
Newsletter
Perang Dagang Bikin Tegang
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 July 2018 05:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak sangat ekstrem pada perdagangan kemarin. Sempat melemah cukup tajam, IHSG berhasil bangkit dan ditutup menguat signifikan.
Kemarin, IHSG menutup hari dengan kenaikan 1,77% setelah sempat anjlok sampai 1,36%. Nilai transaksi tercatat Rp 7,17 triliun dengan volume 8,2 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 404.432 kali.
Penguatan rupiah menjadi motor utama penggerak IHSG. Hingga akhir perdagangan, rupiah menguat 0,19% melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Mata uang Negeri Adidaya tengah dirundung ambil untung. Ini wajar karena dalam sebulan terakhir Dollar Index sudah menguat 0,68%. Sementara dalam tiga bulan ke belakang, indeks ini naik 5,01%.
Selain itu, investor juga nampaknya masih menantikan sejumlah rilis di AS. Jumat dini hari nanti, The Federal Reserve/The Fed akan mengeluarkan risalah rapat (minutes of meeting) edisi Juni 2018.
Dari risalah ini, investor akan membaca arah kebijakan moneter AS ke depan. Pasar akan mencari petunjuk-petunjuk yang diberikan The Fed, terutama soal kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Selain itu, pada akhir pekan nanti akan dirilis data ketenagakerjaan AS. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka pengangguran Mei sebesar 3,8%. Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Situasi pasar tenaga kerja menjadi salah satu pertimbangan utama The Fed dalam menentukan arah kebijakan moneter.
Meski demikian, dari sisi fundamental sebenarnya prospek rupiah masih terbilang suram, seiring dengan proyeksi Bank Indonesia (BI) bahwa defisit transaksi berjalan kuartal-II 2018 bisa berada di atas 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Melebar dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,15% PDB maupun periode yang sama pada 2017 yang sebesar 1,96% PDB.
Saat lubang di transaksi berjalan makin menganga sementara pos transaksi modal dan finansial tertekan karena seretnya hot money di pasar keuangan, maka Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) praktis tidak tertolong. Padahal, pada kuartal I-2018, NPI sudah membukukan defisit sebesar US$3,85 miliar yang merupakan defisit pertama sejak kuartal III-2011.
Pada akhirnya, nilai tukar rupiah menjadi taruhannya, lantaran NPI merupakan salah satu fundamental yang menjadi pijakan penguatan nilai tukar. Kekhawatiran tersebut memaksa investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 67,6 miliar pada perdagangan kemarin.
Kemarin, IHSG menutup hari dengan kenaikan 1,77% setelah sempat anjlok sampai 1,36%. Nilai transaksi tercatat Rp 7,17 triliun dengan volume 8,2 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 404.432 kali.
Penguatan rupiah menjadi motor utama penggerak IHSG. Hingga akhir perdagangan, rupiah menguat 0,19% melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Mata uang Negeri Adidaya tengah dirundung ambil untung. Ini wajar karena dalam sebulan terakhir Dollar Index sudah menguat 0,68%. Sementara dalam tiga bulan ke belakang, indeks ini naik 5,01%.
Selain itu, investor juga nampaknya masih menantikan sejumlah rilis di AS. Jumat dini hari nanti, The Federal Reserve/The Fed akan mengeluarkan risalah rapat (minutes of meeting) edisi Juni 2018.
Dari risalah ini, investor akan membaca arah kebijakan moneter AS ke depan. Pasar akan mencari petunjuk-petunjuk yang diberikan The Fed, terutama soal kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih agresif.
Selain itu, pada akhir pekan nanti akan dirilis data ketenagakerjaan AS. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan angka pengangguran Mei sebesar 3,8%. Tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Situasi pasar tenaga kerja menjadi salah satu pertimbangan utama The Fed dalam menentukan arah kebijakan moneter.
Meski demikian, dari sisi fundamental sebenarnya prospek rupiah masih terbilang suram, seiring dengan proyeksi Bank Indonesia (BI) bahwa defisit transaksi berjalan kuartal-II 2018 bisa berada di atas 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Melebar dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,15% PDB maupun periode yang sama pada 2017 yang sebesar 1,96% PDB.
Saat lubang di transaksi berjalan makin menganga sementara pos transaksi modal dan finansial tertekan karena seretnya hot money di pasar keuangan, maka Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) praktis tidak tertolong. Padahal, pada kuartal I-2018, NPI sudah membukukan defisit sebesar US$3,85 miliar yang merupakan defisit pertama sejak kuartal III-2011.
Pada akhirnya, nilai tukar rupiah menjadi taruhannya, lantaran NPI merupakan salah satu fundamental yang menjadi pijakan penguatan nilai tukar. Kekhawatiran tersebut memaksa investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 67,6 miliar pada perdagangan kemarin.
Next Page
Situasi Eksternal Kondusif
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular