Newsletter

Semoga Kabar Baik dari Eropa Jadi Berkah Buat Indonesia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 November 2018 05:10
Semoga Kabar Baik dari Eropa Jadi Berkah Buat Indonesia
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mencatat kinerja impresif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, nilai tukar rupiah terhadao dolar Amerika Serikat (AS) terapresiasi, dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah menurun. 

Kemarin, IHSG finis dengan penguatan 0,72%. Padahal IHSG dibuka melemah 0,19%. 

Hebatnya lagi, IHSG menjadi indeks saham terbaik di Asia. Nikkei 225 'hanya' naik 0,65%, Hang Seng menguat 0,18%, Shanghai Composite melemah 0,23%, Kospi minus 0,32%, dan Straits Times bertambah 0,09%. 


Sementara rupiah ditutup menguat 0,17% di hadapan greenback. Lain halnya dengan IHSG, rupiah relatif stabil di zona hijau dan hampir tidak pernah merasakan pelemahan sepanjang perdagangan kemarin. 

Namun di level Asia, rupiah tidak seperti IHSG. Rupiah tidak mampu menjadi yang terbaik di Benua Kuning, tetapi berada di posisi kedua. Mata uang dengan penguatan paling tajam adalah rupee India. 


Sedangkan di pasar surat utang, yield obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 3,2 basis poin (bps). Terjadi penurunan yield di hampir semua tenor, kecuali 25 tahun yang naik sangat tipis 0,1 bps. Koreksi yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan.


Investor sepertinya sedang doyan mengoleksi aset-aset berisiko dan meninggalkan safe haven seperti dolar AS. Risk appetite naik seiring lemahnya data-data ekonomi di Negeri Paman Sam.    

Klaim tunjangan pengangguran naik 3.000 menjadi 224.000 pada pekan lalu. Capaian itu lebih tinggi dari estimasi pasar yang meramalkan penurunan ke angka 215.000.  

Kemudian, pemesanan barang tahan lama inti non-pertahanan (mengeluarkan komponen pesawat) periode Oktober 2018 tidak mengalami perubahan. Lebih rendah dari konsensus Reuters yang mengekspektasikan pertumbuhan sebesar 0,2% secara bulanan (month-to-month/MtM). Sementara itu, data September direvisi ke bawah menjadi minus 0,5%, dari sebelumnya minus 0,1%.   

Data-data ini membuka kemungkinan (meski kecil) bahwa The Federal Reserve/The Fed bisa saja tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Sebab ekonomi AS ternyata belum berlari secepat perkiraan, masih ada hambatan di sana-sini. 

Tanpa kenaikan suku bunga acuan, permintaan dolar AS pun tidak terlalu besar. Berinvestasi di Negeri Paman Sam menjadi biasa saja, tidak ada yang istimewa. Hasilnya, laju greenback tertekan pada perdagangan kemarin. 

Sementara Eropa, ada harapan drama fiskal Italia bisa berakhir indah. Pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte membuka ruang untuk merevisi rancangan anggaran 2019.  

Sebelumnya, Uni Eropa menolak rancangan anggaran ini karena dinilai terlalu agresif. Defisit anggaran ditargetkan 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), naik dibandingkan rancangan sebelumnya yaitu 1,8%.  

Dokumen ini dikembalikan ke Roma dengan harapan ada revisi. Kemarin, Wakil Perdana Menteri Matteo Salvini menyatakan pemerintah bersedia menurunkan belanja negara. Situasi ini bisa menyebabkan risk appetite investor menjadi naik dan arus modal mengalir deras ke pasar keuangan negara-negara berkembang. 

Dari dalam negeri, sentimen positif datang dari Kementerian Keuangan yang membatalkan rencana lelang obligasi pemerintah pada 27 November, 4 Desember, 11 Desember, 18 Desember. Potensi perolehan dana dalam lelang tersebut ditaksir mencapai Rp 48 triliun. 


Langkah ini membuat pasokan obligasi di pasar sekunder menjadi terbatas. Akibatnya harga instrumen ini berpotensi naik sehingga memancing hasrat investor untuk mengoleksi. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Untuk perdagangan hari ini, Wall Street tidak akan memberi pengaruh apa-apa. Sebab bursa saham New York sedang libur karena masyarakat AS memperingati Thanksgiving. Oleh karena itu, setidaknya satu faktor yang bisa memberi risiko tidak hadir hari ini.  

Sentimen kedua adalah perkembangan negosiasi perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit). Brussel dan London sudah menyepakati poin-poin utama draf Brexit yang hasilnya akan diputuskan dalam sidang 25 November. 


"Presiden Komisi Uni Eropa menyampaikan kepada saya bahwa kesepakatan sudah tercapai di level negosiator. Sudah ada kesepahaman secara politik, tinggal pengesahan dari para pimpinan negara," kata Donald Tusk, Presiden Dewan Uni Eropa, mengutip Reuters. 

Draf tersebut menyatakan bahwa para pihak berkomitmen untuk menjaga hubungan dagang sedekat mungkin dengan mengedepankan kemudahan. Para pihak juga sepakat untuk melakukan liberalisasi perdagangan dan jasa. 

London akan resmi bercerai dengan Brussel pada 29 Maret 2019. Namun draf tersebut menyatakan ada masa transisi yang bisa diperpanjang 1-2 tahun. 

Perkembangan ini membuat pelaku pasar boleh menghembuskan nafas lega. Risiko besar bernama No Deal Brexit kemungkinan tidak terjadi dan Inggris bisa berpisah baik-baik dengan Uni Eropa. 

Pelaku pasar lagi-lagi bersikap risk off, masa bodoh dengan risiko. Tidak ada istilah bermain aman. Akibatnya, dolar AS masih mengalami tekanan. 

Pada pukul 04:07 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,24%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah turun 0,48%. 

Tekanan yang dialami dolar AS bisa menjadi peluang bagi rupiah untuk melanjutkan penguatan. Apalagi dengan adanya sentimen pembatalan lelang obligasi, tentu investor semakin bernafsu berburu surat utang pemerintah Indonesia. Aliran modal dari pasar obligasi ini bisa menjadi pijakan bagi rupiah untuk menguat. 

Sentimen ketiga adalah perkembangan negosiasi fiskal Italia-Uni Eropa. Sepertinya aura positif semakin terasa karena Roma kian membuka diri untuk berdialog. 

"Kami (Italia dan Uni Eropa) punya keinginan yang sama: menurunkan utang," tulis Luigi di Maio, Wakil Perdana Menteri Italia, dalam unggahan di Facebook. 

"Ekspansi anggaran yang moderat tetap diperlukan untuk mengatasi masalah perlambatan ekonomi. Namun kami akan berbicara dengan mitra di Uni Eropa untuk mencari solusi demi kepentingan bersama," kata Giovanni Tria, Menteri Ekonomi Italia, dikutip dari Reuters. 

Hawa positif ini bisa membuat pasar semakin semringah. Ditambah dengan negosiasi Brexit yang juga ada titik terang, maka risk appetite akan meninggi.  

Hasrat bermain dengan instrumen berisiko bisa membawa investor global masuk ke Indonesia. Ini akan membuat IHSG, rupiah, dan obligasi menjadi lebih bergairah. Semoga kabar gembira dari Eropa membawa berkah bagi Indonesia.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Sentimen keempat adalah harga minyak. Harga si emas hitam sepertinya masih labil, tetapi kecenderungannya tetap melemah. Pada pukul 04:11 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 1,51% dan light sweet amblas 1,43%.

Penyebabnya adalah kenaikan pasokan di AS. US Energy Information Admnistration (EIA) mencatat cadangan minyak Negeri Adidaya bertambah 4,9 juta barel menjadi 446,91 juta barel selama sepekan lalu. Ini merupakan kenaikan mingguan tertinggi sejak Desember 2017. 

Harga komoditas ini juga turun seiring kemesraan AS-Arab Saudi. Hubungan kedua negara sempat menegang akibat kasus pembunuhan kolumnis Washington Post Jamal Khasshogi. Namun Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa Washington tetap menjadi mitra yang loyal bagi Riyadh. 


Ini membuat investor yakin bahwa AS tidak akan memberikan sanksi ekonomi kepada Negeri Padang Pasir, meski nantinya terbukti bahwa petinggi kerajaan Arab Saudi terlihat dalam eksekusi Khasshogi. Artinya, pasokan minyak dari Arab Saudi ke pasar dunia tetap terjaga sehingga tidak ada kelangkaan yang menyebabkan kenaikan harga. 

"Harga minyak terus turun. Bagus! Ini seperti pemotongan tarif pajak bagi AS dan dunia. Nikmati! Terima kasih Arab Saudi, tapi ayo lebih rendah lagi!" cuit Trump melalui Twitter. 

Memang salah satu alasan Trump tetap menjaga hubungan baik dengan Arab Saudi adalah minyak. Eks pembawa acara reality show The Apprentice ini melihat sanksi ekonomi kepada Arab Saudi, apalagi blokade ekspor minyak, akan membuat harga minyak meroket sehingga merepotkan seisi dunia. 

Bagi Indonesia, penurunan harga minyak bisa menjadi sentimen positif dan negatif. Positifnya, rupiah akan terbantu karena penurunan harga minyak akan ikut menurunkan biaya importasinya.  

Indonesia adalah negara net importir migas, sehingga penurunan harga minyak akan menciptakan penghematan devisa. Ini kemudian berkontribusi positif kepada neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current acccount). Hasilnya adalah rupiah akan memiliki lebih banyak modal untuk menguat. 

Negatifnya, harga saham sektor energi berpotensi terkoreksi. Akibat tren penurunan harga minyak beberapa waktu terakhir, harga saham ENRG anjlok 6,52% pada perdagagan kemarin. Sedangkan MEDC amblas 2,11% dan ELSA turun 0,62%. 

Koreksi saham-saham sektor energi dan pertambangan akan membebani laju IHSG. Penguatan IHSG menjadi kurang maksimal, atau bahkan bisa saja malah terseret ke zona merah.  


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Namun, pelaku pasar perlu mewaspadai sentimen kelima yaitu hubungan AS-China yang kembali tegang. Perwakilan Dagang AS (USTR) dalam rekomendasinya menyatakan China gagal menekan praktik perdagangan tidak sehat seperti pencurian hak atas kekayaan intelektual atau pembatasan pemberian izin di bidang teknologi kepada pelaku usaha asing. 

"China belum mengubah perilaku tidak adil yang berpotensi menciptakan distorsi di pasar," tegas Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, mengutip Reuters. 

Beijing panas, tidak terima dengan tuduhan itu. Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, menegaskan bahwa tuduhan AS sama sekali tidak berdasar. 

"AS membuat tuduhan baru yang tak berdasar kepada China. Kami sangat tidak bisa menerimanya. Kami harap AS mencabut kata-kata dan perilaku yang menghancurkan hubungan bilateral kedua negara," sebut Gao dalam jumpa pers di Beijing, dilansir Reuters. 

Bila AS melakukan tindakan atas tuduhannya, Gao mengatakan China akan tetap menjaga kepentingannya. Menurutnya, tindakan AS selanjutnya bisa saja semakin merusak tata cara perdagangan dunia. 

"China akan mencermati langkah yang mungkin akan ditempuh AS. China siap melakukan langkah yang diperkukan untuk menjaga kedaulatan dan kepentingan negara," tegas Gao. 

Friksi AS-China yang kembali muncul meredupkan harapan pasar. Jika tensi masih tinggi seperti sekarang, jangan-jangan pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 nanti tidak menghasilkan apa-apa?  

Tanda tanya besar masih menyelimuti hubungan dagang AS-China. Artinya masih ada satu ketidakpastian besar yang bisa menjadi sentimen negatif yang menghancurkan mood pelaku pasar. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 5)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis pembacaan awal indeks PMI sektor manufaktur Zona Eropa periode November 2018 (16:00 WIB).
  • Rilis pembacaan awal indeks PMI sektor jasa Zona Eropa periode November 2018 (16:00 WIB).
  • Rilis pembacaan awal indeks PMI sektor manufaktur AS periode November 2018 (21:45 WIB).
  • Rilis pembacaan awal indeks PMI sektor jasa AS periode November 2018 (16:00 WIB). 

Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Modernland Realty Tbk (MDLN)RUPSLB10:00
PT Onix Capital Tbk (OCAP)RUPS Tahunan10:00
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:  

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q III-2018 YoY)5,17%
Inflasi (Oktober 2018 YoY)3,16%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (November 2018)6%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2,19% PDB
Transaksi berjalan (Q III-2018)-3,37% PDB
Neraca pembayaran (Q III-2018)-US$ 4,39 miliar
Cadangan devisa (Oktober 2018)US$ 115,16 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Ekonomi AS Tumbuh Perkasa, Pesta Pasar Keuangan RI Bisa Berlanjut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular