
Newsletter
No Deal Brexit?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
16 January 2019 05:46

Kabar baik datang dari New York. Setelah terkoreksi dalam 2 hari perdagangan terakhir, Wall Street berhasil membukukan penguatan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,65%, S&P 500 melonjak 1,07%, dan Nasdaq Composite melesat 1,71%.
Melihat Nasdaq yang mengalami penguatan paling tajam, bisa ditebak bahwa saham-saham teknologi menjadi pendorong utama penguatan di bursa saham New York. Saham teknologi dengan penguatan paling mencolok adalah Netflix, yang mencapai 6,52%.
Penyebab lonjakan saham Netflix adalah kenaikan biaya berlangganan bagi konsumen di AS sebesar 13-18%. Ini adalah kenaikan pertama sejak 2017.
Meski naik, tetapi biaya berlangganan Netflix terhitung masih murah dibandingkan kompetitornya. Misalnya untuk paket standar, harganya naik dari US$ 10,99 menjadi US$ 12,99 per bulan. Lebih terjangkau ketimbang HBO Now yaitu US$ 14,99 per bulan.
Dengan kenaikan biaya berlangganan, investor meyakini bahwa keuangan Netflix akan semakin kuat sehingga mampu menyediakan konten yang lebih bermutu. Selain itu, Netflix juga akan lebih punya modal untuk terus berekspansi di luar AS.
Kemudian, investor di Wall Street juga menyambut gembira stimulus yang siap digelontorkan oleh pemerintah dan bank sentral China. Diharapkan stimulus tersebut dapat menjaga perekonomian China tetap tumbuh dengan baik sehingga mampu menopang perekonomian dunia.
"Kami harus mencapai start yang bagus pada kuartal I untuk mencapai target-target pembangunan secara tahunan (full year). Pembangunan di negara ini semakin kompleks pada 2019, dengan kesulitan dan tantangan serta risiko ke bawah (downward pressure) yang meningkat," kata Li Keqiang, Perdana Menteri China, mengutip Reuters.
Ditambah dengan hubungan Washington-Beijing yang kembali pulih, investor berharap perlambatan ekonomi di China tidak terlalu parah. Dengan begitu, China bisa kembali menjadi salah satu mesin penggerak ekonomi dunia.
Berbagai sentimen positif ini mampu menutupi laporan keuangan emiten di Wall Street yang kurang memuaskan. JPMorgan Chase melaporkan laba per saham (Earnings per Share/EPS) pada kuartal-IV 2018 sebesar US$ 1,98. Lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun Refinitiv yaitu US$ 2,2. Sementara pendapatan bersih naik 4,1% year-on-year (YoY) menjadi US$ 26,8 miliar, sedikit di bawah ekspektasi yang sebesar US$ 26,83 miliar.
Kinerja Wells Fargo pun tidak bagus-bagus amat. Pendapatan bersih pada kuartal IV-2018 adalah US$ 86,4 miliar, turun 2,26% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Lalu, investor di Wall Street juga cukup imun dengan perkembangan di Inggris. Sebab, hasil voting proposal keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) di parlemen baru keluar jelang akhir perdagangan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Melihat Nasdaq yang mengalami penguatan paling tajam, bisa ditebak bahwa saham-saham teknologi menjadi pendorong utama penguatan di bursa saham New York. Saham teknologi dengan penguatan paling mencolok adalah Netflix, yang mencapai 6,52%.
Penyebab lonjakan saham Netflix adalah kenaikan biaya berlangganan bagi konsumen di AS sebesar 13-18%. Ini adalah kenaikan pertama sejak 2017.
Meski naik, tetapi biaya berlangganan Netflix terhitung masih murah dibandingkan kompetitornya. Misalnya untuk paket standar, harganya naik dari US$ 10,99 menjadi US$ 12,99 per bulan. Lebih terjangkau ketimbang HBO Now yaitu US$ 14,99 per bulan.
Dengan kenaikan biaya berlangganan, investor meyakini bahwa keuangan Netflix akan semakin kuat sehingga mampu menyediakan konten yang lebih bermutu. Selain itu, Netflix juga akan lebih punya modal untuk terus berekspansi di luar AS.
Kemudian, investor di Wall Street juga menyambut gembira stimulus yang siap digelontorkan oleh pemerintah dan bank sentral China. Diharapkan stimulus tersebut dapat menjaga perekonomian China tetap tumbuh dengan baik sehingga mampu menopang perekonomian dunia.
"Kami harus mencapai start yang bagus pada kuartal I untuk mencapai target-target pembangunan secara tahunan (full year). Pembangunan di negara ini semakin kompleks pada 2019, dengan kesulitan dan tantangan serta risiko ke bawah (downward pressure) yang meningkat," kata Li Keqiang, Perdana Menteri China, mengutip Reuters.
Ditambah dengan hubungan Washington-Beijing yang kembali pulih, investor berharap perlambatan ekonomi di China tidak terlalu parah. Dengan begitu, China bisa kembali menjadi salah satu mesin penggerak ekonomi dunia.
Berbagai sentimen positif ini mampu menutupi laporan keuangan emiten di Wall Street yang kurang memuaskan. JPMorgan Chase melaporkan laba per saham (Earnings per Share/EPS) pada kuartal-IV 2018 sebesar US$ 1,98. Lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun Refinitiv yaitu US$ 2,2. Sementara pendapatan bersih naik 4,1% year-on-year (YoY) menjadi US$ 26,8 miliar, sedikit di bawah ekspektasi yang sebesar US$ 26,83 miliar.
Kinerja Wells Fargo pun tidak bagus-bagus amat. Pendapatan bersih pada kuartal IV-2018 adalah US$ 86,4 miliar, turun 2,26% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Lalu, investor di Wall Street juga cukup imun dengan perkembangan di Inggris. Sebab, hasil voting proposal keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) di parlemen baru keluar jelang akhir perdagangan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular