
Newsletter
Cermati 'Suasana Kebatinan' di Washington
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
20 February 2019 05:30

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya Wall Street yang meski dalam rentang terbatas tetapi masih menguat. Masih ada optimisme dari Wall Street yang diharapkan bisa menular ke Asia.
Sentimen kedua adalah dinamika dialog dagang AS-China. Sepertinya investor perlu terus menantau kabar dari Washington untuk mendapatkan 'suasana kebatinan' dalam perundingan tersebut.
Presiden Trump lagi-lagi menebar optimisme. Trump kembali menegaskan bahwa 1 Maret yang merupakan tenggat waktu 'gencatan senjata' bukan sesuatu yang kaku, tetap bisa dinegosiasikan.
"Ada pembicaraan yang kompleks, tetapi semua berjalan sangat baik. Saya tidak bisa mengatakan, tetapi tanggal itu (1 Maret) bukan sesuatu yang magis. Banyak hal yang bisa terjadi," kata Trump kepada wartawan di Oval Office, mengutip Reuters.
Dalam pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Argentina awal Desember 2018, disepakati bahwa AS dan China tidak akan menaikkan bea masuk selama 90 hari yang berarti berakhir pada 1 Maret. Selama 90 hari itu, kedua negara akan mengadakan rangkaian dialog untuk mncapai kesepakatan damai dagang.
Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka AS awalnya menegaskan bakal menaikkan tarif bea masuk untuk impor produk China seniilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%. Namun kini Trump semakin melunak karena sepertinya perundingan dengan China berjalan di jalur yang benar.
"Saya hanya bisa bilang bahwa pembicaraan dengan China soal perdagangan berjalan dengan sangat-sangat baik," ujarnya.
Jika terus terdengar kabar positif dari arena perundingan dagang di Washington, maka pasar keuangan Asia akan menikmati berkahnya. Prospek damai dagang adalah obat yang sangat mujarab, bahkan Indonesia pun sempat merasakannya pada awal pekan ini.
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang kemungkinan masih akan melemah hari ini. Pada pukul 05:57 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi sampai 0,4%.
Dolar AS terjun bebas setelah muncul (lagi) komentar bernada dovish dari pejabat The Federal Reserves/The Fed. Kali ini adalah John Williams, Presiden The Fed New York, yang menyatakan bahwa dirinya sudah puas dengan suku bunga acuan yang sekarang. Belum ada kebutuhan untuk menaikkannya, kecuali ada perubahan signifikan dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi Negeri Adidaya.
"Saya tidak merasa perlu adanya perubahan (suku bunga acuan). Namun akan berbeda ceritanya kalau ada proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang berubah," kata Williams kepada Reuters.
Pernyataan Williams menyiratkan bahwa kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate semakin terbatas. Investor akan mencari petunjuk soal ini dalam notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Januari 2019 yang akan dirilis pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Jika benar The Fed terlihat semakin dovish dalam notulensi tersebut, maka probabilitas kenaikan suku bunga acuan bisa semakin kecil.
Tanpa pemanis kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik sehingga mata uang ini terkena tekanan jual. Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan kembali mencatatkan penguatan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Sentimen kedua adalah dinamika dialog dagang AS-China. Sepertinya investor perlu terus menantau kabar dari Washington untuk mendapatkan 'suasana kebatinan' dalam perundingan tersebut.
Presiden Trump lagi-lagi menebar optimisme. Trump kembali menegaskan bahwa 1 Maret yang merupakan tenggat waktu 'gencatan senjata' bukan sesuatu yang kaku, tetap bisa dinegosiasikan.
"Ada pembicaraan yang kompleks, tetapi semua berjalan sangat baik. Saya tidak bisa mengatakan, tetapi tanggal itu (1 Maret) bukan sesuatu yang magis. Banyak hal yang bisa terjadi," kata Trump kepada wartawan di Oval Office, mengutip Reuters.
Dalam pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Argentina awal Desember 2018, disepakati bahwa AS dan China tidak akan menaikkan bea masuk selama 90 hari yang berarti berakhir pada 1 Maret. Selama 90 hari itu, kedua negara akan mengadakan rangkaian dialog untuk mncapai kesepakatan damai dagang.
Apabila tidak tercapai kesepakatan, maka AS awalnya menegaskan bakal menaikkan tarif bea masuk untuk impor produk China seniilai US$ 200 miliar dari 10% menjadi 25%. Namun kini Trump semakin melunak karena sepertinya perundingan dengan China berjalan di jalur yang benar.
"Saya hanya bisa bilang bahwa pembicaraan dengan China soal perdagangan berjalan dengan sangat-sangat baik," ujarnya.
Jika terus terdengar kabar positif dari arena perundingan dagang di Washington, maka pasar keuangan Asia akan menikmati berkahnya. Prospek damai dagang adalah obat yang sangat mujarab, bahkan Indonesia pun sempat merasakannya pada awal pekan ini.
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang kemungkinan masih akan melemah hari ini. Pada pukul 05:57 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi sampai 0,4%.
Dolar AS terjun bebas setelah muncul (lagi) komentar bernada dovish dari pejabat The Federal Reserves/The Fed. Kali ini adalah John Williams, Presiden The Fed New York, yang menyatakan bahwa dirinya sudah puas dengan suku bunga acuan yang sekarang. Belum ada kebutuhan untuk menaikkannya, kecuali ada perubahan signifikan dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi Negeri Adidaya.
"Saya tidak merasa perlu adanya perubahan (suku bunga acuan). Namun akan berbeda ceritanya kalau ada proyeksi pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang berubah," kata Williams kepada Reuters.
Pernyataan Williams menyiratkan bahwa kemungkinan kenaikan Federal Funds Rate semakin terbatas. Investor akan mencari petunjuk soal ini dalam notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Januari 2019 yang akan dirilis pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Jika benar The Fed terlihat semakin dovish dalam notulensi tersebut, maka probabilitas kenaikan suku bunga acuan bisa semakin kecil.
Tanpa pemanis kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik sehingga mata uang ini terkena tekanan jual. Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan kembali mencatatkan penguatan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular