
Newsletter
Cermati 'Suasana Kebatinan' di Washington
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
20 February 2019 05:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, sementara nilai tukar rupiah dan harga obligasi pemerintah menguat.
Kemarin, IHSG ditutup terkoreksi tipis 0,05%. Perdagangan berlangsung kurang semarak dengan nilai transaksi Rp 8,27 triliun, jauh di bawah rata-rata nilai transaksi harian sejak awal tahun yaitu Rp 10,16 triliun.
Sementara rupiah yang nyaris seharian melemah justru mampu menguat 0,06% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kala penutupan pasar spot. Dolar AS pun berhasil didorong ke bawah Rp 14.100.
Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 1,8 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik, mungkin terbantu tingginya permintaan dalam lelang.
Pelaku pasar bergerak hati-hati pada perdagangan kemarin. Sebab, investor menantikan petunjuk dari dialog dagang lanjutan antara AS dan China yang digelar di Washington mulai Selasa waktu setempat.
Perundingan akan memasuki masa penting pada Kamis-Jumat, yaitu dialog tingkat menteri. Delegasi Washington dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer, sementara rombongan dari Beijing dikomandoi Wakil Perdana Menteri Liu He.
Sejauh ini hawa yang tercipta amat positif. Presiden AS Donald Trump kembali menegaskan bahwa rangkaian dialog dengan China sudah menghasilkan kemajuan yang signifikan.
"Kami mencapai banyak kemajuan. Tidak ada yang menduga ini sebelumnya," ujar Trump, mengutip Reuters.
Namun karena belum ada 'penerawangan' yang jelas (ya karena dialognya belum dimulai juga), investor memilih menonton dari pinggir lapangan. Tampaknya aksi ambil risiko tidak terlihat, yang ada justru bermain aman. Sikap investor yang hati-hati ini terlihat dari penguatan dan pelemahan di pasar keuangan Asia yang tipis-tipis saja.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Seperti halnya bursa saham Asia, Wall Street pun bergerak terbatas pada perdagangan perdana pekan ini. Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat tipis 0,03%, S&P 500 menguat 0,15%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,19%.
Perundingan dagang AS-China memberi harapan kepada bursa saham New York. Optimisme masih merebak sehingga menjaga Wall Street tetap di jalur hijau.
"Kita semua tentu berharap kedua pihak akan mencapai kesepakatan yang komprehensif, tegas, signifikan, dan jangka panjang. Ini yang akan menjadi tantangan," tutur Myron Brilliant, Wakil Presiden Eksekutif Kamar Dagang AS, mengutip Reuters.
Namun optimisme yang ada masih kalah dibandingkan sikap wait and see. Ya, sepertinya investor masih lebih banyak yang memilih menunggu perkembangan perundingan Washington-Beijing sebelum mengambil langkah selanjutnya.
Selain itu, faktor yang menjaga Wall Street tetap positif adalah kinerja emiten. Harga saham Walmart melonjak 2,21% menyusul laporan keuangan yang memuaskan.
Pada yang berakhir 31 Januari 2019, Walmart membukukan penjualan ciamik didorong oleh musim liburan. Akibatnya, laba per saham (Earnings per Share/EPS) tercatat US$ 1,41 atau di atas konsensus pasar yang dihimpun Refinitiv yaitu US$ 1,33.
Untuk tahun fiskal 2020, Walmart memperkirakan total penjualan tumbuh 1,9% menjadi US$ 138,8 miliar, di atas konsensus pasar yaitu US$ 138,65 miliar. Peritel raksasa ini melihat konsumsi di Negeri Paman Sam masih kuat.
"Kami masih menaruh kepercayaan kepada konsumen. Tidak banyak perubahan, data-data ekonomi masih cukup sehat," kata Brett Biggs, Chief Finansial Officer Walmart, mengutip Reuters.
Saham Freeport McMoran juga menjadi salah satu penopang penguatan Wall Street. Harga saham Freeport melesat 6,59% setelah Citigroup menaikkan rekomendasi dari 'netral' menjadi 'beli'.
Menurut Citi, harga tembaga dunia berpotensi naik karena inventori yang turun ke titik terendah dalam 10 tahun. Selain itu, permintaan dari China juga diperkirakan masih tumbuh.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya Wall Street yang meski dalam rentang terbatas tetapi masih menguat. Masih ada optimisme dari Wall Street yang diharapkan bisa menular ke Asia.
Sentimen kedua adalah dinamika dialog dagang AS-China. Sepertinya investor perlu terus menantau kabar dari Washington untuk mendapatkan 'suasana kebatinan' dalam perundingan tersebut.
Presiden Trump lagi-lagi menebar optimisme. Trump kembali menegaskan bahwa 1 Maret yang merupakan tenggat waktu 'gencatan senjata' bukan sesuatu yang kaku, tetap bisa dinegosiasikan.
"Ada pembicaraan yang kompleks, tetapi semua berjalan sangat baik. Saya tidak bisa mengatakan, tetapi tanggal itu (1 Maret) bukan sesuatu yang magis. Banyak hal yang bisa terjadi," kata Trump kepada wartawan di Oval Office, mengutip Reuters.
Dalam pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Argentina awal Desember 2018, disepakati bahwa AS dan China tidak akan menaikkan bea masuk selama 90 hari yang berarti berakhir pada 1 Maret. Selama 90 hari itu, kedua negara akan mengadakan rangkaian dialog untuk mncapai kesepakatan damai dagang.
Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka AS awalnya menegaskan bakal menaikkan tarif bea masuk untuk impor produk China seniilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%. Namun kini Trump semakin melunak karena sepertinya perundingan dengan China berjalan di jalur yang benar.
"Saya hanya bisa bilang bahwa pembicaraan dengan China soal perdagangan berjalan dengan sangat-sangat baik," ujarnya.
Jika terus terdengar kabar positif dari arena perundingan dagang di Washington, maka pasar keuangan Asia akan menikmati berkahnya. Prospek damai dagang adalah obat yang sangat mujarab, bahkan Indonesia pun sempat merasakannya pada awal pekan ini.
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang kemungkinan masih akan melemah hari ini. Pada pukul 05:57 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi sampai 0,4%.
Dolar AS terjun bebas setelah muncul (lagi) komentar bernada dovish dari pejabat The Federal Reserves/The Fed. Kali ini adalah John Williams, Presiden The Fed New York, yang menyatakan bahwa dirinya sudah puas dengan suku bunga acuan yang sekarang. Belum ada kebutuhan untuk menaikkannya, kecuali ada perubahan signifikan dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi Negeri Adidaya.
"Saya tidak merasa perlu adanya perubahan (suku bunga acuan). Namun akan berbeda ceritanya kalau ada proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang berubah," kata Williams kepada Reuters.
Pernyataan Williams menyiratkan bahwa kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate semakin terbatas. Investor akan mencari petunjuk soal ini dalam notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Januari 2019 yang akan dirilis pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Jika benar The Fed terlihat semakin dovish dalam notulensi tersebut, maka probabilitas kenaikan suku bunga acuan bisa semakin kecil.
Tanpa pemanis kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik sehingga mata uang ini terkena tekanan jual. Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan kembali mencatatkan penguatan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article IHSG Sudah Bangkit Saatnya Rupiah Menguat
Kemarin, IHSG ditutup terkoreksi tipis 0,05%. Perdagangan berlangsung kurang semarak dengan nilai transaksi Rp 8,27 triliun, jauh di bawah rata-rata nilai transaksi harian sejak awal tahun yaitu Rp 10,16 triliun.
Sementara rupiah yang nyaris seharian melemah justru mampu menguat 0,06% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kala penutupan pasar spot. Dolar AS pun berhasil didorong ke bawah Rp 14.100.
Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 1,8 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik, mungkin terbantu tingginya permintaan dalam lelang.
Pelaku pasar bergerak hati-hati pada perdagangan kemarin. Sebab, investor menantikan petunjuk dari dialog dagang lanjutan antara AS dan China yang digelar di Washington mulai Selasa waktu setempat.
Perundingan akan memasuki masa penting pada Kamis-Jumat, yaitu dialog tingkat menteri. Delegasi Washington dipimpin oleh Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer, sementara rombongan dari Beijing dikomandoi Wakil Perdana Menteri Liu He.
Sejauh ini hawa yang tercipta amat positif. Presiden AS Donald Trump kembali menegaskan bahwa rangkaian dialog dengan China sudah menghasilkan kemajuan yang signifikan.
"Kami mencapai banyak kemajuan. Tidak ada yang menduga ini sebelumnya," ujar Trump, mengutip Reuters.
Namun karena belum ada 'penerawangan' yang jelas (ya karena dialognya belum dimulai juga), investor memilih menonton dari pinggir lapangan. Tampaknya aksi ambil risiko tidak terlihat, yang ada justru bermain aman. Sikap investor yang hati-hati ini terlihat dari penguatan dan pelemahan di pasar keuangan Asia yang tipis-tipis saja.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Seperti halnya bursa saham Asia, Wall Street pun bergerak terbatas pada perdagangan perdana pekan ini. Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat tipis 0,03%, S&P 500 menguat 0,15%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,19%.
Perundingan dagang AS-China memberi harapan kepada bursa saham New York. Optimisme masih merebak sehingga menjaga Wall Street tetap di jalur hijau.
"Kita semua tentu berharap kedua pihak akan mencapai kesepakatan yang komprehensif, tegas, signifikan, dan jangka panjang. Ini yang akan menjadi tantangan," tutur Myron Brilliant, Wakil Presiden Eksekutif Kamar Dagang AS, mengutip Reuters.
Namun optimisme yang ada masih kalah dibandingkan sikap wait and see. Ya, sepertinya investor masih lebih banyak yang memilih menunggu perkembangan perundingan Washington-Beijing sebelum mengambil langkah selanjutnya.
Selain itu, faktor yang menjaga Wall Street tetap positif adalah kinerja emiten. Harga saham Walmart melonjak 2,21% menyusul laporan keuangan yang memuaskan.
Pada yang berakhir 31 Januari 2019, Walmart membukukan penjualan ciamik didorong oleh musim liburan. Akibatnya, laba per saham (Earnings per Share/EPS) tercatat US$ 1,41 atau di atas konsensus pasar yang dihimpun Refinitiv yaitu US$ 1,33.
Untuk tahun fiskal 2020, Walmart memperkirakan total penjualan tumbuh 1,9% menjadi US$ 138,8 miliar, di atas konsensus pasar yaitu US$ 138,65 miliar. Peritel raksasa ini melihat konsumsi di Negeri Paman Sam masih kuat.
"Kami masih menaruh kepercayaan kepada konsumen. Tidak banyak perubahan, data-data ekonomi masih cukup sehat," kata Brett Biggs, Chief Finansial Officer Walmart, mengutip Reuters.
Saham Freeport McMoran juga menjadi salah satu penopang penguatan Wall Street. Harga saham Freeport melesat 6,59% setelah Citigroup menaikkan rekomendasi dari 'netral' menjadi 'beli'.
Menurut Citi, harga tembaga dunia berpotensi naik karena inventori yang turun ke titik terendah dalam 10 tahun. Selain itu, permintaan dari China juga diperkirakan masih tumbuh.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya Wall Street yang meski dalam rentang terbatas tetapi masih menguat. Masih ada optimisme dari Wall Street yang diharapkan bisa menular ke Asia.
Sentimen kedua adalah dinamika dialog dagang AS-China. Sepertinya investor perlu terus menantau kabar dari Washington untuk mendapatkan 'suasana kebatinan' dalam perundingan tersebut.
Presiden Trump lagi-lagi menebar optimisme. Trump kembali menegaskan bahwa 1 Maret yang merupakan tenggat waktu 'gencatan senjata' bukan sesuatu yang kaku, tetap bisa dinegosiasikan.
"Ada pembicaraan yang kompleks, tetapi semua berjalan sangat baik. Saya tidak bisa mengatakan, tetapi tanggal itu (1 Maret) bukan sesuatu yang magis. Banyak hal yang bisa terjadi," kata Trump kepada wartawan di Oval Office, mengutip Reuters.
Dalam pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Argentina awal Desember 2018, disepakati bahwa AS dan China tidak akan menaikkan bea masuk selama 90 hari yang berarti berakhir pada 1 Maret. Selama 90 hari itu, kedua negara akan mengadakan rangkaian dialog untuk mncapai kesepakatan damai dagang.
Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka AS awalnya menegaskan bakal menaikkan tarif bea masuk untuk impor produk China seniilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%. Namun kini Trump semakin melunak karena sepertinya perundingan dengan China berjalan di jalur yang benar.
"Saya hanya bisa bilang bahwa pembicaraan dengan China soal perdagangan berjalan dengan sangat-sangat baik," ujarnya.
Jika terus terdengar kabar positif dari arena perundingan dagang di Washington, maka pasar keuangan Asia akan menikmati berkahnya. Prospek damai dagang adalah obat yang sangat mujarab, bahkan Indonesia pun sempat merasakannya pada awal pekan ini.
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang kemungkinan masih akan melemah hari ini. Pada pukul 05:57 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi sampai 0,4%.
Dolar AS terjun bebas setelah muncul (lagi) komentar bernada dovish dari pejabat The Federal Reserves/The Fed. Kali ini adalah John Williams, Presiden The Fed New York, yang menyatakan bahwa dirinya sudah puas dengan suku bunga acuan yang sekarang. Belum ada kebutuhan untuk menaikkannya, kecuali ada perubahan signifikan dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi Negeri Adidaya.
"Saya tidak merasa perlu adanya perubahan (suku bunga acuan). Namun akan berbeda ceritanya kalau ada proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang berubah," kata Williams kepada Reuters.
Pernyataan Williams menyiratkan bahwa kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate semakin terbatas. Investor akan mencari petunjuk soal ini dalam notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Januari 2019 yang akan dirilis pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Jika benar The Fed terlihat semakin dovish dalam notulensi tersebut, maka probabilitas kenaikan suku bunga acuan bisa semakin kecil.
Tanpa pemanis kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik sehingga mata uang ini terkena tekanan jual. Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan kembali mencatatkan penguatan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Rilis data neraca perdagangan Jepang periode Januari 2019 (06:50 WIB).
- Rilis data angka pembacaan awal Indeks Keyakinan Konsumen Zona Euro periode Februari 2019 (22:00 WIB).
- Rilis data realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ABPN) 2019 per akhir Januari (15:30 WIB).
Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:
Perusahaan | Jenis Kegiatan | Waktu |
PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) | RIlis Laporan Keuangan Tahun 2018 | - |
Forza Land Indonesia Tbk (FORZ) | RUPS Tahunan | 14:30 WIB |
PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) | Earnings Call | 15:00 WIB |
PT Soechi Lines Tbk (SOCI) | RUPSLB | 15:00 WIB |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (2018 YoY) | 5,17% |
Inflasi (Januari 2019 YoY) | 2,82% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2019) | 6% |
Defisit anggaran (APBN 2019) | -1,84% PDB |
Transaksi berjalan (2018) | -2,98% PDB |
Neraca pembayaran (2018) | -US$ 7,13 miliar |
Cadangan devisa (Januari 2019) | US$ 120,07 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article IHSG Sudah Bangkit Saatnya Rupiah Menguat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular