
Damai Dagang AS dan Tetangga Tenangkan Dunia

Untuk perdagangan hari ini, investor petut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu saja kinerja Wall Street yang memukau. Diharapkan optimisme Wall Street bisa menular ke bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Kedua adalah meredanya perang dagang AS dengan para tetangganya. Kesepakatan AS-Meksiko mampu menjadi pintu gerbang perdamaian antar kedua negara. Diharapkan AS juga akan mencapai kesepakatan dengan Kanada.
"Kanada akan bergabung di dalam diskusi isu bilateral maupun trilateral. Kami senang melakukannya, apalagi saat isu bilateral Meksiko-AS telah selesai," kata Chrystia Freeland, Menteri Luar Negeri Kanada.
Perang dagang adalah sebuah isu besar yang bisa mempengaruhi laju perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global. Oleh karena itu, pelaku pasar perlu mencermati setiap perkembangannya.
Saat ini dinamika perdagangan cenderung damai, tidak ada perang. Oleh karena itu, investor bisa mengembuskan nafas lega dan kembali berburu aset. Bahkan aset-aset berisiko di negara berkembang pun bisa menjadi pilihan.
Jika investor global benar-benar masuk ke pasar negara berkembang, maka Indonesia bisa menjadi salah satu pilihan. Ini bisa menjadi modal untuk penguatan IHSG dan rupiah lebih lanjut.
Namun, pelaku pasar juga perlu mewaspadai sentimen ketiga yaitu kembali anjloknya nilai tukar mata uang lira Turki. Pada perdagangan kemarin, lira Turki kembali melemah 1,93% di hadapan greenback. Depresiasi lira masih disebabkan kecemasan pasar atas kebijakan ekonomi Presiden Recep Tayyip Erdogan dan sanksi dari AS.
Sejauh ini bank sentral Turki belum mau menaikkan suku bunga acuan, langkah yang dinilai pasar ditunggangi oleh keinginan Presiden Erdogan yang menentang suku bunga tinggi. Independensi bank sentral Turki pun dipertanyakan.
Kemudian, friksi Ankara dengan Washington pun masih jauh dari kata selesai. Turki masih mengenakan tahanan rumah bagi pastur asal AS, Andrew Brunson, yang ditahan karena dituduh terlibat dalam upaya kudeta pada 2016.
Akibat kesal dengan tindakan Turki, Presiden Trump pun menyetujui pengenaan bea masuk bagi impor baja asal Negeri Kebab sebesar 50% dan aluminium sebesar 20%. Hal ini semakin menambah beban bagi mata uang lira Turki yang sejatinya sudah sakit-sakitan.
Ketika lira terus melemah, dikhawatirkan utang luar negeri perusahaan-perusahaan di Turki membengkak. Dalam satu titik, potensi gagal bayar (default) massal pun tidak bisa diabaikan.
Jika default itu terjadi, maka dampaknya bisa meluas. Sebab, perusahaan-perusahaan asal Turki banyak meminjam uang di bank luar negeri. Oleh karena itu, efek penularan (contagion effect) terhadap sistem keuangan global pun berpotensi muncul.
Risiko ini bisa kembali membuat investor memasang mode risk-off, ogah mengambil risiko. Tentunya bukan kabar baik bagi pasar keuangan global, termasuk Indonesia.
(aji/aji)