Newsletter

Trump Ingin Dialog dengan China, Tapi Ada 'Pistol' di Meja

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
31 October 2018 05:54
Trump Ingin Dialog dengan China, Tapi Ada 'Pistol' di Meja
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif pada pada perdagangan kemarin. Menjalani hari yang cukup sulit, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya ditutup di zona hijau. Namun rupiah tidak seberuntung itu, karena terdepresiasi di hadapan dolar Amerika Serikat. 

Kemarin, IHSG mengakhiri hari dengan penguatan 0,6%. Sedangkan rupiah malah melemah tipis 0,05% terhadap greenback. 

Dinamika perang dagang AS-China membuat investor masih enggan memegang aset-aset berisiko. Kabar terbaru, AS siap menerapkan bea masuk kepada produk-produk China apabila pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping tidak membuahkan hasil. Sebelumnya, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow sudah mengonfirmasi bahwa keduanya akan melakukan pembicaraan di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) pada bulan depan.  

Mengutip Reuters, sumber di lingkaran Gedung Putih mengungkapkan Washington sudah menyiapkan bea masuk baru sebagai skenario terburuk. Kemungkinan pengenaan bea masuk itu adalah untuk importasi produk-produk made in China senilai US$ 257 miliar seperti yang sering dikemukakan Trump. 

Sentimen negatif juga datang dari keputusan Kanselir Jerman Angela Merkel untuk tidak kembali maju dalam pemilihan sebagai Ketua Umum Christian Democratic Union (CDU). Dirinya juga menyatakan akan mundur dari dunia politik setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai kanselir pada 2021. 

Merkel merupakan tokoh yang amat penting bagi Uni Eropa. Tanpa kehadiran dirinya, Uni Eropa yang sudah rapuh sejak ditinggal Inggris bisa menjadi semakin rapuh. Apalagi, keputusan tersebut diumumkan Merkel kala permasalahan anggaran di Italia dan Prancis sedang memanas.

Kondisi ini menyebabkan pasar was-was, sehingga memburu instrumen minim risiko di antaranya dolar AS. Permintaan yang meningkat tentu mendorong penguatan greenback. Hingga pukul 16.36 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang dunia) menguat 0,2% ke 96,77, tertinggi sejak awal tahun 2018.  

Beruntung, IHSG pada akhirnya bisa membalikkan keadaan seiring dengan adanya dorongan beli yang besar di bursa saham regional. Hingga akhir perdagangan, indeks Nikkei 225 melesat 1,45%, indeks Shanghai Composite naik 1,02%, dan indeks Kospi menguat 0,93%. 

Positifnya rilis data ekonomi di Jepang terbukti ampuh mengerek bursa saham Benua Kuning. Kemarin pagi, tingkat pengangguran per akhir September diumumkan sebesar 2,3%, di bawah konsensus yang sebesar 2,4%. 

Namun sentimen negatif dari dalam negeri menjadi beban buat rupiah. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan hasil realisasi investasi kuartal III-2018.  

Secara keseluruhan total investasi pada kuartal III-2018 turun 1,6% dibandingkan pada kuartal III-2017. Total investasi menjadi Rp 173,8 triliun di kuartal III-2018.  

Pertumbuhan investasi yang terkontraksi alias minus merupakan yang pertama kalinya sepanjang masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Catatan negatif ini tidak lain disumbang oleh anjloknya penanaman modal asing (FDI), yang memang masih mendominasi investasi di Tanah Air.  

FDI tercatat turun 20,2% dibandingkan pada periode yang sama pada. Sementara penanaman modal dalam negeri naik 30,5%. 

Anjloknya FDI memberi indikasi bahwa investor asing masih ogah-ogahan masuk ke Indonesia. Akibatnya pasokan devisa pun diekspektasikan semakin seret, sehingga menekan rupiah. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari Wall Street, tiga indeks utama berhasil membalas dendam dengan membukukan penguatan signifikan. Kemarin, Dow Jones Industrial Average (DJIA), S&P 500, dan Nasdaq Composite ditutup melemah cukup dalam. 

Namun hari hari semuanya berbalik. DJIA ditutup naik tinggi 1,77%, S&P 500 melesat 1,57%, dan Nasdaq lompat 1,43%.  

Saham-saham semikonduktor menjadi primadona investor. Intel melesat 5,2%, Nvidia meroket 9,36%, dan KLA-Tencor melejit 7,6%. 

Lonjakan saham-saham ini didorong oleh Nvidia, yang mendapat angin segar dari rekomendasi JPMorgan. Dalam catatannya kepada investor, JPM menyatakan Ndivia adalah pemimpin pasar di bidang silikon dan punya masa depan cerah seiring perkembangan pusat data, video game, dan sebagainya. 

Dari 37 analis, 26 di antaranya merekomendasikan 'beli' sementara sisanya 'tahan'. Tidak ada yang menyarankan 'jual' untuk saham Nvidia. 

Selain itu, kebangkitan Wall Street juga didorong oleh harga aset yang sudah murah. Sejak awal Oktober, DJIA sudah anjlok 5,99%, S&P 500 ambrol 7,92%, dan Nasdaq rontok 10,72%. 

"Ada tekanan berat selama Oktober sehingga ada masanya untuk pemulihan. Anda mungkin melihat investor berkata, 'saatnya beli saham'," kata Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services yang berbasis di Indiana, seperti dikutip dari Reuters. 

Laporan keuangan juga masih bisa menjadi stimulus buat Wall Street. Sudah lebih dari separuh emiten di S&P 500 yang melaporkan kinerja kuartal III-2018, dan rata-rata membukukan laba bersih 25,3%. 

"Laporan keuangan sebagian besar oke. Mungkin ada beberapa yang di bawah target, dan itu melanda perusahaan-perusahaan besar. Namun secara keseluruhan masih bagus," tutur Rick Mackler Partner di Cherry Lane Investments yang berbasis di New Jersey, mengutip Reuters. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati beberapa sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang positif. Diharapkan hijaunya bursa saham New York bisa menular di Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua adalah rilis data terbaru di AS yaitu Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada Oktober, The Conference Board menyebut IKK berada di 137,9. Ini merupakan angka tertinggi sejak September 2000 atau dalam 18 tahun. 

"Konsumen tidak melihat ekonomi kehilangan kekuatannya. Bahkan konsumen meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi yang kencang masih akan terus terjadi hingga awal 2019," tegas Lynn Franco, Direktur di The Conference Board, dikutip dari Reuters. 

Jika konsumen Negeri Paman Sam masih pede, maka mereka akan terus berbelanja. Artinya tekanan inflasi dari sisi permintaan tetap akan tinggi, yang membuat The Federal Reserve/The Fed makin punya alasan untuk melanjutkan siklus kenaikan suku bunga acuan. 

Pelaku pasar memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan kolega kembali menaikkan Federal Funds Rate pada Desember. Menurut CME Fedwatch, probabilitas kenaikan sebesar 25 basis poin pada rapat The Fed 19 Desember adalah 66,9%.  

Meski bertujuan untuk mengendalikan permintaan, kenaikan suku bunga acuan punya efek samping ikut mengerek imbalan investasi utamanya di instrumen berpendapatan tetap. Oleh karena itu, dolar AS akan kembali mendapat energi penguatan setiap kali ada kabar kenaikan suku bunga acuan. Ini tentu bukan kabar baik bagi rupiah. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Ketiga adalah dari perang dagang AS vs China. Presiden Trump mengonfirmasi bahwa Washington sudah menyiapkan bea masuk baru jika dialog dengan China nir-hasil. 

"Saya rasa kami akan punya kesepakatan dengan China, dan saya berharap itu akan menjadi kesepakatan yang bagus karena mereka telah menghisap kami. Saya punya US$ 267 miliar (bea masuk baru) yang sudah menunggu kalau tidak ada kesepakatan," tegas Trump dalam wawancara dengan FOX News, mengutip Reuters. 

Dinamika perang dagang AS vs China memang masih ngeri-ngeri sedap. Di satu sisi, Trump sudah siap berdialog dengan China dan ingin ada kesepakatan untuk mengakhiri 'balas pantun' bea masuk Washington-Beijing. Namun di sisi lain, Trump juga ibarat terang-terangan menaruh 'pistol' di atas meja yang siap ditembakkan jika tidak ada kesepakatan. 

Apakah China nyaman berdialog dengan ancaman pistol seperti ini? Apakah pembicaraan dengan ancaman pistol layak disebut dialog, bukan pemerasan?

Beijing belum memberikan respons. Namun Lu Kang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menyatakan jika AS tidak siap dengan negosiasi yang saling menguntungkan, maka Negeri Tirai Bambu akan mengembangkan ekonominya sendiri. 

Perang dagang AS vs China bagai bara dalam sekam, padam di permukaan tetapi masih panas di bawah. Bara ini bisa muncul sewaktu-waktu, dan mampu membakar perekonomian dunia. 

Selama belum ada penyelesaian, perang dagang AS vs China masih menjadi sentimen negatif di pasar keuangan. Investor tentu akan mencari aman jika risiko besar terhadap perekonomian dunia masih menghantui. Mencari aman artinya belum akan menyentuh instrumen berisiko di negara berkembang, kabar yang kurang enak buat IHSG dan rupiah. 

Keempat adalah harga minyak, di mana pada pukul 05:22 WIB harga minyak jenis brent anjlok 1,68%. Perang dagang As vs China menjadi biang kerok koreksi harga si emas hitam. 

AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di dunia. Kala mereka saling hambat perdagangan, akibatnya adalah gangguan rantai pasok (supply chain) dunia. Hasilnya adalah perlambatan arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global. 

Perdagangan dan aktivitas ekonomi yang melambat tentu akan menurunkan permintaan terhadap energi. Kalau permintaan energi turun, maka harganya juga akan turun. 

Penurunan harga minyak bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG, karena membuat emiten migas dan pertambangan kurang mendapat apresiasi. Namun hal ini justru positif buat rupiah, karena meringankan tekanan impor migas yang menjadi biang keladi defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 5)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data pendahuluan produksi industri Jepang periode September 2018 (06:50 WIB).
  • Rilis data inflasi Australia kuartal III-2018 (07:30 WIB).
  • Rilis data indeks manufaktur PMI China periode Oktober (07:30 WIB).
  • Rilis data suku bunga acuan Jepang (tentatif).
  • Rilis data inflasi zona Eropa (flash reading) periode Oktober (17:00 WIB).
  • Rilis data tingkat pengangguran zona Eropa periode September (17:00 WIB).
  • Rilis data penciptaan lapangan kerja non-pertanian AS periode Oktober versi ADP (19:15 WIB).
  • Rilis data cadangan minyak mentah AS dalam sepekan hingga 26 Oktober (21:30 WIB). 

Investor juga perlu mencermati agenda korporasi yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP)Rilis Laporan Keuangan Kuartal-III 2018-
PT Citra Marga Nusaphala Persada TbkTbk (CMNP)RUPSLB10:00
PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA)Earnings Call17:00
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 
 
IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q II-2018 YoY)5.27%
Inflasi (Agustus 2018 YoY)3.20%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2018)-3.04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2018)-US$ 4.31 miliar
Cadangan devisa (September 2018)US$ 114.8 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular