Polling CNBC Indonesia

Konsensus Pasar: Inflasi Juni 0,51% MtM, 2,97% YoY

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 July 2018 19:40
Konsensus Pasar: Inflasi Juni 0,51% MtM, 2,97% YoY
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Indonesia pada Juni 2018 diperkirakan terakselerasi secara bulanan. Namun secara tahunan, diproyeksikan ada sedikit perlambatan. Ini semua lebih disebabkan oleh faktor musiman.

Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan merilis data inflasi Juni pada awal pekan ini. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi secara month-to-month (MtM) sebesar 0,51%. Sementara secara year-on-year (YoY) terjadi inflasi 2,97%. Kemudian inflasi inti atau core inflation secara YoY diramal 2,78%.

Sebagai informasi, BPS melaporkan pada Mei terjadi inflasi 0,21%. Ini membuat inflasi secara YoY menjadi 3,23% dan inflasi ini YoY adalah 2,75%.

Secara bulanan, percepatan laju inflasi pada Juni disebabkan oleh momentum Idul Fitri. Tahun ini, Idul Fitri jatuh pada 15 Juni sehingga saat itu dan beberapa waktu sebelumnya terjadi puncak konsumsi masyarakat. Tekanan permintaan membuat harga terkerek ke atas.

Sementara secara tahunan, terjadi perlambatan laju inflasi karena tahun lalu Idul Fitri ditetapkan pada 25 Juni. Oleh karena itu, momentum Ramadan-Idul Fitri nyaris terjadi pada bulan yang sama yaitu Juni sehingga saat itu inflasi relatif tinggi. Pada Juni 2017, inflasi bulanan tercatat 0,69% sedangkan inflasi tahunan mencapai 4,37%.

Selepas Juni, pasar memperkirakan laju inflasi akan semakin terkendali mengingat puncak konsumsi masyarakat sudah terlampaui. Oleh karena itu, inflasi dalam rentang 2,5-4,5% seperti target Bank Indonesia (BI) masih relevan.

"Kami memperkirakan inflasi pada akhir 2018 sebesar 3,5%, sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 3,62%. Tekanan inflasi yang mereda ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak menaikkan tarif listrik dan sepertinya harga pangan masih akan terkendali," jelas Juniman, Ekonom Maybank Indonesia.

Meski harga pangan terkendali dan tidak ada kenaikan tarif listrik seperti tahun lalu, tetapi hal yang perlu diwaspadai adalah pelemahan nilai tukar rupiah. Dalam sebulan terakhir, rupiah sudah melemah 2,37% di hadapan dolar AS.

Reuters


Depresiasi rupiah akan membuat biaya impor menjadi lebih mahal. Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik, kenaikan impor memang tidak bisa dihindari karena industri dalam negeri belum bisa memenuhi tambahan permintaan. 

Ketika pengusaha mengimpor dengan biaya yang lebih tinggi, maka harga di tingkat konsumen juga akan meningkat. Ujungnya tentu tekanan inflasi, dan ini perlu diwaspadai.

BPS

Oleh karena itu, keputusan BI untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi semakin bisa dipahami. Akhir pekan lalu, BI menaikkan suku bunga acuan 7 day reverse repo rate sebesar 50 basis poin menjadi 5,25%.

Langkah tersebut utamanya ditempuh untuk menjaga stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah. Dengan kenaikan suku bunga, maka pasar keuangan Indonesia akan memiliki daya saing global karena saat ini di dunia sedang terjadi tren normalisasi kebijakan moneter.

"Menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara dan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, begitu kata-katanya. Jadi kenaikan ini akan menjaga imbal hasil terutama di fixed income," jelas Perry Warjiyo, Gubernur BI, akhir pekan lalu.

Fixed income adalah instrumen investasi yang memberikan imbal hasil tetap, misalnya obligasi atau deosito. Dengan kenaikan suku bunga acuan, maka imbal hasil instrumen ini akan naik dan berinvestasi di Indonesia menjadi lebih menarik, termasuk bagi investor asing.

"Kami melihat (kenaikan suku bunga acuan) akan lebih banyak menarik inflows, khususnya fixed income. Ini tentu saja menambah supply dolar AS dan mendukung stabilitas rupiah," kata Perry.

Perry juga mengungkapkan bahwa kenaikan suku bunga ini lebih karena merespons situasi global yang menyebabkan tekanan terhadap rupiah. Sebab dari dalam negeri, hampir tidak ada isu yang perlu direspons dengan kenaikan suku bunga.

"ini lebih karena global, bukan dalam negeri terutama inflasi," ujarnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular