Newsletter

Cermati 'Gempa Susulan' Setelah Rapat The Fed dan BI

Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
28 September 2018 06:10
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang menggembirakan. Diharapkan hijaunya Wall Street bisa menjadi pelecut semangat bursa saham Asia. 

Kedua adalah dampak lanjutan dari rapat The Fed. Meski Wall Street sudah merespons positif, tetapi ada potensi investor akan lebih suka memegang dolar AS karena ada kenaikan suku bunga acuan.  

Ditambah lagi ada rilis data pembacaan final pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2018 yang sebesar 4,2%. Capaian itu merupakan yang tercepat sejak kuartal III-2014. Ekonomi AS masih mungkin terakselerasi pada kuartal III-2018, mencapai 4,4% menurut proyeksi The Fed Atlanta. 

Kuatnya pertumbuhan ekonomi AS juga ditunjukkan oleh Indeks Keyakinan Konsumen (versi Conference Board) yang menyentuh angka 138,4 pada September, tertinggi dalam 18 tahun terakhir. Konsumsi masyarakat menyumbang nyaris 70% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) di AS. 

Pertumbuhan ekonomi AS yang kencang lantas akan semakin membuka peluang The Fed untuk menaikkan suku bunga acuannya pada Desember. Mengutip CME Fedwatch, peluang kenaikan suku bunga acuan AS 25 bps pada Desember adalah 85,2%. 

Hal ini bisa menjadi energi penguatan tambahan dolar AS. Tentunya, bukan kabar yang baik bagi pasar keuangan Indonesia, terutama rupiah. 

Sementara dari dalam negeri, investor juga perlu memonitor dampak dari kenaikan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate. Kemarin, kebijakan ini bisa dibilang mendapatkan respons yang minimal. Namun hari ini kemungkinan bisa berubah karena investor sudah melakukan pendalaman. 

Bagi rupiah, kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate bisa menjadi sentimen positif. Arus modal berpotensi datang ke Indonesia karena ada harapan kenaikan imbalan investasi. Atau minimal dana yang sudah masuk tidak ingin buru-buru meninggalkan Indonesia. 

Bila ini yang terjadi, maka ada harapan rupiah bisa menguat. Penguatan rupiah tentu menjadi bekal yang manis untuk berakhir pekan. 

Namun, bisa saja pemaknaan terhadap kenaikan suku bunga acuan menjadi sentimen negatif, terutama bagi IHSG. Pasalnya kenaikan suku bunga acuan lebih lanjut tentu akan mendorong perbankan ikut menaikkan suku bunga simpanan dan kemudian kredit. 

Bagi dunia usaha dan konsumen, siapa yang suka suku bunga tinggi? Biaya dana, pembiayaan investasi dan ekspansi, sampai bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bakal naik. Tidak ada yang suka.

Saat bebannya naik, dunia usaha bisa mengurangi ekspansi sehingga pertumbuhan investasi akan melambat. Sementara masyarakat juga akan mengurangi konsumsi ketika pembayaran cicilan KPR makin mahal.

Investasi dan konsumsi masyarakat kemungkinan akan melambat. Padahal keduanya adalah komponen utama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada kuartal II-2018, konsumsi rumah tangga menyumbang 55,43% sementara investasi alias Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) berkontribusi 31,15%. Perlambatan konsumsi dan investasi akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi ini bisa menjadi awan mendung di atas pasar keuangan Indonesia. Atas nama kekhawatiran terhadap prospek ekonomi Indonesia, investor bisa keluar sehingga membuat IHSG dan rupiah tertekan.

Hari ini, investor sepertinya perlu mewaspada 'gempa susulan' dari hasil rapat dua bank sentral. Bisa jadi dampak ikutan ini masih terasa.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular