
Newsletter
Siap-siap, Dolar AS Kemungkinan 'Galak' Lagi
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 October 2018 05:39

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kejatuhan Wall Street yang lumayan dalam. Dikhawatirkan virus koreksi Wall Street menular hingga ke Benua Kuning, termasuk Indonesia.
Kedua adalah nilai tukar dolar AS yang kemungkinan besar masih perkasa. Pada pukul 05:02 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik cukup signifikan yaitu 0,39%.
Penyebabnya adalah dua faktor yang membuat Wall Street jatuh tadi, 'drama' anggaran Italia dan kasus Khasoggi. Dua hal ini membuat investor menghindari risiko dan cenderung memilih bermain aman dengan memborong aset-aset safe haven seperti dolar AS.
Jika perilaku ini berlanjut, maka IHSG dan rupiah tidak akan punya harapan. Seperti kemarin, arus modal masih akan terpusat ke AS dan hanya sedikit menyisakan untuk pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Selain itu, penguatan dolar AS juga didukung oleh faktor internal Negeri Paman Sam yaitu rilis data yang positif. Indeks Manufaktur The Fed Philadelphia edisi Oktober 2018 menanjak ke angka 22,2, melampaui ekspektasi pasar sebesar 19,7.
Kemudian, jumlah warga yang mengajukan klaim pengangguran di AS turun 5.000 orang ke 210.000 pada pekan lalu, lebih rendah dari konsensus Reuters sebesar 212.000. Data pekan lalu tidak jauh dari level terendah sejak November 1969 yang dicapai pada pertengahan September, yakni sebesar 202.000.
Kedua data di atas memberikan sinyal bahwa pasar tenaga kerja dan perekonomian AS memang masih berada di posisi yang solid. Artinya, cukup alasan bagi The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut menaikkan imbalan investasi di AS sehingga meningkatkan permintaan greenback. Peningkatan permintaan akan membuat dolar AS kian perkasa.
(aji/aji)
Kedua adalah nilai tukar dolar AS yang kemungkinan besar masih perkasa. Pada pukul 05:02 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik cukup signifikan yaitu 0,39%.
Penyebabnya adalah dua faktor yang membuat Wall Street jatuh tadi, 'drama' anggaran Italia dan kasus Khasoggi. Dua hal ini membuat investor menghindari risiko dan cenderung memilih bermain aman dengan memborong aset-aset safe haven seperti dolar AS.
Jika perilaku ini berlanjut, maka IHSG dan rupiah tidak akan punya harapan. Seperti kemarin, arus modal masih akan terpusat ke AS dan hanya sedikit menyisakan untuk pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Selain itu, penguatan dolar AS juga didukung oleh faktor internal Negeri Paman Sam yaitu rilis data yang positif. Indeks Manufaktur The Fed Philadelphia edisi Oktober 2018 menanjak ke angka 22,2, melampaui ekspektasi pasar sebesar 19,7.
Kemudian, jumlah warga yang mengajukan klaim pengangguran di AS turun 5.000 orang ke 210.000 pada pekan lalu, lebih rendah dari konsensus Reuters sebesar 212.000. Data pekan lalu tidak jauh dari level terendah sejak November 1969 yang dicapai pada pertengahan September, yakni sebesar 202.000.
Kedua data di atas memberikan sinyal bahwa pasar tenaga kerja dan perekonomian AS memang masih berada di posisi yang solid. Artinya, cukup alasan bagi The Fed untuk kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember.
Kenaikan suku bunga acuan akan ikut menaikkan imbalan investasi di AS sehingga meningkatkan permintaan greenback. Peningkatan permintaan akan membuat dolar AS kian perkasa.
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular