
Newsletter
Bintang Hari Ini: Donald Trump
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
23 July 2018 05:44

Untuk perdagangan awal pekan ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Sentimen-sentimen tersebut terkait dengan Presiden Trump, yang akan menjadi bintang karena namanya kemungkinan banyak diperbincangkan.
Pertama tentu adalah perang dagang. Pernyataan Trump yang siap mengenakan bea masuk bagi importasi produk China senilai US$ 500 miliar belum sempat direspons oleh pasar Asia.
Oleh karena itu, respons terhadap perkembangan tersebut bisa saja terjadi hari ini dan memukul bursa saham Asia. Saat bursa saham negara tetangga berjatuhan, maka IHSG berpeluang untuk mengikutinya.
Investor juga patut terus memonitor perkembangan nilai tukar dolar AS. Setelah komentar Trump bahwa dolar AS sudah terlalu kuat, greenback sempat tertekan dan melemah secara global. Aksi 'obok-obok' Trump terhadap dolar AS terbukti mendatangkan hasil yang signifikan.
Namun The Fed cukup tenang menghadapi serangan Trump. Meski Trump mengkritik The Fed yang terus menaikkan suku bunga, tetapi Powell dan kolega tidak reaktif. Bahkan mereka dengan tegas menolak segala bentuk intervensi politik dalam kebijakan moneter.
"Kami tidak memasukkan faktor politik dalam pertimbangan (kebijakan)," tegas Powell dalam sebuah acara radio, dikutip dari Reuters.
"Orang-orang boleh berkomentar, termasuk Bapak Presiden dan para politisi lainnya. Namun keputusan dan kebijakan terbaik ditentukan oleh Komite," kata James Bullard, Presiden The Fed St Louis.
Komentar para petinggi The Fed ini bisa melegakan pasar bahwa bank sentral AS akan tetap pada arah kebijakan yang sudah diperkirakan, yaitu menaikkan suku bunga acuan dua kali sampai akhir tahun. Dengan begitu, kenaikan suku bunga acuan menjadi empat kali sepanjang 2018.
Perkembangan ini bisa menjadi suntikan energi bagi dolar AS. Dengan sokongan penuh dari The Fed, kenaikan suku bunga kemungkinan besar masih akan terjadi dan mendorong laju penguatan greenback.
Kenaikan suku bunga akan membuat berinvestasi di AS menjadi menarik karena memperoleh imbal hasil yang lebih. Aliran modal masuk ini akan menjadi fondasi bagi penguatan dolar AS.
Jika benar dolar AS akan menguat, maka mata uang lainnya akan terancam. Rupiah pun bisa tertekan bila dolar AS kembali garang.
Pelemahan rupiah (bila terjadi) akan membuat berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan, karena nilainya turun ketika dikonversikan ke dolar AS. Investor (utamanya asing) masih akan cenderung keluar, sehingga bisa memberi tekanan kepada IHSG.
(aji/aji)
Pertama tentu adalah perang dagang. Pernyataan Trump yang siap mengenakan bea masuk bagi importasi produk China senilai US$ 500 miliar belum sempat direspons oleh pasar Asia.
Oleh karena itu, respons terhadap perkembangan tersebut bisa saja terjadi hari ini dan memukul bursa saham Asia. Saat bursa saham negara tetangga berjatuhan, maka IHSG berpeluang untuk mengikutinya.
Investor juga patut terus memonitor perkembangan nilai tukar dolar AS. Setelah komentar Trump bahwa dolar AS sudah terlalu kuat, greenback sempat tertekan dan melemah secara global. Aksi 'obok-obok' Trump terhadap dolar AS terbukti mendatangkan hasil yang signifikan.
Namun The Fed cukup tenang menghadapi serangan Trump. Meski Trump mengkritik The Fed yang terus menaikkan suku bunga, tetapi Powell dan kolega tidak reaktif. Bahkan mereka dengan tegas menolak segala bentuk intervensi politik dalam kebijakan moneter.
"Kami tidak memasukkan faktor politik dalam pertimbangan (kebijakan)," tegas Powell dalam sebuah acara radio, dikutip dari Reuters.
"Orang-orang boleh berkomentar, termasuk Bapak Presiden dan para politisi lainnya. Namun keputusan dan kebijakan terbaik ditentukan oleh Komite," kata James Bullard, Presiden The Fed St Louis.
Komentar para petinggi The Fed ini bisa melegakan pasar bahwa bank sentral AS akan tetap pada arah kebijakan yang sudah diperkirakan, yaitu menaikkan suku bunga acuan dua kali sampai akhir tahun. Dengan begitu, kenaikan suku bunga acuan menjadi empat kali sepanjang 2018.
Perkembangan ini bisa menjadi suntikan energi bagi dolar AS. Dengan sokongan penuh dari The Fed, kenaikan suku bunga kemungkinan besar masih akan terjadi dan mendorong laju penguatan greenback.
Kenaikan suku bunga akan membuat berinvestasi di AS menjadi menarik karena memperoleh imbal hasil yang lebih. Aliran modal masuk ini akan menjadi fondasi bagi penguatan dolar AS.
Jika benar dolar AS akan menguat, maka mata uang lainnya akan terancam. Rupiah pun bisa tertekan bila dolar AS kembali garang.
Pelemahan rupiah (bila terjadi) akan membuat berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan, karena nilainya turun ketika dikonversikan ke dolar AS. Investor (utamanya asing) masih akan cenderung keluar, sehingga bisa memberi tekanan kepada IHSG.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular