
Newsletter
The Fed Kian Hati-hati dan Pertemuan Trump-Xi Jadi Kunci
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
30 November 2018 06:10

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu koreksi yang dialami Wall Street.
Meski koreksinya terbatas, pelemahan tetap pelemahan. Dikhawatirkan merahnya Wall Street akan menjalar ke bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Kedua adalah nilai tukar dolar AS yang berpotensi melemah. Pada pukul 05:24 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah tipis 0,03%.
Sepertinya pasar valas merespons notulensi rapat The Fed dengan cara yang serupa seperti pasar saham. Walau The Fed mulai terlihat dovish, tetapi masih ada peluang kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Ini membuat koreksi Dollar Index sangat tipis.
Sepertinya dolar AS akan berada di twilight zone, zona galau yang penuh ambiguitas. Greenback akan ditarik-tarik oleh kenaikan suku bunga acuan dan stance The Fed yang mulai melunak. Masing-masing sama kuat.
Oleh karena itu, menjadi menarik untuk melihat bagaimana mata uang Asia (termasuk rupiah) merespons perkembangan ini. Apakah rupiah dkk bisa melanjutkan penguatan? Atau kini dolar AS mampu membalikkan kedudukan?
Sentimen ketiga adalah harga minyak. Pada pukul 05:40 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,88%.
Kenaikan harga si emas hitam didorong oleh kesiapan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia untuk memangkas produksi. Pelaku pasar memperkirakan produksi minyak tahun depan akan dipotong setidaknya 1 juta barel/hari untuk menghindari kelebihan pasokan alias oversupply.
"Rusia dan OPEC perlu mengurangi (produksi minyak). Pertanyaannya adalah kapan dan berapa banyak," ujar seorang sumber di Kremlin, mengutip Reuters.
Bagi IHSG, kenaikan harga minyak adalah sentimen positif. Saat harga minyak naik, emiten energi dan pertambangan akan lebih mendapat apresiasi dari pelaku pasar.
Namun bagi rupiah, kenaikan harga minyak bukan kabar baik. Pasalnya, kenaikan harga minyak akan membuat biaya impor migas membengkak. Artinya defisit transaksi berjalan (current account) bisa semakin dalam dan ini sangat mempengaruhi kinerja rupiah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Meski koreksinya terbatas, pelemahan tetap pelemahan. Dikhawatirkan merahnya Wall Street akan menjalar ke bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Kedua adalah nilai tukar dolar AS yang berpotensi melemah. Pada pukul 05:24 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah tipis 0,03%.
Sepertinya pasar valas merespons notulensi rapat The Fed dengan cara yang serupa seperti pasar saham. Walau The Fed mulai terlihat dovish, tetapi masih ada peluang kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Ini membuat koreksi Dollar Index sangat tipis.
Sepertinya dolar AS akan berada di twilight zone, zona galau yang penuh ambiguitas. Greenback akan ditarik-tarik oleh kenaikan suku bunga acuan dan stance The Fed yang mulai melunak. Masing-masing sama kuat.
Oleh karena itu, menjadi menarik untuk melihat bagaimana mata uang Asia (termasuk rupiah) merespons perkembangan ini. Apakah rupiah dkk bisa melanjutkan penguatan? Atau kini dolar AS mampu membalikkan kedudukan?
Sentimen ketiga adalah harga minyak. Pada pukul 05:40 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,88%.
Kenaikan harga si emas hitam didorong oleh kesiapan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia untuk memangkas produksi. Pelaku pasar memperkirakan produksi minyak tahun depan akan dipotong setidaknya 1 juta barel/hari untuk menghindari kelebihan pasokan alias oversupply.
"Rusia dan OPEC perlu mengurangi (produksi minyak). Pertanyaannya adalah kapan dan berapa banyak," ujar seorang sumber di Kremlin, mengutip Reuters.
Bagi IHSG, kenaikan harga minyak adalah sentimen positif. Saat harga minyak naik, emiten energi dan pertambangan akan lebih mendapat apresiasi dari pelaku pasar.
Namun bagi rupiah, kenaikan harga minyak bukan kabar baik. Pasalnya, kenaikan harga minyak akan membuat biaya impor migas membengkak. Artinya defisit transaksi berjalan (current account) bisa semakin dalam dan ini sangat mempengaruhi kinerja rupiah.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular