Newsletter

Berharap Stimulus BI Berlanjut Sambil Pantau Data Inflasi

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 July 2018 05:28
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Sementara dari faktor eksternal, investor patut mencermati perkembangan nilai tukar dolar AS. Ada kemungkinan greenback akan mengalami tekanan, bahkan cukup dahsyat.

Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS dibandingkan enam mata uang utama, melemah sampai 0,96%.
Pelemahan dolar AS datang dari rilis data terbaru di Negeri Paman Sam.

Indeks Personal Consumption Expenditure (PCE) AS periode Mei 2018 meningkat 2,3% secara YoY, tertinggi sejak Maret. Kemudian indeks PCE inti (di luar komponen volatile food dan energi) naik 2% YoY, tertinggi sejak April 2012. Sebagai catatan, indeks PCE inti merupakan alat utama The Federal Reserve/The Fed untuk mengukur inflasi.

Namun, sepertinya data ini direspons datar saja oleh pelaku pasar. Pasalnya, informasi itu seakan basi karena investor sudah memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak empat kali sepanjang 2018, bertambah dari perkiraan sebelumnya yaitu tiga kali.

Rilis data ini tidak akan banyak berpengaruh. Data ini tidak membuat The Fed lebih hawkish, karena empat kali kenaikan suku bunga sepanjang 2018 sudah diperkirakan. Bahkan The Fed juga sudah memperkirakan laju inflasi secara temporer akan melampaui target mereka yang sebesar 2%.

Oleh karena itu, momentum rilis data PCE menjadi pelatuk bagi investor untuk melakukan ambil untung atau profit taking. Sebab dalam sebulan terakhir, Dollar Index sudah menguat 0,38% dan penguatannya dalam tiga bulan ini mencapai 5,04%. Angka yang cukup menggiurkan.

Bisa saja depresiasi dolar AS menular sampai ke Asia, tidak terkecuali Indonesia. Rupiah, yang sudah mendapatkan suntikan energi dari kenaikan suku bunga acuan, bisa semakin mantap terapresiasi.

Apabila rupiah kembali terapresiasi, IHSG akan terimbas dampak positif. Apresiasi rupiah akan membuat berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi menguntungkan karena nilainya naik. Aset-aset di Bursa Efek Indonesia pun bisa menjadi pilihan.

Apalagi secara year-to-date (YtD), IHSG sudah terkoreksi 8,75%. Berburu aset di Indonesia akan menyenangkan, karena harganya yang semakin terjangkau.

Kemudian, investor juga patut mencermati perkembangan harga minyak yang akhir pekan lalu naik signifikan. Penyebabnya adalah pelaku pasar mulai mengantisipasi pengenaan sanksi AS kepada Iran, yang kemungkinan terjadi pada 4 November.

Produksi minyak Negeri Persia mencapai 4,7 juta barel/hari, atau hampir 5% dari total produksi global. Minyak dari Iran banyak diekspor ke negara-negara Asia seperti China atau India.

Jika Iran terkena sanksi, maka pasokan minyak mereka akan berkurang karena ada pembatasan. Akibatnya, pasokan global juga ikut berkurang. Saat pasokan berkurang, maka harga akan terkerek ke atas.

Bila kenaikan harga minyak masih berlanjut, maka juga bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Emiten migas dan pertambangan akan lebih mendapat apresiasi kala harga minyak naik.

Namun harga si emas hitam masih rawan koreksi karena kekurangan pasokan dari Iran bisa dikompensasi oleh negara-negara lain. Teranyar, Trump mengonfirmasi bahwa Raja Salman dari Arab Saudi telah setuju peningkatan produksi minyak Negeri Padang Pasir pada kisaran hingga 2 juta barel/hari. Peningkatan produksi bertujuan untuk mengimbangi produksi dari Iran dan Venezuela.

"Saya baru bicara dengan Raja Salman dari Arab Saudi dan menjelaskan kepada beliau karena kekacauan dan disfungsi di Iran dan Venezuela, saya meminta Arab Saudi meningkatkan produksi minyak, mungkin hingga 2 juta barel. Beliau telah setuju!" ujar Trump dalam kicauannya di Twitter.

Sentimen berikutnya adalah perkembangan perang dagang yang agak mereda. Institusi perencanaan pembangunan China, National Development and Reform Commission (NDRC), menerbitkan versi baru dari Daftar Negatif Investasi. Di dalam peraturan baru tersebut, Negeri Tirai Bambu melonggarkan pembatasan investasi asing bagi sejumlah sektor, termasuk perbankan, otomotif, industri berat, dan agrikultur.

Sebagai tambahan, mendinginnya bara perang dagang AS-China juga disokong oleh komentar Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin. Ia membantah laporan bahwa Presiden Trump ingin AS untuk menarik dari Oganisasi Perdagangan Dunia (WTO).

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular