Newsletter

Menjawab Ancaman Trump, Tunggu Kabar dari Bogor

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
09 July 2018 05:30
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Untuk perdagangan hari ini, investor nampaknya masih akan mewaspadai perkembangan perang dagang, setelah AS dan China resmi saling ‘tembak’. Bila situasi masih panas, maka kemungkinan investor lagi-lagi akan menahan diri. Sikap wait and see ini bisa merugikan IHSG, karena menghambat potensi penguatan.

Kekhawatiran investor juga bisa bertambah karena perundingan tingkat tinggi antara AS dan Korea Utara (Korut) yang sepertinya menemui jalan buntu. Akhir pekan lalu, Pyongyang mengatakan kunjungan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah 'disesalkan'. Pernyataan dari Korut itu terjadi hanya beberapa jam setelah Pompeo mengakhiri pembicaraan dua hari dengan para pejabat senior Korut, tanpa bertemu dengan Pemimpin Korut Kim Jong Un.

Sebagai informasi, Pompeo terbang ke Pyongyang untuk mendiskusikan kejelasan tentang parameter kesepakatan denuklirisasi Semenanjung Korea yang disetujui oleh Trump dan Kim di Singapura sebulan lalu. Meski Pompeo sempat menyampaikan penilaian yang relatif positif sebelum beranjak pulang, Kementerian Luar Negeri Korut mengatakan AS mengkhianati semangat pertemuan bulan lalu dengan membuat tuntutan ‘sepihak dan seperti gangster’.

Korut mengatakan hasil dari pembicaraan lanjutan itu 'sangat memprihatinkan' karena telah menyebabkan "fase berbahaya yang mungkin mengacaukan kesediaan kami untuk denuklirisasi yang sebelumnya telah bulat."

“Kami mengharapkan pihak AS akan menawarkan langkah-langkah konstruktif yang akan membantu membangun kepercayaan berdasarkan semangat pertemuan para pemimpin. Kami juga berpikir tentang memberikan tindakan timbal balik," kata pernyataan itu, yang dirilis oleh seorang juru bicara yang tidak disebutkan namanya dan diberitakan oleh Kantor Berita Resmi Korea Utara.

Perkembangan ini lantas mengaburkan aura perdamaian antara Washington dan Pyongyang, dan berpeluang menambah parah sentimen negatif yang saat ini sudah diciptakan oleh perang dagang global.

Dari dalam negeri, pelaku pasar juga akan mencermati pernyataan resmi Presiden Joko Widodo, dalam merespons rencana AS untuk mengenakan tarif terhadap beberapa produk Indonesia. Presiden dan para menteri Kabinet Kerja akan mengadakan sidang kabinet untuk merumuskan respons menghadapi perang dagang maupun kenaikan suku bunga acuan di AS.

Patut dicermati bagaimana Indonesia mengambil posisi dalam perang dagang. Apakah pemerintah akan menerapkan kebijakan antisipatif? Lebih jauh lagi, apakah Indonesia akan mulai berpihak kepada salah satu kubu atau tetap netral? Kita tunggu saja kabar dari Bogor...


Pasar domestik juga perlu menantikan rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) edisi Juni 2018 yang akan dirilis pada hari ini. Mengutip Trading Economics, IKK bulan lalu diprediksikan menguat 125,5 dibandingkan dengan posisi Mei pada 125,1.

Pemulihan konsumsi masyarakat akan kembali dikonfirmasi melalui data ini. Sebelumnya, kencangnya impor barang konsumsi pada Mei 2018 serta inflasi Juni 2018 yang melebihi ekspektasi, mampu direspons positif oleh pasar sebagai membaiknya konsumsi masyarakat.

Kenaikan aktivitas konsumsi akan menjadi sentimen positif bagi saham-saham defensif di sektor konsumsi. Termasuk saham sektor lain yang rentan dipengaruhi daya beli seperti properti, otomotif, dan keuangan.

Namun, ada kemungkinan pasar akan merespons data cadangan devisa yang dirilis akhir pekan lalu. BI melaporkan cadangan devisa per akhir Juni sebesar US$ 119,8 miliar. Turun US$ 3,1 miliar dibandingkan sebulan sebelumnya.

Cadangan devisa dalam tren meningkat sejak akhir November 2015. Namun tren itu terhenti pada awal 2018, di mana sejak Februari cadangan devisa terus berkurang.


Data ini bisa menjadi sentimen negatif karena Indonesia dinilai rentan menghadapi gejolak eksternal. Sejak awal tahun, cadangan devisa sudah terkuras sampai US$ 12,14 miliar.

Cadangan devisa bisa semakin berkurang karena ke depan masih banyak ketidakpastian yang menghantui rupiah. Saat rupiah tertekan, BI tentunya akan menggunakan cadangan devisa untuk melakukan stabilisasi sehingga jumlahnya semakin berkurang. Ini bisa melahirkan persepsi negatif mengenai kekuatan ekonomi Indonesia.

 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular