Rupiah Menang Lawan Dolar AS, Ada Bantuan dari MH Thamrin?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 February 2019 16:48
Rupiah Menang Lawan Dolar AS, Ada Bantuan dari MH Thamrin?
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
Jakarta, CNBC Indonesia - Gerak rupiah agak aneh hari ini. Dibuka menguat, rupiah kemudian melemah nyaris seharian dan kembali menguat jelang penutupan pasar spot. 

Pada Selasa (19/2/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.097 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,06% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah menguat 0,04%. Namun selepas itu rupiah terpeleset ke zona merah dan bertahan di sana nyaris seharian. 


Jelang penutupan pasar, rupiah berbalik arah secara drastis. Rupiah berhasil mentas dari zona merah dan finis dengan penguatan 0,06%. Dolar AS pun berhasil didorong ke bawah Rp 14.100. 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 

Kebangkitan bukan monopoli rupiah. Sejumlah mata uang Asia yang sempat melemah juga berhasil membalikkan kedudukan. Selain rupiah, mata uang utama Benua Kuning yang menguat adalah yuan China, ringgit Malaysia, dan peso Filipina. 

Peso menjadi mata uang terbaik di Asia. Disusul oleh ringgit Malaysia di posisi runner-up dan rupiah menghuni peringkat ketiga. Lumayan, rupiah masih masuk 3 besar di Asia. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 16:12 WIB: 

 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Mungkin wajar rupiah dan beberapa mata uang Asia berhasil bangkit. Pasalnya, dolar AS yang sempat hampir bangkit kembali melempem. Pada pukul 16:14 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,08%. 

Investor kembali 'menghukum' dolar AS seiring penantian terhadap rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserves/The Fed edisi Januari 2019 pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Hasil rapat tersebut memang sudah terbaca yaitu Jerome 'Jay' Powell dan kawan-kawan menahan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau median 2,375%. 

Namun investor ingin menggali lebih banyak 'suasana kebatinan' dalam rapat itu. Apakah masih ada peluang kenaikan Federal Funds Rate pada tahun ini? Apakah semakin banyak anggota Komite Pengambil Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC) yang bersuara kalem alias dovish

Sepertinya pelaku pasar mengendus aroma dovish yang semakin kuat. Ini terlihat dari berbagai pernyataan dari para pejabat The Fed. 

Akhir pekan lalu, Presiden The Fed San Francisco Mary Daly menyiratkan bahwa bank sentral bisa saja tidak menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Syaratnya adalah jika ekonomi AS melambat sehingga tekanan inflasi menjadi minimal. 

"Jika ekonomi tumbuh, misalnya, 2% dan laju inflasi 1,9% dan tidak ada sinyal (tekanan harga) semakin besar, maka saya rasa belum saatnya menaikkan suku bunga (tahun ini)," kata Daly dalam wawancara dengan Wall Street Journal. 

Melihat prospek kenaikan suku bunga acuan di AS yang semakin samar-samar, greenback pun kembali terpapar aksi jual. Akibatnya, sejumlah mata uang Asia berhasil menguat, termasuk rupiah. 

Faktor lain yang ditengarai berada di balik penguatan rupiah hari ini adalah campur tangan Bank Indonesia (BI). Beberapa waktu lalu, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengatakan bahwa bank sentral berkomitmen untuk menjaga rupiah. 

"BI berada di pasar untuk memastikan rupiah tidak melemah tajam," ujarnya. 

Tampaknya intervensi BI kembali terjadi hari ini. Ditambah dengan dolar AS yang agak ngerem, intervensi BI menjadi lebih cespleng menguatkan rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular