
Newsletter
Hati-hati, Perang Dagang Bisa Panas Lagi
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 October 2018 06:31

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu performa Wall Street yang kurang ciamik. Dikhawatirkan koreksi Wall Street menjalar hingga ke bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Kedua adalah rilis data terbaru di AS yaitu Core Personal Comsumption Expenditure (Core PCE) yang menjadi preferensi The Federal Reserve/The Fed dalam mengukur inflasi. Pada September 2018, Core PCE tercatat 2% YoY atau sejalan dengan target The Fed.
Ke depan, ada potensi Core PCE akan terus meningkat dan berada sedikit di atas target 2% yang dipatok The Fed. Pasalnya walau pertumbuhan ekonomi AS melambat, tetapi konsumsi rumah tangga tetap tumbuh impresif. Pada kuartal III-2018, pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 4%, tercepat sejak kuartal IV-2014.
Dengan laju inflasi AS yang kemungkinan terakselerasi, maka bisa menjadi alasan bagi The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate 25 basis poin pada 19 Desember adalah 69,7%, naik dari posisi kemarin yaitu 66,9%.
Kabar kenaikan suku bunga akan menjadi alarm pemanggil bagi penguatan dolar AS. Sebab kenaikan suku bunga acuan akan menaikkan imbalan investasi, utamanya di instrumen berpendapatan tetap. Aliran modal akan merapat ke AS sehingga greenback akan kembali perkasa, tentu bukan kabar baik bagi rupiah dan IHSG.
Sentimen ketiga adalah perkembangan perang dagang AS vs China. Sentimen ini berhasil membuat Wall Street rontok, dan bila terkonfirmasi bahwa AS siap menerapkan bea masuk baru maka akan menjadi hantaman bagi perekonomian Asia dan sentimen negatif di pasar keuangan.
Terbukti bahwa perlambatan aktivitas ekonomi di China mampu membuat pasar keuangan Asia terbeban pada perdagangan kemarin. Jadi apabila China mendapat serangan lebih lanjut, maka beban bagi China dan Asia akan semakin berat.
Sentimen keempat, kali ini dari Eropa, yaitu tersiar kabar bahwa Angela Merkel tidak akan lagi mencalonkan diri sebagai Kanselir Jerman setelah menjabat selama 13 tahun. Merkel adalah sosok yang berhasil mengantar Uni Eropa selamat dari terjangan krisis fiskal pada 2009-2010.
"Pasar melihat Merkel sebagai Iron Lady of Europe. Kabar ini tentu bukan berita baik bagi euro," ujar Karl Schamotta, Chief Market Strategist di Cambridge Global Payment yang berbasis di Toronto, mengutip Reuters.
Berita ini membuat euro berpotensi melemah dan semakin melapangkan jalan bagi dolar AS untuk menguat. Oleh karena itu, rupiah wajib waspada.
Sentimen kelima adalah dari dalam negeri, yaitu rilis data realisasi investasi langsung kuartal III-2018. Pada kuartal sebelumnya, investasi hanya tumbuh 3,1% YoY, bahkan Penanaman Modal Asing (PMA) terkontraksi alias minus 12,9%. Selama era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), baru kali ini PMA tercatat menurun secara tahunan.
Apabila performa negatif investasi kembali terulang, pelaku pasar wajib waspada. Buruknya PMA menggambarkan situasi dunia usaha sebenarnya sedang lesu. Terutama investor asing, yang justru terlihat menghindari Indonesia. Sinyal ini tentu akan menjadi sentimen negatif di pasar keuangan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Kedua adalah rilis data terbaru di AS yaitu Core Personal Comsumption Expenditure (Core PCE) yang menjadi preferensi The Federal Reserve/The Fed dalam mengukur inflasi. Pada September 2018, Core PCE tercatat 2% YoY atau sejalan dengan target The Fed.
Ke depan, ada potensi Core PCE akan terus meningkat dan berada sedikit di atas target 2% yang dipatok The Fed. Pasalnya walau pertumbuhan ekonomi AS melambat, tetapi konsumsi rumah tangga tetap tumbuh impresif. Pada kuartal III-2018, pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 4%, tercepat sejak kuartal IV-2014.
Dengan laju inflasi AS yang kemungkinan terakselerasi, maka bisa menjadi alasan bagi The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate 25 basis poin pada 19 Desember adalah 69,7%, naik dari posisi kemarin yaitu 66,9%.
Kabar kenaikan suku bunga akan menjadi alarm pemanggil bagi penguatan dolar AS. Sebab kenaikan suku bunga acuan akan menaikkan imbalan investasi, utamanya di instrumen berpendapatan tetap. Aliran modal akan merapat ke AS sehingga greenback akan kembali perkasa, tentu bukan kabar baik bagi rupiah dan IHSG.
Sentimen ketiga adalah perkembangan perang dagang AS vs China. Sentimen ini berhasil membuat Wall Street rontok, dan bila terkonfirmasi bahwa AS siap menerapkan bea masuk baru maka akan menjadi hantaman bagi perekonomian Asia dan sentimen negatif di pasar keuangan.
Terbukti bahwa perlambatan aktivitas ekonomi di China mampu membuat pasar keuangan Asia terbeban pada perdagangan kemarin. Jadi apabila China mendapat serangan lebih lanjut, maka beban bagi China dan Asia akan semakin berat.
Sentimen keempat, kali ini dari Eropa, yaitu tersiar kabar bahwa Angela Merkel tidak akan lagi mencalonkan diri sebagai Kanselir Jerman setelah menjabat selama 13 tahun. Merkel adalah sosok yang berhasil mengantar Uni Eropa selamat dari terjangan krisis fiskal pada 2009-2010.
"Pasar melihat Merkel sebagai Iron Lady of Europe. Kabar ini tentu bukan berita baik bagi euro," ujar Karl Schamotta, Chief Market Strategist di Cambridge Global Payment yang berbasis di Toronto, mengutip Reuters.
Berita ini membuat euro berpotensi melemah dan semakin melapangkan jalan bagi dolar AS untuk menguat. Oleh karena itu, rupiah wajib waspada.
Sentimen kelima adalah dari dalam negeri, yaitu rilis data realisasi investasi langsung kuartal III-2018. Pada kuartal sebelumnya, investasi hanya tumbuh 3,1% YoY, bahkan Penanaman Modal Asing (PMA) terkontraksi alias minus 12,9%. Selama era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), baru kali ini PMA tercatat menurun secara tahunan.
Apabila performa negatif investasi kembali terulang, pelaku pasar wajib waspada. Buruknya PMA menggambarkan situasi dunia usaha sebenarnya sedang lesu. Terutama investor asing, yang justru terlihat menghindari Indonesia. Sinyal ini tentu akan menjadi sentimen negatif di pasar keuangan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular