukan soal Negeri Tirai Bambu membeli lebih banyak produk made in USA. Beberapa hal yang harus diselesaikan adalah penghentian pemaksaan transfer teknologi terhadap perusahaan asing yang beroperasi di China atau manipulasi kurs untuk mendongrak kinerja ekspor.
"Saya tidak yakin kalau ini (China membeli lebih banyak produk AS) akan menyelesaikan masalah. Kami akan menuntaskan ini (hubungan dengan China) dengan satu mata yang mengarah ke masa depan," kata Lighthizer.
Namun, Lighthizer juga mengeluarkan pernyataan yang melegakan. Dia mengungkapkan bahwa tidak lama lagi pemerintah akan merilis aturan resmi tentang penundaan kenaikan bea masuk untuk importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar, seperti janji Presiden Donald Trump.
"Dalam beberapa hari ke depan akan ada regulasi federal yang secara formal mengatur penundaan kenaikan tarif (bea masuk) untuk produk-produk China. Ini akan dikecualikan," ungkap Lighthizer.
Kemudian, investor juga memantau paparan Gubernur The Federal Reserves/The Fed Jerome 'Jay' Powell di hadapan Komite Jasa Keuangan House of Representatives. Powell mengungkapkan bahwa The Fed akan mengakhiri proses normalisasi neraca pada akhir tahun ini.
Sejak krisis 2008, The Fed rajin membeli surat-surat berharga di pasar. Dengan begitu, bank sentral melakukan injeksi likuiditas ke sistem perekonomian. Stimulus seperti ini disebut quantitative easing.
Pembelian surat-surat berharga tersebut membuat neraca The Fed menjadi sangat gemuk, mencapai US$ 4 triliun. Dengan kondisi ekonomi AS yang membaik, maka The Fed memutuskan untuk lebih 'merampingkan' neracanya dengan melepas kepemilikan surat-surat berharga.
Artinya, The Fed menyerap likuiditas dari sistem perekonomian. Pada akhirnya, dampak dari kebijakan ini sama seperti menaikkan suku bunga acuan yaitu mengetatkan likuiditas di pasar.
"Kami sedang mengusahakan sebuah kerangka kerja, yang saya harap bisa diumumkan segera, untuk menyelesaikan normalisasi neraca. Kami mungkin akan mengakhirinya pada akhir tahun," ungkap Powell, mengutip Reuters.
Kekhawatiran soal hubungan AS-China, kelegaan terkait penundaan kenaikan bea masuk, sampai sambutan positif bahwa The Fed akan menghentikan normalisasi neraca menjadi sentimen yang campur aduk di pasar. Hasilnya adalah Wall Street bergerak galau, melemah dan menguat dalam kisaran terbatas.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular