Update Polling CNBC Indonesia

Konsensus: Ekonomi RI Kuartal III-2018 Diramal Tumbuh 5,14%

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 November 2018 11:22
Konsensus: Ekonomi RI Kuartal III-2018 Diramal Tumbuh 5,14%
Ilustrasi Pembangunan Infrastruktur (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
  • Menambah proyeksi dari 1 instansi (DBS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan melambat pada kuartal III-2018. Dari berbagai sisi penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), memang ada tekanan sehingga membebani laju pertumbuhan ekonomi.

Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan akan merilis data pertumbuhan ekonomi pada awal pekan depan. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 sebesar 5,14% secara year-on-year (YoY).  

Sementara secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ) adalah 3,06%. Kemudian untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 diperkirakan 5,16% YoY. 

InstitusiPertumbuhan Ekonomi QtQ (%)Pertumbuhan Ekonomi YoY (%)Pertumbuhan Ekonomi 2018 (%YoY)
ING-5.2-
Danareksa Research Institute3.165.245.21
Mirae Asset-5.17-
Maybank Indonesia3.135.215.18
CIMB Niaga2.925-
Moody's Analytics-5.1-
Bank Danamon3.075.155.14
ANZ3.065.145.2
Bank Permata3.065.145.14
BCA35.065.1
Barclays-5.1-
BTN3.25.285.2
DBS35.15
MEDIAN3.065.145.16

Ekspektasi pasar menunjukkan adanya perlambatan. Pada kuartal II, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,27% YoY. Namun untuk keseluruhan tahun, ada perbaikan karena ekonomi Indonesia pada 2017 tumbuh 5,07% YoY. 

Dari sisi konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari 50% PDB, nyaris tidak ada momentum yang bisa menaikkan belanja masyarakat. Periode Ramadan-Idul Fitri dan pemberian gaji tambahan kepada Abdi Negara terjadi pada kuartal II, sehingga puncak konsumsi memang sudah terlewati. 

Kemudian dari sisi investasi, ada kabar kurang sedap dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Realisasi investasi pada kuartal III-2018 mengalami kontraksi alias minus 1,6% YoY. 

Itu dari investasi swasta. Investasi pemerintah berupa barang modal juga agak sulit diharapkan, karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan penundaan impor barang modal dan bahan baku untuk proyek-proyek infrastruktur non-prioritas. Sepanjang Januari-September 2018, belanja modal pemerintah juga terkontraksi 5,7% YoY. 

Berita buruk juga datang dari sisi net ekspor (selisih ekspor-impor). Sepanjang kuartal III-2018, neraca perdagangan defisit US$ 2,72 miliar. Bahkan lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu US$ 1,37 miliar. 

Sementara dari sisi sektoral, musim panen raya juga terjadi pada kuartal II. Kuartal III bisa dibilang sebagai masa paceklik, apalagi curah hujan juga relatif rendah. Sektor pertanian pun sulit diharapkan untuk berkontribusi besar kepada pembentukan PDB nasional. 

Oleh karena itu, memang wajar ekonomi kuartal III-2018 diperkirakan melambat. Agak sulit untuk mencari faktor yang suportif untuk membuat pertumbuhan ekonomi lebih kencang. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Katrina Ell, Ekonom Moody's Analytics, mengatakan salah satu faktor yang menghambat laju pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 adalah kebijakan moneter ketat yang ditempuh Bank Indonesia (BI). Sejak Mei, BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah naik 150 basis poin (bps). 

"Kenaikan suku bunga acuan membatasi aktivitas pelaku usaha dan rumah tangga. Apalagi konsumsi rumah tangga juga melambat karena momentum Ramadan-Idul Fitri sudah berlalu," kata Ell. 

Saat suku bunga acuan naik, suku bunga simpanan perbankan ikut terkerek. Laporan Statistik Perbankan Indonesia terbitan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode Agustus 2018 menyebutkan, suku bunga deposito rupiah tenor 1 bulan di 6,16% atau naik 20 bps dibandingkan bulan sebelumnya. Sedangkan bunga deposito 3 bulan naik 13 bps ke 6,13% dan 6 bulan naik 9 bps ke 6,28%. 

Kenaikan suku bunga simpanan menyebabkan bunga kredit pun naik. Pada Agustus, suku bunga Kredit Investasi naik 1 bps ke 10,37%. 

Tidak hanya kredit perbankan, kenaikan suku bunga acuan juga sudah mempengaruhi biaya penggalian dana di pasar modal. BI mencatat pembiayaan melalui pasar modal selama Januari-Agustus 2018 adalah Rp 146,1 triliun. Turun drastis 20,47% dibandingkan periode yang sama pada 2017. 

Kenaikan suku bunga acuan ditempuh sebagai langkah penyelamatan rupiah. Maklum, rupiah sudah melemah sekitar 12% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini.

Ketika bunga acuan naik, maka imbalan berinvestasi di Indonesia akan ikut terkerek terutama untuk instrumen berpendapatan tetap (fixed income). Diharapkan kenaikan imbalan ini dapat menjadi pemanis bagi investor untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia, sehingga pasokan valas terjaga dan rupiah pun lebih stabil.

Namun efek samping dari 'jamu pahit' ini sepertinya sudah terlihat, yaitu membebani pertumbuhan ekonomi. Saat ini menyelamatkan rupiah adalah prioritas jangka pendek BI dan pemerintah, sehingga pertumbuhan ekonomi memang harus mengalah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular