
Newsletter
Harga Minyak Anjlok, Awas 'Terpeleset'
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 November 2018 05:45

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah risiko. Pertama tentu kinerja Wall Street yang cenderung melemah. Dikhawatirkan merahnya bursa saham New York membuat mood pelaku pasar di Asia menjadi suram. Semoga tidak terjadi.
Sentimen kedua adalah harga minyak, yang sukses menjegal Wall Street. Penurunan harga minyak bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG karena emiten energi akan kurang mendapat apresiasi, seperti yang terjadi di Wall Street.
Namun bagi rupiah, koreksi harga minyak adalah berkah karena dapat mengurangi biaya impor migas. Defisit di neraca migas adalah biang kerok tekornya neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account).
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang melemah. Pada pukul 05:16 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) turun 0,39%.
Hawa damai dagang AS-China berhasil mengembalikan risk appetite di pasar, sehingga instrumen safe haven seperti dolar AS menjadi kurang peminat. Selain itu, sudah ada titik terang dalam pembahasan perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit).
Pada Rabu waktu setempat, Perdana Menteri Inggris Theresa May akan menggelar rapat kabinet untuk membahas poin-poin kesepakatan Brexit. Jika sudah ada kesepakatan di London, hasilnya akan dibawa ke Brussel dan dibahas dalam rapat pada 25 November. Apabila disetujui, Uni Eropa akan mengesahkan kesepakatan ini dan Inggris pun bisa resmi berpisah secara baik-baik.
Harapan ini membuat investor kembali bergairah. Tidak ada lagi istilah bermain aman, sehingga dolar AS pun semakin ditinggalkan. Apabila pelemahan dolar AS berlanjut, maka rupiah akan mendapat dorongan untuk kembali menguat.
Sentimen keempat adalah rilis data-data ekonomi di China. Salah satu data penting yang akan diumumkan adalah Investasi Aset Tetap periode Januari-Oktober 2018. Dalam periode Januari-September, investasi tumbuh 5,4% secara tahunan (year-on-year/YoY), naik dari periode Januari-Agustus sebesar 5,3%.
Kemudian, data lainnya yang perlu dicermati adalah Produksi Industri periode Oktober 2018. Pada September, pertumbuhannya melambat ke 5,8% YoY dari bulan sebelumnya 6,1% YoY. Bahkan, capaian pada September sudah turun cukup jauh dari April yang mencapai 7% YoY.
Jika data-data China mengecewakan, pelaku pasar tampaknya mesti mewaspadai bursa saham Asia yang akan berguguran. Investor akan semakin dibuat khawatir terhadap kerusakan yang diakibatkan perang dagang Washington-Beijing.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Sentimen kedua adalah harga minyak, yang sukses menjegal Wall Street. Penurunan harga minyak bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG karena emiten energi akan kurang mendapat apresiasi, seperti yang terjadi di Wall Street.
Namun bagi rupiah, koreksi harga minyak adalah berkah karena dapat mengurangi biaya impor migas. Defisit di neraca migas adalah biang kerok tekornya neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account).
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang melemah. Pada pukul 05:16 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) turun 0,39%.
Hawa damai dagang AS-China berhasil mengembalikan risk appetite di pasar, sehingga instrumen safe haven seperti dolar AS menjadi kurang peminat. Selain itu, sudah ada titik terang dalam pembahasan perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit).
Pada Rabu waktu setempat, Perdana Menteri Inggris Theresa May akan menggelar rapat kabinet untuk membahas poin-poin kesepakatan Brexit. Jika sudah ada kesepakatan di London, hasilnya akan dibawa ke Brussel dan dibahas dalam rapat pada 25 November. Apabila disetujui, Uni Eropa akan mengesahkan kesepakatan ini dan Inggris pun bisa resmi berpisah secara baik-baik.
Harapan ini membuat investor kembali bergairah. Tidak ada lagi istilah bermain aman, sehingga dolar AS pun semakin ditinggalkan. Apabila pelemahan dolar AS berlanjut, maka rupiah akan mendapat dorongan untuk kembali menguat.
Sentimen keempat adalah rilis data-data ekonomi di China. Salah satu data penting yang akan diumumkan adalah Investasi Aset Tetap periode Januari-Oktober 2018. Dalam periode Januari-September, investasi tumbuh 5,4% secara tahunan (year-on-year/YoY), naik dari periode Januari-Agustus sebesar 5,3%.
Kemudian, data lainnya yang perlu dicermati adalah Produksi Industri periode Oktober 2018. Pada September, pertumbuhannya melambat ke 5,8% YoY dari bulan sebelumnya 6,1% YoY. Bahkan, capaian pada September sudah turun cukup jauh dari April yang mencapai 7% YoY.
Jika data-data China mengecewakan, pelaku pasar tampaknya mesti mewaspadai bursa saham Asia yang akan berguguran. Investor akan semakin dibuat khawatir terhadap kerusakan yang diakibatkan perang dagang Washington-Beijing.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular