
Newsletter
No Deal Brexit?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
16 January 2019 05:46

Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang kemungkinan bergerak menguat. Pada pukul 05:11 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,37%.
Kekuatan dolar AS utamanya datang dari pelemahan poundsterling akibat sengkarut Brexit. Sterling sempat melemah sampai 1,5% di hadapan dolar AS setelah kekalahan May di voting parlemen. Meski koreksi dalam itu tidak berlangsung lama, tetapi posisi mata uang Negeri John Bull masih agak rawan.
Apabila penguatan dolar AS bertahan lama, maka akan menjadi ancaman bagi rupiah. Oleh karena itu, investor patut waspada.
Sentimen keempat, yang juga bisa mempengaruhi rupiah, adalah perkembangan harga minyak. Pada pukul 05:18 WIB, harga minyak jenis brent meleat 2,56% dan light sweet melejit 2,91%.
Seperti Wall Street, harga si emas hitam juga terdongkrak karena komitmen stimulus dari China. Stimulus tersebut diharapkan mampu membuat ekonomi China tetap menggeliat sehingga permintaan energi tidak berkurang.
"Kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi pada 2019 sedikit demi sedikit mulai mereda. Pelaku pasar kini berharap ekonomi bahkan bisa lebih baik," kata Gene McGillian, Director of Market Research di Tradition Energy uang berbasis di Connecticut, mengutip Reuters.
Ditambah lagi ada sentimen damai dagang AS-China yang akan membuat perdagangan dunia kembali semarak. Ada harapan ekonomi global tidak sesuram yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini tentu positif bagi komoditas minyak.
Namun kenaikan harga minyak bukan kabar baik bagi rupiah. Saat harga minyak naik, biaya impornya tentu menjadi tambah mahal. Akibatnya, semakin banyak devisa yang terkuras sehingga rupiah kekurangan modal untuk menguat.
Apalagi kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data defisit neraca perdagangan Desember 2018 sebesar US$ 1,1 miliar. Ini membuat neraca perdagangan selama kuartal IV-2018 selalu defisit, yang memunculkan tanda tanya besar terhadap nasib transaksi berjalan (current account).
Kemungkinan transaksi berjalan pada kuartal IV-2018 masih akan membukukan defisit yang cukup dalam, sekitar 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurut perkiraan Bank Indonesia (BI). Oleh karena itu, fundamental penyokong rupiah sejatinya agak rapuh sehingga mata uang Tanah Air masih berpotensi melemah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Kekuatan dolar AS utamanya datang dari pelemahan poundsterling akibat sengkarut Brexit. Sterling sempat melemah sampai 1,5% di hadapan dolar AS setelah kekalahan May di voting parlemen. Meski koreksi dalam itu tidak berlangsung lama, tetapi posisi mata uang Negeri John Bull masih agak rawan.
Apabila penguatan dolar AS bertahan lama, maka akan menjadi ancaman bagi rupiah. Oleh karena itu, investor patut waspada.
Sentimen keempat, yang juga bisa mempengaruhi rupiah, adalah perkembangan harga minyak. Pada pukul 05:18 WIB, harga minyak jenis brent meleat 2,56% dan light sweet melejit 2,91%.
Seperti Wall Street, harga si emas hitam juga terdongkrak karena komitmen stimulus dari China. Stimulus tersebut diharapkan mampu membuat ekonomi China tetap menggeliat sehingga permintaan energi tidak berkurang.
"Kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi pada 2019 sedikit demi sedikit mulai mereda. Pelaku pasar kini berharap ekonomi bahkan bisa lebih baik," kata Gene McGillian, Director of Market Research di Tradition Energy uang berbasis di Connecticut, mengutip Reuters.
Ditambah lagi ada sentimen damai dagang AS-China yang akan membuat perdagangan dunia kembali semarak. Ada harapan ekonomi global tidak sesuram yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini tentu positif bagi komoditas minyak.
Namun kenaikan harga minyak bukan kabar baik bagi rupiah. Saat harga minyak naik, biaya impornya tentu menjadi tambah mahal. Akibatnya, semakin banyak devisa yang terkuras sehingga rupiah kekurangan modal untuk menguat.
Apalagi kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data defisit neraca perdagangan Desember 2018 sebesar US$ 1,1 miliar. Ini membuat neraca perdagangan selama kuartal IV-2018 selalu defisit, yang memunculkan tanda tanya besar terhadap nasib transaksi berjalan (current account).
Kemungkinan transaksi berjalan pada kuartal IV-2018 masih akan membukukan defisit yang cukup dalam, sekitar 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurut perkiraan Bank Indonesia (BI). Oleh karena itu, fundamental penyokong rupiah sejatinya agak rapuh sehingga mata uang Tanah Air masih berpotensi melemah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular