Newsletter

Arahkan Mata dan Telinga ke China

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 February 2019 05:55
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Ilustrasi Perdagangan Saham (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu saja perkembangan dialog dagang AS-China di Beijing.  

Hari ini akan dimulai dialog tingkat Wakil Menteri yang menjadi pembuka jalan bagi pembicaraan di level berikutnya. Investor patut memasang mata dan telinga, mencermati segala perkembangan dari Beijing. 

Jika sampai terdengar kabar positif, maka akan menjadi mood booster yang ampuh bagi pasar keuangan Asia. Namun kalau masih anteng-anteng saja, maka pelaku pasar mungkin kembali bersikap wait and see. Gerak investor menjadi hati-hati, kurang trengginas. 

Sentimen kedua, investor juga sepertinya perlu menyimak rilis data dari Jerman. Siang ini, rencananya akan dirilis data neraca perdagangan periode Desember 2018. 

Data dari Jerman menjadi penting, karena pekan lalu sentimen ini menjadi salah satu penggerak pasar. Bila data ekspor-impor Jerman memble, maka risiko resesi menjadi semakin besar. Ini tentu menjadi sebuah kabar buruk yang bisa mengguncang pasar. 

Ketika Eropa kembali menunjukkan sinyal perlambatan ekonomi, maka pemilik modal akan memasang mode bermain aman seperti yang terjadi pekan lalu. Dolar AS berpotensi menjadi primadona, sehingga mata uang ini menguat dan menekan mata uang negara-negara lain. Tentu bukan kabar baik buat rupiah. 

Sentimen ketiga, kali ini dari dalam negeri, adalah dampak dari rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Data ini sebenarnya sudah keluar jelang penutupan pasar akhir pekan lalu, tetapi dampaknya minimal karena mungkin pelaku pasar belum sepenuhnya mencerna. 

Sebagai gambaran, pada kuartal IV-2018 NPI tercatat surplus US$ 5,42 miliar. Namun karena terus defisit pada 3 kuartal sebelumnya, NPI sepanjang 2018 tetap minus US$ 7,13 miliar. Defisit NPI pada 2018 menjadi yang terdalam sejak 2013. 

Sementara transaksi berjalan (current account) pada kuartal IV-2018 mengalami defisit 3,57% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini menjadi defisit terdalam sejak kuartal II-2014.  

Sedangkan secara tahunan, defisit transaksi berjalan masih di bawah 3% PDB tepatnya 2,98%. Namun ini juga menjadi catatan terburuk sejak 2014. 

Sentimen negatif berpotensi mendera rupiah. NPI yang defisit pada 2018 menandakan keseimbangan eksternal Indonesia agak limbung, karena devisa yang keluar lebih banyak ketimbang yang masuk.  

Artinya, rupiah lebih banyak dilepas karena kebutuhan valas yang tinggi sementara yang masuk tidak memadai. Fundamental rupiah menjadi lebih rapuh dan rentan terkoreksi. 

Apalagi ada sentimen keempat, yaitu keputusan PT Pertamina menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kalau harga BBM lebih murah maka konsumsinya tentu akan meningkat. Di sini kemudian timbul masalah, karena suka tidak suka pasti impor BBM bakal membengkak demi memenuhi permintaan masyarakat. 

Hasilnya adalah neraca perdagangan Indonesia akan terancam, karena defisit di sisi migas kemungkinan semakin dalam. Masalah kemudian bisa merambat ke transaksi berjalan, yang mencerminkan ekspor-impor barang dan jasa secara keseluruhan. Defisit transaksi berjalan yang terancam lebih parah karena pembengkakan impor BBM membuat rupiah rentan mengalami pelemahan.  



(BERLANJUT KE HALAMAN 4)



(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular