
Newsletter
The Fed Sudah Naikkan Suku Bunga, Sekarang Giliran BI?
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 September 2018 05:05

Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,4%, S&P 500 turun 0,33%, tetapi Nasdaq Composite cukup beruntung karena ditutup stagnan.
Apa yang diperkirakan pasar menjadi kenyataan, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,5% atau median 2,125%. The Fed pun sudah melihat kebijakan suku bunga tidak lagi bersifat akomodatif, tetapi cenderung ketat.
Siklus kenaikan suku bunga tidak berhenti sampai di sini. Kenaikan selanjutnya diperkirakan terjadi pada Desember dengan probabilitas 78,5%, menurut CME Fedwatch. Ini akan menggenapkan kenaikan suku bunga acuan sebanyak empat kali sepanjang 2018, lebih banyak ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.
Kemudian pada 2019, The Fed memperkirakan terjadi tiga kali kenaikan suku bunga acuan dan sekali lagi pada 2020. Dengan begitu, median Federal Funds Rate menjadi 3,4% atau sekitar 50 bps di atas suku bunga yang dianggap netral. Oleh karena itu, The Fed sudah resmi masuk ke fase kebijakan moneter ketat, tidak ada lagi kata akomodatif.
Meski begitu, Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa posisi (stance) tersebut tidak akan membuat pasar terkejut. Sebab, memang itulah yang diperkirakan investor yaitu The Fed akan mulai mengubah stance setelah akomodatif selama 1 dekade terakhir.
"Ini justru menjadi tanda bahwa kebijakan berjalan sesuai dengan ekspektasi," ujar Powell, dikutip dari Reuters.
Sepanjang 2018, The Fed memperkirakan ekonomi AS tumbuh 3,1%. Angka pengangguran diperkirakan tetap rendah sementara laju inflasi akan bertahan di kisaran 2%.
"Pasar tenaga kerja terus membaik. Aktivitas ekonomi tumbuh dalam besaran yang meyakinkan," tulis pernyataan The Fed.
Powell juga menegaskan bahwa The Fed akan tetap pada keyakinannya meski Presiden Trump berkali-kali menyatakan tidak setuju dengan kenaikan suku bunga. The Fed akan tetap pada marwahnya, yaitu independen.
"Kami tidak memasukkan faktor politik seperti itu dalam pertimbangan," tegas Powell, dikutip dari Reuters.
Kenaikan suku bunga acuan berdampak negatif terhadap Wall Street, sebab saham adalah instrumen yang bekerja optimal dalam lingkungan suku bunga rendah. Lingkungan di mana investor bergairah, mau mengambil risiko, dan tidak konservatif.
Kebijakan The Fed membuat arus modal cenderung merapat ke instrumen berpendapatan tetap, seperti obligasi. Perpindahan dana ini terlihat nyata dengan penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS untuk semua tenor, pertanda bahwa harga instrumen ini sedang naik karena peningkatan permintaan.
Pada pukul 04:23 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 1 tahun turun 0,8 bps. Kemudian tenor 2 tahun turun 2,4 bps, 3 tahun turun 3,6 bps, 5 tahun turun 5 bps, 7 tahun turun 5,1 bps, 10 tahun turun 5,4 bps, dan 30 tahun turun 5,1 bps.
(aji/aji)
Apa yang diperkirakan pasar menjadi kenyataan, The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 2-2,5% atau median 2,125%. The Fed pun sudah melihat kebijakan suku bunga tidak lagi bersifat akomodatif, tetapi cenderung ketat.
Siklus kenaikan suku bunga tidak berhenti sampai di sini. Kenaikan selanjutnya diperkirakan terjadi pada Desember dengan probabilitas 78,5%, menurut CME Fedwatch. Ini akan menggenapkan kenaikan suku bunga acuan sebanyak empat kali sepanjang 2018, lebih banyak ketimbang perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.
Kemudian pada 2019, The Fed memperkirakan terjadi tiga kali kenaikan suku bunga acuan dan sekali lagi pada 2020. Dengan begitu, median Federal Funds Rate menjadi 3,4% atau sekitar 50 bps di atas suku bunga yang dianggap netral. Oleh karena itu, The Fed sudah resmi masuk ke fase kebijakan moneter ketat, tidak ada lagi kata akomodatif.
Meski begitu, Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa posisi (stance) tersebut tidak akan membuat pasar terkejut. Sebab, memang itulah yang diperkirakan investor yaitu The Fed akan mulai mengubah stance setelah akomodatif selama 1 dekade terakhir.
"Ini justru menjadi tanda bahwa kebijakan berjalan sesuai dengan ekspektasi," ujar Powell, dikutip dari Reuters.
Sepanjang 2018, The Fed memperkirakan ekonomi AS tumbuh 3,1%. Angka pengangguran diperkirakan tetap rendah sementara laju inflasi akan bertahan di kisaran 2%.
"Pasar tenaga kerja terus membaik. Aktivitas ekonomi tumbuh dalam besaran yang meyakinkan," tulis pernyataan The Fed.
Powell juga menegaskan bahwa The Fed akan tetap pada keyakinannya meski Presiden Trump berkali-kali menyatakan tidak setuju dengan kenaikan suku bunga. The Fed akan tetap pada marwahnya, yaitu independen.
"Kami tidak memasukkan faktor politik seperti itu dalam pertimbangan," tegas Powell, dikutip dari Reuters.
Kenaikan suku bunga acuan berdampak negatif terhadap Wall Street, sebab saham adalah instrumen yang bekerja optimal dalam lingkungan suku bunga rendah. Lingkungan di mana investor bergairah, mau mengambil risiko, dan tidak konservatif.
Kebijakan The Fed membuat arus modal cenderung merapat ke instrumen berpendapatan tetap, seperti obligasi. Perpindahan dana ini terlihat nyata dengan penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS untuk semua tenor, pertanda bahwa harga instrumen ini sedang naik karena peningkatan permintaan.
Pada pukul 04:23 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 1 tahun turun 0,8 bps. Kemudian tenor 2 tahun turun 2,4 bps, 3 tahun turun 3,6 bps, 5 tahun turun 5 bps, 7 tahun turun 5,1 bps, 10 tahun turun 5,4 bps, dan 30 tahun turun 5,1 bps.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation


Pemerintah Bagi-bagi Diskon Lagi ke Warga RI, Termasuk Tarif Listrik?

Penampakan Luar Dalam Daihatsu Rocky Hybrid Harga Rp 293,3 Juta

Asing Borong Saham Lagi, CDIA Beri Sinyal Bahaya: Bursa Jangan Euforia

Sambangi GIIAS 2025, Menperin Apresiasi Peluncuran STARGAZER Cartenz

Penampakan Deret Pick-up di GIIAS 2025, Merek Ini Sudah Ludes Terjual

Ramai-ramai Akuisisi! Ini 7 Saham yang Dicaplok Konglomerat

Aceh Diserang Tentara AS Nyamar Jadi Pedagang, 500 Orang Tewas

Daftar 10 Jurusan Kuliah Paling Disesali Mahasiswa Setelah Lulus
Most Popular