Polling CNBC Indonesia

Konsensus: Neraca Dagang Juli Diramal Tekor US$ 640 Juta

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
14 August 2018 13:18
Konsensus: Neraca Dagang Juli Diramal Tekor US$ 640 Juta
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 diperkirakan masih membukukan defisit. Kondisi ini berbalik dibandingkan bulan sebelumnya yang mampu mencapai surplus signifikan.

Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data perdagangan internasional esok hari. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor pada Juli 2018 tumbuh 11,3% dibandingkan setahun sebelumnya atau year-on-year (YoY).  

Sementara impor diperkirakan tumbuh lebih cepat yaitu 13,4%. Hasilnya adalah neraca perdagangan mencatat defisit US$ 640 juta. 

InstitusiPertumbuhan Ekspor YoY (%)Pertumbuhan Impor YoY (%)Neraca Perdagangan (US$ Juta)
CIMB Niaga1520-1,010
ING15.117-580
Bank Permata10.0611.31-481
Danareksa7.539.69-594.3
BCA11.414.2-688
Maybank Indonesia9.1713.4-886
DBS1012-600
Bank Danamon11.311.9-388
Standard Chartered17.720.8-763
Moody's Analytics---680
MEDIAN11.313.4-640
 
Sebagai informasi, BPS melaporkan pertumbuhan ekspor Juni 2018 adalah 11,47%. Sedangkan impor tumbuh 12,66% dan neraca perdagangan membukukan surplus yang meyakinkan yaitu US$ 1,74 miliar. 

Defisit neraca perdagangan yang berpotensi terjadi pada Juli membuat transaksi berjalan (current account) pada kuartal III-2018 di ujung tanduk. Padahal pada kuartal sebelumnya, transaksi berjalan sudah mencatatkan defisit yang cukup dalam yaitu US$ 8,03 miliar atau 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Catatan tersebut merupakan yang terdalam sejak kuartal III-2014. 

 

Transaksi berjalan adalah bagian dari Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) bersama dengan transaksi modal dan finansial. NPI menggambarkan arus devisa yang masuk ke sebuah negara.  

Namun transaksi berjalan lebih mendapat perhatian. Sebab, transaksi berjalan mewakili arus devisa yang berasal dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari sektor ini lebih bertahan lama (sustain) dibandingkan modal asing portofolio di sektor keuangan alias hot money, yang bisa datang dan pergi sesuka hati. 

Ketika transaksi berjalan defisit, ada persepsi suatu mata uang kurang dukungan devisa yang memadai. Oleh karena itu, mata uang menjadi rentan melemah. 

Oleh karena itu, Indonesia patut waspada jika neraca perdagangan kembali defisit. Ini bisa menjadi sentimen negatif bagi rupiah. 

Moody's Analytics dalam risetnya menyebutkan kinerja perdagangan internasional Indonesia agak fluktuatif dalam 2 bulan terakhir. Penyebabnya adalah periode Ramadan-Idul Fitri yang mempengaruhi aktivitas perdagangan. Apalagi cuti bersama Idul Fitri tahun ini cukup panjang, lebih dari sepekan. 

Ditambah ekspor Indonesia masih meragukan karena harga minyak sawit mentah (CPO) yang terus turun. CPO adalah komoditas andalan ekspor Indonesia selain batu bara. Sejak awal tahun, harga CPO acuan di bursa berjangka Malaysia turun 14,98%.  

"Ekspor CPO juga mendapat tantangan di beberapa pasar utama seperti India dan Eropa," sebut kajian Moody's. 

Ekspor Indonesia memang masih mengandalkan komoditas. Produk manufaktur belum menjadi penggerak ekspor nasional. 

"Dampaknya adalah siklus teknologi dunia tidak dinikmati oleh industri manufaktur Indonesia, berbeda dengan negara-negara tetangganya," lanjut riset Moody's.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular