Newsletter

Siap-siap, Banyak Sentimen Banjiri Pasar

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 November 2018 06:24
Wall Street Merana Pekan Lalu
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Dari Wall Street, kinerja tiga indeks utama kurang ciamik pekan lalu. Secara mingguan, Dow Jones Industrial Average anjlok 2,22%, S&P 500 jatuh 1,61%, dan Nasdaq Composite amblas 2,22%. 

Ada beberapa penyebab keterpurukan Wall Street pekan lalu. Pertama, harga minyak dunia ambrol. Harga minyak jenis brent seminggu kemarin anjlok 4,87% dan light sweet amblas 6,19%. 

Kejatuhan harga minyak membuat saham-saham sektor energi ikut ambrol. Harga saham Exxon Mobil turun drastis 2,39% dan Chevron terkoreksi 0,38%. 

Kedua adalah data inflasi AS yang dirilis pada 15 November. Laju inflasi Negeri Paman Sam periode Oktober 2018 tercatat 2,5% YoY. Lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,3%. 

Kemudian penjualan ritel pada Oktober 2018 naik 0,8% secara bulanan (month-to-month/MtM). Di atas konsensus pasar yang dihimpun Refinitiv yang memperkirakan kenaikan 0,5%. Pencapaian Oktober juga jauh melampaui bulan sebelumnya yang turun 0,1%. 

Artinya, konsumsi masyarakat di AS masih tumbuh dengan baik sehingga menyebabkan percepatan laju inflasi. Jika tidak dikontrol, maka laju inflasi akan semakin cepat dan menciptakan overheating di perekonomian Negeri Adidaya. 

Oleh karena itu, alasan bagi The Federal Reserve/The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan pun semakin besar. Tanpa kenaikan suku bunga acuan, laju permintaan tidak akan  bisa diimbangi oleh ketersediaan barang dan jasa sehingga menimbulkan tekanan inflasi yang luar biasa. 

Namun sisi lain dari kenaikan suku bunga acuan adalah ikut terkereknya imbalan investasi di AS, khususnya di instrumen berpendapatan tetap. Saham bukanlah instrumen yang bisa bekerja optimal di lingkungan suku bunga tinggi, karena bisa menurunkan laba emiten.  

Oleh karena itu, terjadi arus modal keluar di bursa saham New York untuk masuk ke pasar obligasi pemerintah. Yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun dalam seminggu kemarin terkoreksi 11,5 bps. Penurunan yield menandakan harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan. 

Ketiga adalah koreksi dalam di saham-saham teknologi, khususnya Apple. Sepekan kemarin, harga saham Apple anjlok 5,35%. 

Penyebabnya adalah pelaku pasar kurang mengapresiasi kinerja penjualan iPhone seri terbaru. Bahkan beberapa pemasok komponen iPhone mengeluhkan pengurangan pemesanan yang menandakan permintaan tidak naik. 



(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular