Newsletter

The Fed Sudah Naikkan Suku Bunga, Sekarang Giliran BI?

Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 September 2018 05:05
The Fed Sudah Naikkan Suku Bunga, Sekarang Giliran BI?
Foto: Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah tipis nyaris datar, sementara rupiah mampu menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Kemarin, IHSG yang hampir sepanjang hari nyaman di zona hijau harus rela terpeleset pada menit-menit akhir sehingga ditutup melemah tipis 0,02%. Padahal bursa utama Asia berada di jalur pendakian, di mana Nikkei 225 menguat 0,39%, Hang Seng melesat 1,15%, Shanghai Composite naik 0,92%, dan Straits Times bertambah 0,09%. 

Koreksi pada perdagangan sebelumnya membuat investor mulai kembali mengambil posisi di bursa saham Benua Kuning. Alhasil, bursa regional mampu bertahan dari sejumlah sentimen negatif yang sebenarnya mewarnai perdagangan kemarin. 

Berbicara di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden AS Donald Trump membela kebijakan perdagangan negaranya. Trump menegaskan di hadapan para pemimpin dunia bahwa AS bertindak berdasarkan kepentingan nasional. 

"Kami tidak lagi menoleransi tindakan kejam. Kami tidak akan mengizinkan para pekerja kami menjadi korban, perusahaan kami dicurangi, dan kesejahteraan kami dijarah," tegas Trump dalam pidatonya di markas PBB di New York, CNBC International melaporkan. 

Pernyataan Trump ini memberi indikasi bahwa Washington tak akan melunak dalam menghadapi friksi dagang dengan China. Tak hanya dengan China, perang dagang antara AS dengan tetangganya yakni Kanada juga kian panas.  

Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer mengatakan pada bahwa AS siap untuk menandatangani kesepakatan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) yang baru tanpa Kanada. Negeri Paman Sam berencana menandatangani kesepakatan NAFTA sebelum Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto meninggalkan posisinya pada 30 September mendatang. 

Berbeda dengan Meksiko yang sudah menyetujui kerangka NAFTA yang baru dengan AS, Lighthizer mengatakan bahwa negosiasi dengan Kanada tetap berada dalam fase kebuntuan. Jika Kanada tak kunjung bergabung, maka perjanjian trilateral tersebut akan menjadi sebuah perjanjian bilateral. 

Sedangkan rupiah mampu menguat justru setelah lebih banyak tertekan. Bahkan dolar AS sempat menembus Rp 14.940, titik terkuat sepanjang 2018 dan sejak Juli 1998. 

Kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed menjadi obat kuat yang manjur bagi dolar AS. Untungnya rupiah berhasil menguat pada menit-menit akhir perdagangan.  

Besar kemungkinan intervensi Bank Indonesia (BI) memainkan perannya. Intervensi BI di pasar valas maupun obligasi pemerintah sepertinya mampu membuat rupiah berbalik menguat. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,4%, S&P 500 turun 0,33%, tetapi Nasdaq Composite cukup beruntung karena ditutup stagnan. 

Apa yang diperkirakan pasar menjadi kenyataan, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,5% atau median 2,125%. The Fed pun sudah melihat kebijakan suku bunga tidak lagi bersifat akomodatif, tetapi cenderung ketat. 

Siklus kenaikan suku bunga tidak berhenti sampai di sini. Kenaikan selanjutnya diperkirakan terjadi pada Desember dengan probabilitas 78,5%, menurut CME Fedwatch. Ini akan menggenapkan kenaikan suku bunga acuan sebanyak empat kali sepanjang 2018, lebih banyak ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali. 

Kemudian pada 2019, The Fed memperkirakan terjadi tiga kali kenaikan suku bunga acuan dan sekali lagi pada 2020. Dengan begitu, median Federal Funds Rate menjadi 3,4% atau sekitar 50 bps di atas suku bunga yang dianggap netral. Oleh karena itu, The Fed sudah resmi masuk ke fase kebijakan moneter ketat, tidak ada lagi kata akomodatif. 

Meski begitu, Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa posisi (stance) tersebut tidak akan membuat pasar terkejut. Sebab, memang itulah yang diperkirakan investor yaitu The Fed akan mulai mengubah stance setelah akomodatif selama 1 dekade terakhir. 

"Ini justru menjadi tanda bahwa kebijakan berjalan sesuai dengan ekspektasi," ujar Powell, dikutip dari Reuters. 

Sepanjang 2018, The Fed memperkirakan ekonomi AS tumbuh 3,1%. Angka pengangguran diperkirakan tetap rendah sementara laju inflasi akan bertahan di kisaran 2%. 

"Pasar tenaga kerja terus membaik. Aktivitas ekonomi tumbuh dalam besaran yang meyakinkan," tulis pernyataan The Fed. 

Powell juga menegaskan bahwa The Fed akan tetap pada keyakinannya meski Presiden Trump berkali-kali menyatakan tidak setuju dengan kenaikan suku bunga. The Fed akan tetap pada marwahnya, yaitu independen. 

"Kami tidak memasukkan faktor politik seperti itu dalam pertimbangan," tegas Powell, dikutip dari Reuters. 

Kenaikan suku bunga acuan berdampak negatif terhadap Wall Street, sebab saham adalah instrumen yang bekerja optimal dalam lingkungan suku bunga rendah. Lingkungan di mana investor bergairah, mau mengambil risiko, dan tidak konservatif. 

Kebijakan The Fed membuat arus modal cenderung merapat ke instrumen berpendapatan tetap, seperti obligasi. Perpindahan dana ini terlihat nyata dengan penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS untuk semua tenor, pertanda bahwa harga instrumen ini sedang naik karena peningkatan permintaan. 

Pada pukul 04:23 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 1 tahun turun 0,8 bps. Kemudian tenor 2 tahun turun 2,4 bps, 3 tahun turun 3,6 bps, 5 tahun turun 5 bps, 7 tahun turun 5,1 bps, 10 tahun turun 5,4 bps, dan 30 tahun turun 5,1 bps. 


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah kinerja Wall Street yang meski variatif tetapi cenderung melemah. Dikhawatirkan koreksi di Wall Street menular ke bursa saham Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua tentunya  dampak kenaikan suku bunga acuan di Negeri Adidaya. Seperti Wall Street, pasar keuangan Indonesia berpotensi kekurangan pasokan modal karena investor memusatkan perhatian di obligasi pemerintah AS. 

Kenaikan suku bunga acuan memang membuat imbalan investasi di instrumen berpendapatan tetap meningkat, sehingga tentu lebih disukai pelaku pasar. Tidak hanya itu, sebenarnya memegang dolar AS saja sudah menguntungkan kenaikan suku bunga akan menjangkar ekspektasi inflasi sehingga nilai mata uang ini tidak akan turun. 

Benar saja, dolar AS perkasa seiring dengan kenaikan suku bunga acuan. Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,12% pada pukul 04:30 WIB. 

Sepertinya hari ini keperkasaan dolar AS akan sulit dibendung. Nasib rupiah pun menjadi penuh tanda tanya. Apakah mampu melanjutkan penguatan yang terjadi kemarin? 

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, investor wajib memperhatikan sentimen ketiga yaitu pengumuman suku bunga acuan oleh BI. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI menaikkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 5,75%. 


Proyeksi ini muncul karena 'mantra' yang dirapalkan BI selama ini yaitu pre-emtif, front loading, dan ahead the curve. Paling gampang, prinsip ini diterapkan dengan menaikkan suku bunga acuan setiap kali The Fed menerapkan kebijakan serupa. The Fed sudah resmi menaikkan suku bunga acuan, sehingga BI kemungkinan besar merespons dan mengantisipasi dampaknya terhadap pasar keuangan Indonesia dengan langkah yang sama. 

Jika BI menaikkan suku bunga acuan, maka rupiah masih punya harapan untuk menguat atau setidaknya kalaupun melemah tidak terlampau dalam. Kenaikan suku bunga acuan bisa memancing arus modal untuk masuk ke Indonesia, atau minimal menahan yang sudah ada agar tidak keluar. 

Namun, ini memunculkan pertanyaan selanjutnya. Apakah kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps sudah cukup meredam keperkasaan dolar AS? Atau perlu dinaikkan sampai 50 bps? Hanya BI yang bisa menjawabnya, dan kita harus bersabar hingga hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) diumumkan. 


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis suku bunga acuan Bank Indonesia (standby 14:00 WIB).
  • Rilis data pemesanan barang tahan lama AS periode Agustus 2018 (19:30 WIB).
  • Rilis data pembacaan akhir pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2018 (19:30 WIB).
  • Rilis data klaim pengangguran AS dalam sepekan hingga 21 September (19:30 WIB).
  • Pidato Presiden European Central Bank (ECB) Mario Draghi (20:30 WIB).

Investor juga perlu mencermati agenda perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX)RUPS Tahunan10:00
PT Benakat Integra Tbk (BIPI)RUPS Tahunan13:30
PT Hanson International Tbk (MYRX)RUPSLB14:00
PT Anugerah Kagum Karya Utama Tbk (AKKU)RUPS Tahunan14:00
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:  

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q II-2018 YoY)5.27%
Inflasi (Agustus 2018 YoY)3.20%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2018)-3.04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2018)-US$ 4.31 miliar
Cadangan devisa (Agustus 2018)US$ 117.9 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular