Newsletter

Hantu Perang Dagang Belum Mau Pulang

Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
06 July 2018 05:47
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Untuk perdagangan hari ini, sejumlah risiko masih menghantui IHSG. Terutama tentunya perang dagang.

Saat-saat penetapan tarif bea masuk baru di AS dan China semakin dekat dan belum ada tanda-tanda mereka berubah pikiran. Jika sampai benar-benar terjadi, dan sepertinya memang akan terjadi, maka situasi perdagangan dunia akan melambat.

AS dan China adalah dua perekonomian terbesar di dunia. Ketika keduanya saling hambat dalam hal perdagangan, maka arus rantai pasok global (global supply chain) akan bermasalah.  

Selain itu, kelakuan Trump yang seakan seenaknya mengenakan bea masuk demi memproteksi industri dalam negeri bisa menjadi preseden buruk. Bisa jadi langkah ini kemudian ditiru oleh negara-negara lain sehingga perekonomian dunia menjadi tertutup. Ini tentu menjadi risiko yang amat sangat dihindari. 

The Fed sudah menyampaikan bahwa risiko kebijakan perdagangan meningkat dan cukup mengkhawatirkan. Pengenaan berbagai bea masuk bisa berdampak kepada investasi, bahkan sebagian belanja modal sudah diturunkan karena kenaikan biaya impor. 

Masih dari perang dagang, ternyata target AS tidak hanya China. Indonesia pun disebut-sebut akan menjadi sasaran berikutnya. Sofjan Wanandi, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, mengungkapkan Trump akan mencabut sejumlah perlakukan khusus yang saat ini diberikan ke Indonesia. 

"Trump sudah kasih warning ke kita karena kita surplus. Beberapa special treatment yang dia beri ke kita mau dia cabut, terutama untuk tekstil," katanya. 

Sepanjang 2017, Indonesia memang menikmati surplus US$ 9,59 miliar atau sekitar Rp 134 triliun (kurs Rp 14.000) dengan AS. Aksesori pakaian dan busana (baik yang tidak dirajut ataupun yang dirajut) merupakan produk yang paling banyak dikirim Indonesia ke AS, dengan nilai mencapai US$ 4,12 miliar (Rp 57,68 triliun).  

"GSP (Generalized System of Preference) kita sedang di-review, dan ada sekitar 124 produk dan sektor yang saat ini sedang dalam review. Ada kayu plywood, cotton, macam-macam. Ada juga produk-produk pertanian, udang dan kepiting kalau enggak salah. Ini saya lagi lihat daftarnya juga," kata Shinta Widjaja Kamdani, Anggota Tim Ahli Wakil Presiden. 

GSP adalah semacam sistem penghapusan bea masuk untuk produk impor dari negara yang dianggap AS sektor industrinya masih berkembang. Jika memang akhirnya sejumlah produk Indonesia dicabut dari daftar GSP, tentunya ekspor Indonesia ke AS akan lebih mahal gara-gara bea masuk yang lebih tinggi. Permintaan pun akan berkurang. 

Perkembangan ini perlu dicermati oleh pelaku pasar. Risiko besar menanti bila AS betul-betul mengarahkan pandangannya ke Indonesia. 

Harga minyak juga bisa menjadi sentimen pemberat IHSG. Harga si emas hitam tidak terduga turun karena bertambahnya cadangan minyak AS. 

US Energi Information Administration melaporkan, cadangan minyak Negeri Paman Sam pada minggu yang berakhir 29 Juni naik 1,24 juta barel. Jauh dibandingkan konsensus pasar yang memperkirakan ada penurunan 3,5 juta barel. 

Pasalnya, kenaikan ini terjadi kala pasokan minyak ke penyimpanan di Cushing (Oklahoma) sedang bermasalah. Pasokan minyak dari Kanada menurun karena kerusakan di fasilitas produksi milik Syncrude. Pasokan dari Syncrude bisa mencapai 350.000 barel/hari. 

Penurunan harga minyak akan membuat emiten migas dan pertambangan kurang mendapat apresiasi. Ini bisa membebani IHSG secara keseluruhan. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular