Polling CNBC Indonesia

Konsensus: Ekonomi RI Kuartal-I 2019 Diramal Tumbuh 5,19%

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 May 2019 17:55
Konsensus: Ekonomi RI Kuartal-I 2019 Diramal Tumbuh 5,19%
Foto: Kota Jakarta (Reuters/Beawiharta)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal-I 2019 diperkirakan lebih baik dari capaian kuartal-I 2018 dan juga kuartal-IV 2018.

Pada hari Senin besok (6/5/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal-I 2019. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,19% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih tinggi dari kuartal-I 2018 dan juga kuartal-IV 2018 yang masing-masing sebesar 5,06% YoY dan 5,18% YoY.



Jika sesuai proyeksi, maka pertumbuhan ekonomi kuartal-I tahun ini akan menjadi yang terbaik di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.


Tanda-tanda kuatnya laju perekonomian Indonesia dalam 3 bulan pertama tahun ini memang sudah terlihat sebelumnya. Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini pertumbuhan penjualan barang-barang ritel selalu berhasil mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya.

Pada Januari 2019, berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis Bank Indonesia (BI), penjualan barang-barang ritel tumbuh sebesar 7,2% secara tahunan, lebih baik dari capaian Januari 2018 yakni kontraksi sebesar 1,8%. Pada Februari 2019, penjualan barang-barang ritel diketahui melesat hingga 9,1%, mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya yakni pertumbuhan sebesar 1,5%.

Lebih lanjut, angka sementara untuk pertumbuhan penjualan barang-barang ritel periode Maret 2019 adalah sebesar 8%, juga jauh mengalahkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,5% saja.

Mengingat lebih dari 50% perekonomian Indonesia disumbang oleh konsumsi rumah tangga, pesatnya penjualan barang-barang ritel jelas mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang oke pada kuartal-I 2019.

Terjaganya inflasi merupakan salah satu kunci di balik kuatnya konsumsi masyarakat Indonesia pada kuartal-I 2019. Sepanjang kuartal-I 2019, tingkat inflasi tahun kalender hanya sebesar 0,35%, sementara tingkat inflasi secara tahunan per Maret 2019 hanya sebesar 2,48%.

Memang, rendahnya angka inflasi bisa jadi merupakan hasil dari lemahnya konsumsi. Namun, rendahnya inflasi sepanjang kuartal-I 2019 lebih merupakan hasil dari kejatuhan harga bahan makanan. Pada bulan Februari, harga bahan makanan tercatat jatuh hingga 1,11% secara bulanan, disusul oleh koreksi sebesar 0,01% pada bulan Maret.

Sementara itu, komponen pembentuk inflasi lainnya tetap mencatatkan kenaikan harga dalam 3 bulan pertama tahun ini, membuktikan bahwa terjaganya inflasi merupakan kombinasi dari pengendalian harga yang baik oleh pemerintah dan kehadiran musim panen.

Lebih lanjut, para ekonom meyakini bahwa gelaran pemilihan umum pada tanggal 17 April silam telah secara signifikan mendongkrak konsumsi masyarakat.

"Proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal-I 2019 kami berada di level 5,16%, utamanya karena lemahnya pertumbuhan investasi berhasil diminimalisir oleh kencangnya pertumbuhan konsumsi, seiring dengan belanja terkait pemilihan umum," papar Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro dalam email yang diterima CNBC Indonesia.

Senada dengan Satria, hal serupa juga diungkapkan oleh Ekonom Moody's Analytics Katrina Ell.

"Konsumsi rumah tangga telah diuntungkan oleh stabilnya harga energi dan perputaran uang yang lebih tinggi menjelang pemilihan umum pada bulan April," papar Katrina dalam email yang diterima CNBC Indonesia.
Di sisi lain, investasi yang juga merupakan komponen penting dalam perekonomian Indonesia nampaknya sulit diandalkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Sepanjang kuartal-I 2019, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa realisasi investasi hanya mencapai Rp 195,1 triliun, naik 5,3% jika dibandingkan capaian kuartal-I 2018 yang senilai 185,3 triliun. Pertumbuhan tersebut jauh di bawah capaian kuartal-I 2018 yang sebesar 11,8% YoY.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tercatat senilai Rp 87,2 triliun pada 3 bulan pertama tahun ini, naik 14,1% YoY. Sementara itu, Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat senilai Rp 107,9 triliun atau turun 0,9% YoY. Padahal pada kuartal-I 2018, PMA melesat hingga 12,3% secara tahunan.

Tekanan terhadap rupiah yang terjadi semenjak bulan Februari ditengarai menjadi faktor yang membuat investor asing menunda investasinya di tanah air. Dalam periode 7 Februari-29 Maret, rupiah melemah sebesar 2,28% di pasar spot, dari level Rp 13.917/dolar AS ke level Rp 14.235/dolar AS.

Rilis angka defisit transaksi berjalan/Current Account Deficit (CAD) periode kuartal-IV 2018 menjadi momok bagi rupiah kala itu. Sepanjang kuartal-IV 2018, CAD Indonesia tercatat senilai US$ 9,1 miliar atau 3,57% dari PDB, naik dari capaian kuartal-III 2018 yang sebesar 3,37% dari PDB. CAD pada kuartal-IV 2018 merupakan yang terparah sejak kuartal-II 2014.

Jika berbicara mengenai rupiah, transaksi berjalan memang merupakan hal yang sangat penting lantaran menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa). Hal ini berbeda dengan pos transaksi modal dan finansial yang bisa cepat berubah karena datang dari aliran modal portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.

Selain karena perlambatan di sisi investasi, perlambatan di sisi ekspor juga ditengarai menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di sepanjang 3 bulan pertama tahun ini.

“Pertumbuhan ekonomi mungkin melambat di kuartal-I 2019 seiring dengan perlambatan ekspor dan investasi,” papar Ekonom Citi Helmi Arman dalam email yang diterima CNBC Indonesia.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular